Anomali
Tuhan bersemedi di dalam hati
Puan sibuk membenahi diri
Tuan mempertajam naluri menumpulkan nurani
Hamba hanya angin yang selalu mengembara
Menyambangi semua arah
Kami?
Kami hanyalah makhluk yatim piatu yang diaborsi dari rahim langit
Yang hingga saat ini hanya diam membeku seperti batu
Yang mabuk dengan serbuk polusi keadaan
Berpusing mencari dirinya sendiri
Yang muda membara dengan seberkas terik matahari
Yang menari-nari di tengah-tengah kebisingan antara siang dan malam
Di seputar intrik, caci maki, dan tudingan
Kemudian melemparkan tubuh dengan berjuta nafas keputus-asaan
Nafas yang berhembus dari mulut ke mulut
Mulut yang berbusa kemunafikan
Kami ini hanyalah bisu
Yang mencoba merobek-robek mulut sendiri
Dan membuka selebar-lebarnya
Untuk bicara … bicara … dan mendeklarasikan diri
“Ya inilah kami.”
Sebuah generasi yang akan hilang tapaknya
Tak membekas bayangnya
Yang melayang-layang diantara selaksa bintang
Kemudian jatuh: di dalam kotak-kotak pintar yang kami genggam sendiri
Di lokalisasi-lokalisasi
Di kedai-kedai tuak juga kopi
Mengambang di sinyal-sinyal wifi
Di diskotik
Room-room karaoke
Mabuk Wishkey, juga ekstasi
Berakhir di kurungan terali besi
Mati pun kami beroma basi
Menyusahkan diri orang-orang yang kami tinggali
Baca juga: Najis Itu Aku (Dan Beberapa Puisi Prosa) |
Breaking News
Di televisi aku melihat
Seorang pembawa acara sebuah berita
Menayangkan keadaanku hari ini;
“Sepasang kakak beradik yang hanya karena
mempunyai mimpi, dibunuh oleh pamannya sendiri,
agar ayah dan ibu mereka mendapatkan upah
dari hasil kematian mereka berdua.”
Lalu katamu;
“Itu tidak adil.
seorang manusia dibunuh hanya kerena mimpi,
itu tidak adil,
meski ayah dan ibu mereka mendapatkan upah.
begitu katamu.”
Sambil diam dan melihat berita di televisi itu.
Kemudian kau berangan menjadi malaikat pencabut nyawa
Menjemput ajal pamanmu,
Kau berpikir bagaimana cara mencabut nyawa paman
Paman dibekali kecerdasan buatan yang sistematis dan kontemporer,
Paman dibekali sebuah teknologi yang canggih,
Seperti google dia bisa menjadi asistenmu,
Dia akan menceritakan padamu
Bagaimana cara mengeluarkan isi kepala dengan benar,
Dia akan menceritakan bagaimana cara memotong
Lehermu dengan baik dan benar.
Tapi kini paman sudah mulai rusak,
Ia mulai pikun
Beberapa hari lalu ia menghapus kampung halamanmu
Di peta,
Ia ingin membuat lubang kakus raksasa sebelum kepergiannya.
Kau hanya perlu sabar,
Tuhan mencintai orang-orang yang sabar,
Tuhan menyukai gula jawa,
Tuhan menyukai kurma arab,
Tuhan menyukai susu putih,
Tuhan menyukai bencana alam.
Baca juga: Islam dan Puisi: Jalan Lain Menuju Tuhan |
Sarapan Pagi Kita
Mengapa kita harus menghias diri
Dengan tulang-belulang mereka,
Membingkai bangkaimu,
Mandi menggunakan keringat di tubuhnya,
Menambahkan kecap pada penderitaan nasi,
Membisiki kuping orang tuli,
Memaksa orang buta melihat,
Resah pada orang bisu yang tak bisa teriak,
Memaksa orang pincang berlari.
Matikan lampunya jika tak mengerti juga!
Sebungkus saja semangat,
Aku sudah penat,
Darah mengental padat,
Panas .
Siapkan mangkukmu!
Pagi ini,
Kita sarapan itu.
Editor: Andika S
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang puisi di atas? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga membaca kumpulan puisi menarik lainnya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments