Surat Asy-Syarh [94] Ayat 5-6: Selalu Ada Kemudahan Pada Setiap Kesulitan

Kadangkala kita beranggapan bahwa hidup hanya diisi oleh berbagai kesukaran, tanpa kemudahan sama sekali.3 min


Sumber gambar: news.berdakwah.net

Kita–manusia–seringkali mengeluh manakala mendapatkan kesulitan hidup. Kadangkala kita bahkan beranggapan bahwa hidup hanya diisi oleh berbagai kesukaran, tanpa kemudahan sama sekali. Akibatnya, kita sulit bersyukur dan menghargai nikmat hidup. Padahal Allah SWT telah menjanjikan bahwa selalu ada kemudahan pada setiap kesulitan.

Firman Allah SWT:

فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ (٥) اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ (٦)

Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 5-6).

Baca juga: Pendekatan dan Analisis dalam Penelitian Al-Qur’an dan Ilmu Tafsir

Menurut Quraish Shihab, dua ayat ini merupakan penegasan Allah SWT kepada Nabi Muhammad bahwa selalu ada kemudahan pada setiap kesulitan. Dia seakan berfirman, “Jika engkau telah mengetahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah itu (ayat 1-4), maka dengan demikian jelaslah bagimu–wahai Nabi agung–bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan yang besar, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar.”

Kata al-‘usr terulang di dalam Al-Qur’an sebanyak 4 kali, dan dalam bentuk derivasinya sebanyak 12 kali, Kata ini digunakan untuk sesuatu yang sangat keras, sulit atau berat. Misalnya, seorang wanita yang mengalami kesulitan melahirkan biasanya diistilahkan dengan a‘sarat al-mar’ah, unta yang liar dinamai ‘asir, dan tangan kiri yang biasanya sulit digunakan secara baik oleh seseorang dinamai a‘sar.

Sedangkan kata yusr terulang sebanyak 6 kali dan derivasinya disebutkan sebanyak 44 kali dalam Al-Qur’an. Tiga di antaranya bergandengan dengan kata ‘usr. Di dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata yusr digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang mudah, lapang, berat kadarnya atau banyak (seperti harta). berdasarkan pengertian itu kemudian muncul kata-kata lain seperti yasir (yang mudah), maisir (judi; cara mudah mendapatkan harta), dan sebagainya.

Melalui ayat tersebut, agaknya Allah SWT–menurut Quraish Shihab–bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-Nya yang bersifat umum dan konsisten, yakni “selalu ada kemudahan pada setiap kesulitan selama yang bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya.” Hal ini dibuktikan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau dianiaya, ditantang, disakiti, bahkan diboikot oleh penduduk Mekah. Namun kemudian datang kelapangan dan jalan keluar dari Allah.

Dilihat dalam konteks Nabi, surat as-Syarh seakan-akan menyatakan, “Kelapangan dada yang engkau peroleh wahai Nabi Muhammad, keringanan beban yang selama ini engkau rasakan, keharuman nama yang engkau sandang, itu semua disebabkan karena sebelum ini engkau telah mengalami puncak kesulitan. Namun engkau tetap tabah dan optimis, sehingga berlakulah bagimu sunnah (ketatapan Allah) yaitu, ‘selalu ada kemudahan pada setiap kesulitan’.”

Sebagian ulama tafsir memaknai ma‘a dalam surat asy-Syarh ayat 5-6 dalam arti bersama. Sedangkan sebagian ulama tafsir yang lain memaknainya dengan arti sesudah. Misalnya, pakar tafsir al-Zamakhsyari menjelaskan bahwa penggunaan kata ma‘a (bersama) namun bermakna sesudah adalah untuk menggambarkan betapa dekat dan singkatnya waktu antara kehadiran kemudahan dengan kesulitan yang sedang dialami.

Para ulama yang memahami makna ma‘a dalam arti sesudah–biasanya–merujuk antara lain kepada firman Allah SWT yang serupa maknanya dan menggunakan kata ba‘d, yaitu: “Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Al-Thalaq [65] ayat 7). Melalui munasabah dengan ayat ini, maka kata ma‘a dalam surat asy-Syarh ayat 5-6 sebenarnya bermakna sesudah (Tafsir Al-Misbah [15]: 361).

Kendati demikian, ulama tafsir yang memahami makna ma‘a dalam arti bersama tidak juga keliru, karena secara literal ayat itu memang menjelaskan bahwa betapapun beratnya kesulitan yang dihadapi, pasti ada kemudahan dalam kesulitan tersebut. Ayat ini memesankan agar manusia berusaha menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan dari setiap kesulitan, karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan.

Baca juga: Sejarah dan Pemetaan Model Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Literatur Tafsir (Ilmu Tafsir)

Ayat 5 di atas diulangi sekali lagi oleh ayat 6. Pengulangan tersebut–sebagaimana banyak pengulangan ayat-ayat pada periode Mekah–oleh para ulama dipahami sebagai penekanan, karena ketika itu Nabi Muhammad SAW sangat membutuhkannya dalam rangka mengokohkan jiwa beliau menghadapi tantangan masyarakat Mekah (Tafsir Al-Misbah [15]: 363).

Pada ayat 5 kata al-‘usr berbentuk definit (menggunakan alif dan lam), demikian pula pada ayat 6. Ini berarti kesulitan yang dimaksud pada ayat 5 sama halnya dengan kesulitan yang disebut pada ayat 6, berbeda dengan kata yusran (kemudahan). Kata tersebut tidak dalam bentuk definit, sehingga kemudahan yang dimaksud pada ayat 5 berbeda dengan kemudahan pada ayat 6.

Melalui analisa bahasa di atas, kita dapat memahami bahwa “setiap satu kesulitan akan disusul atau dibarengi dengan dua kemudahan.” Lebih jauh, Allah SWT secara implisit menegaskan melalui dua ayat tersebut bahwa kesulitan sebesar apapun yang dihadapi Nabi Muhammad secara khusus atau manusia secara umum, pasti akan dibarengi oleh kemudahan yang lebih besar dan tidak terbatas pada satu kemudahan.

Pengulangan kalimat pada ayat 5-6–menurut penulis–juga merupakan bentuk penegasan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan para pembaca Al-Qur’an bahwa selalu ada kemudahan pada setiap kesulitan (Tafsir al-Sa’adi). Dengan demikian kita harus yakin bahwa setiap kesulitan atau masalah pasti ada jalan keluar atau kemudahan di dalamnya sebagaimana janji Allah SWT. wallahualam bissawab.

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
1
Tidak Suka
Suka Suka
3
Suka
Ngakak Ngakak
1
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Rafi

Master

Nama saya Muhammad Rafi. Saya berasal dari Kalimantah selatan, lebih tepatny kota Amuntai, sebuah kota yang terkenal dengan itik panggang dan apamnya. Saya dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Kaludan Besar, pada tanggal 19 Juli 1997 bertepatan dengan 11 Rabiul Awal. Saya adalah anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Abdul Gani Majidi dan Maimunah. Dalam perjalanan pendidikan dan keilmuan, saya memiliki 2 basic, sekolah negeri dan pondok pesantren. Mulai dari MI dan SD, MTs, Aliyah dan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidyah Amuntai. Saat ini say sedang berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir sekaligus sebagai Mahas Santri di Pondok Pesantren LSQ ar-Rohmah Bantul.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals