Pada Siapa Lagi
Kasih,
Ada cinta di hati ini
Ada sayang di sukma ini
Makin hari makin berapi
Makin dimati makin menjadi
Dedaunan subur kering di mata
Merdu suara hampa di telinga
Halus kapas lepas diraba
Tanpa manis-Mu di jiwa hamba
Kasih,
Semua alam bersimpuh sujud
Semua alam bertekuk lutut
Pada siapa lagi aku harus berlindung
Pada siapa lagi aku harus bernanung
Kusadar,
Salahku tiada tergambar
Jiwaku pun telah luka dan memar
Asaku telah hampir pudar
tuk meraih kecup-Mu, wahai Maha Benar
Tapi kini, kumohon pada-Mu
Izinkan aku kembali pada-Mu
Maafkan semua alfa-nodaku
Baca juga: Sujud dalam Bingkai Tasawuf dan Filsuf |
Ramadan
Di kala air turun rintik-rintik
Dedaunan tampak berbintik
Mata nuri jelas melirik
Semuanya seolah berbisik,
“Sabarlah, semua akan membaik”
Di kala fajar bersinar
Aku pun ikut tersadar
Gelap berangsur memudar
Tak lama, nampaklah keindahan
dan, aku pun punya harapan
Ramadan
Bak permadani berhamparan
Bak nursyamsi keluar peraduan
Penuh rahmat dan ampunan
Ramadan
Memberi shaim kebahagiaan
Tatkala adzan dikumandangkan
Datanglah rezeki penuh keberkahan
Seluruh hamba pun berinteraksi pada Sang Rahman
Air mataku tertumpah sudah
Badanku terbanting, payah
Jiwaku terjatuh, patah
Nafasku, tersendat lelah
Jerit tangis sebuah hati
Cinta kasih yang dinanti
Kini, semua terpatri
Pada Sang Rahman Ilahi Rabbi
Sambutlah Ramadhan semanis madu,
Taburkan sejuta permata biru
Hadirkan seluruh maghfirah dan kasih-Mu
Agar tenang seluruh penjuru kalbuku
Baca juga: Khotbah Nabi sebagai Alasan Berbahagia dengan Kehadiran Ramadan |
Puisi Cinta
Dalamnya cintaku tak berkata
Hampanya hidupku tak bertara
Bebatuan menimbuniku tak mengapa
Tak mengapa, tak mengapa
Rabbi,
Jalan mana yang harus kulintasi
Sungai mana yang harus kuseberangi
Gunung mana yang harus kudaki
Agar beroleh bahagia kini hingga nanti
Memang, tak pantas aku Engkau cintai
Tak pantas aku Engkau kasihi
Tak pantas aku Engkau sayangi
Karena batang dosaku terlampau tinggi
Namun,
Tanpa-Mu aku merana
Tanpa-Mu hidupku sia-sia
Tanpa-Mu aku tiada berguna
Cinta-Mu amat kudamba
Kasih-Mu amat kuasa
Sayang-Mu amat kucita
Ridho-Mu amat kupinta
Kurindu rangkul mesra-Mu
Kukangen kasih di peluk-Mu
Sayangku pada-Mu
Hidup matiku hanya untuk-Mu
Ada tangis di hati lara
Bukti kasih di hati hamba
Tuhan, terimalah puisi cintaku
Baca juga: Tiga Hal yang Melahirkan Taubat |
Siapakah Kau
Cericit nuri menggeliti
Hempasan bayu mendayu-dayu
Titik embun menjadi saksi
Bergulirnya air mata di pipi
Aku bingung,
Membaca sikapmu
Membaca perhatianmu
Membaca seluruh tingkahmu
Engkau bilang,
Tiada udang hendak dipanggang
Tiada alang untuk berjuang
Tapi sikap manismu tiada kepalang
Apalah arti kerlingan mata
Apalah arti untaian kata
Andai semua tiada makna
Andai semua hanyalah sandiwara
Sesak nafasku sampaikah ke dadamu
Isak tangisku sampaikah ke telingamu
Bergulirnya air mataku sampaikah ke penglihatanmu
Asaku, kau mau tahu rasaku
Adakah aku yang terlanjur sayang
Ataukah sikap dan tingkahmu yang keterlaluan
Ataukah engkau tiada berkeyakinan
Ataukah keberanianmu masih tersimpan
Siapakah kau
Siapakah dirimu
Apakah maksudmu
Apakah keperluanmu
Aku ragu dengan kenyataan
Aku bingung dengan keadaan
Aku tak tahu apa maumu
Aku tak faham apa keinginanmu
Aku lari, tak berarti
Aku menghindar, takkan pudar
Siapakah kau
Baca juga: Tubuh yang Mengancam: Apakah Dia Juga Lelaki? |
Kenapa Aku
Tanpa aku sadari
Kini hati terpatri lagi
Kini cinta bersemi lagi
Tapi,
Semua ini sering aku sesali
Kenapa ini terjadi lagi
Kenapa ini terulang lagi
Aku tak tahu pasti,
Adakah padanya cinta bersemi
Untukku yang mengharap dan menanti
Yang hanya ditemani mimpi-mimpi
Haruskah aku selalu tampil menawan
Walau lara yang selalu di hadapan
Haruskah aku lempar senyuman
Walau kecewa yang aku dapatkan
Tapi,
Aku merasa, dia yang memulai
Dia yang selalu menghampiri
Dia yang pertama memberi hati
Kenapa aku,
Apa yang sesungguhnya aku impikan
Apa yang sebenarnya aku harapkan
Darinya yang pertama beri perhatian
Kenapa aku mesti gelisah
Kenapa aku mesti resah
Kenapa aku mesti bersedih
Kenapa aku mesti menangis
Mungkin,
Terlanjur sudah hati terpaut
Terlanjur sudah cinta terkait
Terlanjur sudah harap membara
Kenapa aku berharap
Kenapa aku percaya
Kenapa aku terbuka
Bercerita tentang keluarga
Semoga semua bukan hanya cerita
Semoga semua sekedar kisah belaka
Tanpa tahu yang sesungguhnya
Tanpa menikmati yang sebenarnya
Baca juga: Seorang Pelacur yang Hafal Al-Qur’an |
Maafkanlah
Tatkala mentari mulai tenggelam
Langit pun berangsur terpulas hitam
Beriring gema Allahu Akbar
Kubangkit, terhentak, dan tersadar
Tatkala gemuruh takbir mengorek sepi
Beruntun mengalun membangunkan hati
Bersatu, terpadu, merayu di sisi keagungan Ilahi
Mengingatkan diri, rapuh, dhaif tak berarti
Tatkala nur syamsi telah padam
Lazuardi pun tak lagi menghias malam
Kuingin bertitip kalam dan salam
Memohon sejuta ampunan
Di hari fitri yang penuh makna
Aku pun teringat cerita lama
Kala kita masih bersama
Yang tak mungkin lepas dari dosa dan alfa
Karena itu
Kawan, kumohon padamu, maafkanlah aku
Kuminta padamu, doakanlah aku
Biar hari fitri, hati pun suci []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang puisi ini? Apakah Anda menyukainya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment