Salat 5 Waktu dalam Al-Qur’an, Apakah Dijelaskan?

Al-Qur’an tidak ada menyebutkan secara rinci tentang kewajiban salat di lima waktu seperti yang diyakini oleh umat Islam.2 min


10
6 shares, 10 points
gambar: ceramah.org

Salat 5 Waktu merupakan ibadah yang paling awal disyari’atkan  dalam Islam dan mempunyai kedudukan yang paling penting dari rukun Islam yang ada. Perintah untuk melakukan salat terdapat di dalam Al-Qur’an, diantaranya seperti yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 43, “Dirikanlah salat dan tunaikan zakat.” Begitu juga misalnya isyarat yang ada di dalam surah Al-Hajj ayat 77, “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, dan sujudlah kamu, sembahlah Rabb-mu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapatkan kemenangan.”

Adapun tentang waktu kewajiban salat, Al-Qur’an tidak ada menyebutkan secara rinci tentang kewajiban salat di lima waktu seperti yang diyakini oleh umat Islam. Lantas dari manakah landasan kewajiban tersebut?

Mengenai lima waktu yang diwajibkan tersebut Al-Qur’an pada dasarnya hanya memaparkannya secara tersirat. Hal tersebut seperti yang tertulis dalam QS. Hud (11):114 atau ilustrasi Al-Qur’an seperti yang terdapat di dalam surah Al-Isra’ ayat 78 mengenai tiga waktu diwajibkan salat, “Dirikanlah salat sejak sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah juga salat) fajar (subuh). Sesungguhnya salat fajar (subuh) disaksikan (oleh malaikat).”

Secara letterlijk ayat di atas hanya menyebutkan tiga waktu diwajibkan salat, yakni waktu dulukasy-syams (sesudah matahari tergelincir), waktu ghasaqil lail (gelapnya malam), dan waktu yang ketiga adalah waktu fajar atau subuh yang disebut dalam ayat dengan qur-anal fajri.

Inilah yang menjadi keistimewaan ayat ini dibandingkan ayat lainnya. Hal ini karena yang disebutkan dalam ayat adalah ibadah wajib. Sedangkan penyandaran pada waktunya menunjukkan akan sebab wajibnya mendirikan salat dan sekaligus menjadi syarat wajib dan sahnya salat (Yusuf, 2011:42-43).

Berkenaan dengan kata “al-duluk” yang tertulis pada ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat mengenai maksud kata tersebut. Ada yang berpendapat bahwa “al-duluk” yakni sesudah matahari terbenam. Hal ini dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud, Mujahid dan Ibnu Zaid. Sedangkan pendapat lainnya, misalnya oleh Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar berpendapat bahwa “al-duluk berarti tergelincirnya matahari.”

Menurut al-Azhari, kata al-duluk itu tepat diartikan dengan makna tergelincirnya matahari di tengah hari. Dengan demikian makna penggalan ayat “Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam”, seperti dijelaskan di dalam surah al-Isra’ ayat 78 tersebut merangkum empat waktu salat wajib, yakni salat Zuhur, ‘Ashar, Maghrib, dan Isya’.

Adapun kalimat “Ila ghasaqi al-lail”, menurut Ibnu Katsir berarti gelapnya malam. Ada yang menyatakan bahwa dimulai dari terbenamnya matahari tersebut adalah waktu-waktu Zuhur, ‘Ashar, Maghrib, dan ‘Isya’. Sedangkan menurut pendapat lain, ghasaq al-lail adalah awal malam.

Pada mulanya, ungkapan tersebut diambil dari ungkaan “ghasaq al-‘ain” yang berarti cucuran air mata, yang menyebabkan pandangan terasa gelap karena derian air mata itu. Dengan demikian, maka tafsiran ayat ini berarti “kerjakanlah salat itu sejak tengah hari sampai datang kegelapan malam”.

Waktu terakhir yang disebutkan dalam ayat ini dijelaskan dengan menggunakan kalimat وقران الفجر. Kalimat ini diartikan dengan salat subuh. Menurut sebagian ulama, salat subuh dijuluki dengan Al-Qur’an secara khusus ialah disebabkan karena Al-Qur’an menempati posisi yang paling santral ketika memasuki waktu salat subuh, karena bacaan Al-Qur’an di waktu salat subuh umumnya relatif panjang dan dibaca secara jahr.

Keutamaan salat Subuh tersebut juga dijelaskan di akhir ayat dengan kalimat “Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” Hal ini juga terdapat di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda, “keutamaan salat berjamaah atas salat sendiri adalah dua puluh lima derajat. Para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada salat subuh.”

Dengan demikian, meskipun di dalam ayat ini secara tersurat hanya disebutkan tiga waktu, namun secara tersirat penggunaan kalimat yang menjelaskan waktu tersebut telah mencakup lima waktu salat, yang menjadi sebab wajibnya melaksanakan salat. Hal ini karena masuknya waktu salat merupakan syarat sahnya salat dan yang menjadi sebab salat itu diwajibkan bagi orang yang beriman. Penyiratan waktu-waktu ini pada akhirnya bisa ditemukan dalam hadis-hadis Nabi.

Wallahu’alambishshowab.


Like it? Share with your friends!

10
6 shares, 10 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
8
Sedih
Cakep Cakep
18
Cakep
Kesal Kesal
10
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
11
Tidak Suka
Suka Suka
80
Suka
Ngakak Ngakak
19
Ngakak
Wooow Wooow
25
Wooow
Keren Keren
24
Keren
Terkejut Terkejut
12
Terkejut
Ichwatin Mahmudah
Ichwatin Mahmudah adalah mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasyim Riau.

6 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

  1. Syi’ah yang pengertiannya diikuti umat Kristen dan umat Islam secara umum menyatakan dasar shalat hsnya 3 (tiga) waktu, Mereka lupa dengan firman Allah dalam Surat Thaha ayat 130 perihal shalat 5 (lima) waktu.

    1. Maka sabarlah engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum matahari terbit, dan sebelum terbenam; dan bertasbihlah (pula) pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari, agar engkau merasa tenang.

      Tuh Surat Thaha 130 mana maksud loe perihal shalat 5 waktu.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals