Jika Dirimu dan (mungkin) Diriku Sezaman dengan Sang Nabi
Beranikah sekarang ini mengira dirimu dan diriku sendiri ikut dan nurut sama dakwahnya
Jika diriku dan dirimu hidup di masa Nabi,
Ataukah dirimu atau juga diriku malah memuja Abu Jahal yang pemberani menegakkan hak-hak pemimpin suku yang unggul antara sekian suku,
Bisa jadi dirimu ataupun diriku adalah cecunguk-cecunguk kota,
bahkan kuli panggul di pasar-pasar, semua terancam oleh Abu Sufyan saat dirimu dan juga diriku mentang-mentang atau diam-diam mengidolakan Sang Nabi,
Atau mungkin saja dirimu juga diriku tidak mendengar atau terlintas sosok Sang Nabi samasekali, lantaran televisi dan gadget penyebar informasi tidak segiat seperti saat ini, hoax pun seperti kage bunshin no jutsu Naruto membelah dan berpencar kemana-mana
Akan tetapi puisi tetaplah pengandaian, yang jawabannya tidak mudah dipertanyakan, meski puisi ini seolah bertanya,
Maka mudahkanlah berbaik sangka dan pertajamlah rasa curiga, agar kewaspadaan-kembali lagi dirimu dan juga dirimu-tetap terjaga,
Namun janganlah mudah menghakim, siapa tahu kita inilah Abu Jahal dan Abu Sufyan yang membuat Sang Nabi sengsara pada masanya.
Sang Nabi Menyimpan Rahasia?
Tidak mudah menjadi Nabi, seperti itu ia terpilih dengan keadaan yang maha istimewa,
Bahkan setiap kali kita berusaha menempuh jalan kita saat ini, tetap tidak akan ada lagi, yang setara
Jika kita mau menipu mengaku-aku mendapat wahyu, maka yang percaya adalah yang dungu,
Sang Nabi adalah yang penuh rahasia, disembunyikannya yang lalu menjadi rahasia umum, rahasia yang seharusnya tak patut lagi dinamai rahasia,
Tugasnya ia umumkan kepada khalayak, seandainya ia seorang wali di jaman ini, maka ia dituduh sombong, karena wali adalah rahasia meskipun sang wali benar-benar seorang wali, tetapi tanda dan petanda tidak tersembunyi namun nyata manusia menjadi saksi
Namun sekali lagi, ia seharusnya adalah “rahasia”.
Pribadi Ini Bernama “Diri”
Walaupun jika kalian menepuk pundakku untuk menjatuhkan pribadi ini tersungkur, ia tetap bernama diri dan egonya bukan tubuh yang kau sungkurkan itu,
Pribadi ini bernama diri, jika kalian beri nama yang menghinakan atau kalian juluki dengan nada mencemooh, pribadi ini bernama diri yang tidak bisa kalian hina-rendahkan,
Karena Sang Nabi adalah pribadi yang dihinakan, namun diri Sang Nabi adalah yang paling unggul dan cahaya diri Sang Nabi menembus alam tak berbatas,
Seperti itulah kita meretas jalan, bukan untuk menjadi Nabi, namun sebagai diri yang serupa luhur sebagaimana Sang Nabi,
Lamongan, 4 Januari 2019
One Comment