Assalamualaikum Rindu

Jika boleh dan bisa, ingin kuhapus tiga kata di dunia ini: Jarak, waktu, dan rindu2 min


Secangkir Kopi (Sumber: majalah.ottencoffee.co.id.)

Resep Cinta

Tuhan yang Agung,
Ampuni hamba-Mu
Yang tersesat pada resep masakkan tadi pagi

Kutemukan lesung pipinya
Pada setiap gelembung air
Yang mendidih oleh nyanyian rindu getar-getir tubuhku

Kumelihat lekung bibirnya
Pada bawang merah
Yang kupotong dengan senda dan senduku

Di atas cobek,
Kutaruh tomat separuh, cabai sepuluh
Sedikit petis tanpa terasi
Ditambah garam secukupnya
Kuhaluskan semuanya hingga tinggal kenangan

Dan di dapur senyap nan pengap ini
Bunyi-bunyi mulai sembunyi
Segalanya sunyi
Hanya terdengar suara air yang mendidih oleh kepalsuan
Diiringi sayur-sayur kasih sayang
Tiba-tiba terbesit di kepala
“Ini masak apa?”

Maaf Tuhan, hamba tersesat pada resep masakan cinta

Baca Juga: Puisi Cinta

 

Si Nelayan Malang

“Bapak, makan apa kita hari ini?”
“Ombak sedang galak-galaknya, Nak. Angin sedang tidak bersahabat”
Aku diam.
Jaring-jaring ikan ikut diam

Seperti ombak, seperti angin, seperti ikan
Bapak tak diam, ia terus bicara

“Besok ada bantuan dari negara,” kata Bapak
“Besok negara butuh bantuan,” kataku

“Selama negara memberi bantuan, PSBB berjilid-jilid pun Bapak siap” sambungnya.
“Itu Bapak, bagaimana denganku? yang harus menanggung berjilid-jilid rindu”
Kali ini Bapak diam, ia tahu ini rumit.

 

Masih Seperti Biasanya

Wanita itu
Masih seperti biasanya
Bedak tipis di wajah, lumrah seperti biasa
Namun satu hal yang janggal
Aku cemburu pada lipstik yang menempel di bibirnya.

Wanita itu
Masih seperti biasanya
Berkerudung anggun di setiap waktu
Senyum manis mengguyur taman rindu
Kilau mata menyinari bunga cinta
Tetap bertengger di lukisan indah yang bernama wajah

Wanita itu
Masih seperti biasanya
Harum menyerebak di sekujur tubuh
Pesona yang tak ada alasan untuk tidak terpana
Dan wanita itu, benar-benar masih seperti biasanya

Lalu aku,
Adalah skenario Tuhan
Yang dipaksa tanpa terpaksa
Oleh rasa yang hadir tak terencana
Kepada dia; wanita yang masih seperti biasanya.

Hai wanita seperti biasanya
Andai kau tahu
Jika boleh dan bisa, ingin kuhapus tiga kata di dunia ini:
Jarak, waktu, dan rindu

 

Baca Juga: Diri dan Sang Nabi

Jangan Sentuh

Aku punya duniaku
Jangan kau sentuh
Secuil bayang tidakkah cukup untuk kau raba
Bukti bahwa aku benar ada

Aku punya duniaku
Jangan kau sentuh
Atau kau ingin menderita
Dalam gelap cerita
Lalu mati sebelum menyesali

Aku punya duniaku
Jangan kau sentuh!

 

Secangkir Rindu

Secangkir kopiku pagi ini, kasih.
Kuminum tiga tegukan

Tegukan pertama, kutemui wajahmu merona
Tegukan kedua, kulihat senyummu merekah
Tegukan ketiga, kau menjelma cinta

Dan pada tegukan terakhir itu,
Aku terkapar tak sadar
Sedetik setelah kuingat wajahmu
Meronta memanggil rindu

 

Tikungan Asmara

Di persimpangan jalan itu aku lewat,
Jika bukan karna ada yang jatuh
Aku tak sudi menoleh,
Menatap,
Bahkan menetap
Sekedar mengambil
Lalu pamit terkeok-keok untuk belok
Pada tikungan yang aku namakan asmara. [AR]

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang puisi di atas? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! 

Anda juga membaca kumpulan puisi menarik lainnyadi sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.iddi sini!

 


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
1
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
4
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Moh. Jabir

Master

Tim Redaksi Artikula.id

2 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals