Fenomena pemukulan suami terhadap istri menjadi perbincangan yang cukup dilematis belakangan ini. Adanya ayat Al-Qur’an yang bermakna “pukullah istri-istrimu” dalam Q.S. An-Nisa’: 34 menjadikan mayoritas kita beranggapan bahwa memukul istri merupakan hal lazim yang dilakukan suami apabila sang istri membangkang dan tidak menuruti keinginan suami.
Dari kegelisahan tersebut, penting kiranya untuk dilakukan sebuah pembacaan ulang Surah An-Nisa’ ayat 34, guna menjawab simpang siur mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang marak terjadi dalam konteks kehidupan modern.
Surah An-Nisa’ Ayat 34
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Terjemah: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjada diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.”
Berdasarkan ayat di atas, Islam menganggap bahwa kedudukan laki-laki (suami) dalam rumah tangga menempati posisi sebagai kepala keluarga yang memiliki wewenang untuk memimpin. Ayat ini juga membenarkan suami untuk mengambil beberapa tindakan jika istrinya membangkang, di antaranya suami boleh memukul istrinya sebagai edukasi agar tidak membangkang.
Meskipun ayat tersebut memiliki banyak penafsiran di kalangan ulama, akan tetapi mayoritas ulama juga menempatkan hak memukul sebagai tindakan kekerasan yang dimiliki suami terhadap istri (Ridwan, 2006).
Baca juga: Apakah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri |
Definisi Membangkang dan Memukul
Dalam Islam, sikap membangkak disebut dengan Nusyuz, yang berarti meninggi atau terangkat. Perilaku Nusyuz (membangkang) yang dilakukan oleh istri terhadap suami, berarti istri telah merasa lebih tinggi kedudukannya dari suami, sehingga istri tidak lagi merasa untuk mematuhi suaminya.
Secara garis besar, nusyuz diartikan sebagai kedurhakaan istri terhadap suami atas perintah yang diwajibkan Allah sebagai seorang istri (Supriatna dkk, 2009).
Memukul adalah salah satu bentuk penyerangan fisik terhadap anggota badan orang lain yang dilakukan untuk melindungi diri. Dalam memberi sanksi hukum yang dilakukan suami terhadap istri, Islam membenarkan salah satunya melalui cara memukul.
Hal ini juga berkenaan dengan adanya frasa “wadhribuhunna” yang berarti “pukullah” dalam Surah An-Nisa’ ayat 34.
Relevansi Nusyuz dengan Perilaku Memukul
Ketika istri membangkang, suami diperbolehkan untuk memukul istri. Ulama fiqih berpendapat bahwa pemukulan tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu pukulan yang tidak mengalirkan darah dan mematahkan tulang.
Selain itu, pukulan tidak boleh mengenai wajah, karena memukul wajah berarti telah merendahkan martabat dan melukai harga diri sang istri.
Kriteria hukum pemukulan, yakni pukulan yang mendidik dan membuatnya jera serta tidak mengakibatkan cacat.
Imam Syafi’I berkata dalam kitab al-Umm: “Dalam memukul tidak boleh sampai batas had atau hukuman tindak kriminal, tidak mengakibatkan luka, berdarah, dan menghindari wajah sehingga tidak sampai cacat anggota tubuhnya.”
Pendapat Para Ulama
Imam Al-Qurtubi berkata: “Memukul pada ayat ini, memukul yang bermaksud memperbaiki akhlak (memukul sekiranya saja) bukan secara terang-terangan yaitu pukulan yang sekiranya tidak sampai melukai tulang dan tidak membuat luka, jika sampai melukai maka wajib bagimu denda.”
Ali Ash-Shabuni berkata: “Pukulan yang tidak terlalu keras, yang dapat memberikan pelajaran tapi tidak terlalu menyakiti. Pemukulan yang tidak terlalu keras, tidak melukai yang gunanya untuk meluluhkan syetan pembisik dada dan kepalanya.”
Rasyid Ridha berpendapat, perintah memukul istri bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan akal dan fitrah. Memukul diperlukan jika keadaan sudah buruk dan akhlak istri sudah rusak. Suami boleh memukul istri ketika suami melihat bahwa rujuknya istri hanya dengan cara dipukul.
Akan tetapi, jika keadaan sudah membaik dan istri sudah tidak nusyuz (membangkang) lagi, cukup dengan cara menasehatinya.
Al-Maraghi berkata: “Suami boleh memukul, asal pukulan itu tidak menyakiti atau melukai, seperti memukul dengan tangan atau dengan tongkat kecil.”
M.Quraish Shihab juga senada dengan pendapat para ulama di atas, beliau mengatakan: “Memukul di sini adalah pukulan yang tidak menyakitkan agar tidak mencederainya, namun menunjukkan sikap tegas.”
Pemukulan suami terhadap istri yang membangkang dalam hukum Islam hukumnya mubah (boleh). Pemukulan yang dimaksud ialah pukulan yang tidak menimbulkan perasaan rendah diri, hilang kepercayaan diri, rasa sakit, luka berat, atau bahkan mengakibatkan kematian pada korban.
Pemukulan suami terhadap istri hendaknya dilakukan ketika dalam keadaan darurat, artinya ketika akhlak sang istri sudah tidak bisa dibenahi kecuali dengan cara memukulnya. Namun suami yang terhormat ialah suami yang tidak akan memukul istrinya, seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai laki-laki mulia dan penuh kearifan yang tidak pernah memukul istri-istrinya.
Baca juga: Membaca Kembali Hadis tentang Prinsip Kesalingan Pasangan |
Referensi:
Ida Marfungatus Sabrina, Skripsi: “Pemukulan Suami Terhadap Istri yang Nusyuz (Studi Komparatif Peraturan Perundangan-Undangan dan Hukum Islam)”, (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2017).
Muhammad Asnawi, Skripsi: “Pemukulan Suami Terhadap Istri yang Nusyuz Perspektif Gender (Studi Kompilasi Hukum Islam & Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam”, (Salatiga: IAIN Salatiga, 2020).
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Purwokerto: Pusat Studi Gender (PSG) STAIN Purwokerto, 2006.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Supriatna dkk, Fiqih Munakahat II, cet.1. Yogyakarta: Teras, 2009.
Suryani dan Zurifah Nurdin, Kebolehan Suami Memukul Istri Karena Nusyuz (Studi Terhadap Pemahaman Masyarakat Tentang Surah al-Nisa’ Ayat 34 di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu), el-Afkar, Vol.9, No.1, 2020.
Editor: Sukma W.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments