Apa yang Disimpan oleh Sebagian dari Kita

Beberapa puisi berduri2 min


0
No Future
Ilustrasi: banksy.co.uk

Anomali

Tuhan bersemedi di dalam hati
Puan sibuk membenahi diri
Tuan mempertajam naluri menumpulkan nurani
Hamba hanya angin yang selalu mengembara
Menyambangi semua arah

Kami?
Kami hanyalah makhluk yatim piatu yang diaborsi dari rahim langit
Yang hingga saat ini hanya diam membeku seperti batu
Yang mabuk dengan serbuk polusi keadaan
Berpusing mencari dirinya sendiri

Yang muda membara dengan seberkas terik matahari
Yang menari-nari di tengah-tengah kebisingan antara siang dan malam
Di seputar intrik, caci maki, dan tudingan
Kemudian melemparkan tubuh dengan berjuta nafas keputus-asaan
Nafas yang berhembus dari mulut ke mulut
Mulut yang berbusa kemunafikan

Kami ini hanyalah bisu
Yang mencoba merobek-robek mulut sendiri
Dan membuka selebar-lebarnya
Untuk bicara … bicara … dan mendeklarasikan diri
“Ya inilah kami.”

Sebuah generasi yang akan hilang tapaknya
Tak membekas bayangnya
Yang melayang-layang diantara selaksa bintang
Kemudian jatuh: di dalam kotak-kotak pintar yang kami genggam sendiri

Di lokalisasi-lokalisasi
Di kedai-kedai tuak juga kopi
Mengambang di sinyal-sinyal wifi
Di diskotik
Room-room karaoke
Mabuk Wishkey, juga ekstasi
Berakhir di kurungan terali besi
Mati pun kami beroma basi
Menyusahkan diri orang-orang yang kami tinggali

Baca juga: Najis Itu Aku (Dan Beberapa Puisi Prosa)

Breaking News

Di televisi aku melihat
Seorang  pembawa acara sebuah berita
Menayangkan keadaanku hari ini;

“Sepasang kakak beradik yang hanya karena
mempunyai mimpi, dibunuh oleh pamannya sendiri,
agar ayah dan ibu mereka mendapatkan upah
dari hasil kematian mereka berdua.”

Lalu katamu;
“Itu tidak adil.
seorang manusia dibunuh hanya kerena mimpi,
itu tidak adil,
meski ayah dan ibu mereka mendapatkan upah.
begitu katamu.”
Sambil diam dan melihat berita di televisi itu.

Kemudian kau berangan menjadi malaikat pencabut nyawa
Menjemput ajal pamanmu,
Kau berpikir bagaimana cara mencabut nyawa paman

Paman dibekali kecerdasan buatan yang sistematis dan kontemporer,
Paman dibekali sebuah teknologi yang canggih,
Seperti google dia bisa menjadi asistenmu,
Dia akan menceritakan padamu
Bagaimana cara mengeluarkan isi kepala dengan benar,
Dia akan menceritakan bagaimana cara memotong
Lehermu dengan baik dan benar.

Tapi kini paman sudah mulai rusak,
Ia mulai pikun
Beberapa hari lalu ia menghapus kampung halamanmu
Di peta,
Ia ingin membuat lubang kakus raksasa sebelum kepergiannya.

Kau hanya perlu sabar,

Tuhan mencintai orang-orang yang sabar,
Tuhan menyukai gula jawa,
Tuhan menyukai kurma arab,
Tuhan menyukai susu putih,
Tuhan menyukai bencana alam.

Baca juga: Islam dan Puisi: Jalan Lain Menuju Tuhan

Sarapan Pagi Kita

Mengapa kita harus menghias diri
Dengan tulang-belulang mereka,
Membingkai bangkaimu,
Mandi menggunakan  keringat di tubuhnya,
Menambahkan kecap pada penderitaan nasi,
Membisiki kuping orang tuli,
Memaksa orang buta melihat,
Resah pada orang bisu yang tak bisa teriak,
Memaksa orang pincang berlari.

Matikan lampunya jika tak mengerti juga!

Sebungkus saja semangat,
Aku sudah penat,
Darah mengental padat,
Panas .

Siapkan mangkukmu!
Pagi ini,
Kita sarapan itu.

Editor: Andika S

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang puisi di atas? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! 

Anda juga membaca kumpulan puisi menarik lainnya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

0
Faridmerah

Buruh kedai kopi, yang mempunyai kesempatan istimewa, yakni kuliah untuk belajar agama - agama di dunia. seorang lelaki yang menangis, dan bercita - cita menjadi ibu yang baik bagi anak - anaknya.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals