Cambridge di Sekolah Islam: Modernitas dan Identitas

bagaimana menjaga keseimbangan antara tuntutan pendidikan internasional dan nilai-nilai Islam yang menjadi dasar pendidikan di sekolah tersebut.6 min


Sumber foto: Pexels.com

Pendidikan Islam di Indonesia memiliki akar yang kuat dalam tradisi pesantren, madrasah, dan sekolah Islam lainnya yang telah lama berperan dalam mencetak generasi Muslim yang memiliki karakter islami. Pendidikan di lembaga-lembaga ini bertujuan untuk tidak hanya mencetak siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga mendalam pemahaman dan praktik agama Islam (Azra, 1999: 46-52). Di sinilah nilai-nilai luhur Islam ditanamkan sejak dini, membentuk individu yang tidak hanya berkompeten dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki akhlak yang baik sesuai ajaran agama.

Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, tantangan baru muncul. Sekolah-sekolah Islam mulai merasa perlu untuk memodernisasi sistem pendidikan mereka agar dapat bersaing dengan sekolah-sekolah umum, yang menawarkan kurikulum internasional yang dianggap lebih adaptif terhadap perubahan zaman (Golding and Kopsick 2019: 7-17). Salah satu kurikulum yang semakin populer adalah kurikulum Cambridge, yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan ini.

Maraknya penggunaan kurikulum Cambridge di sekolah Islam dapat dilihat sebagai respons terhadap perubahan global yang tak terhindarkan, di mana modernitas dan kemajuan teknologi menjadi faktor dominan yang memengaruhi pola pikir masyarakat. Sekolah Islam menghadapi tuntutan untuk memperbarui pendekatan pendidikan mereka agar sesuai dengan harapan global, di mana siswa perlu memiliki kompetensi yang mampu bersaing secara internasional (Hidayat, 2019: 69-73). Namun, ini juga memicu ketegangan antara modernitas dan tradisi. Di satu sisi, adopsi kurikulum Cambridge dapat dilihat sebagai langkah untuk menjembatani kesenjangan pendidikan yang ada, sementara di sisi lain, hal ini dapat dianggap sebagai ancaman terhadap homogenitas budaya Islam yang selama ini dijaga.

Baca Juga: Penciptaan Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam

Kurikulum Cambridge: Apa yang Menarik

Kurikulum Cambridge menawarkan pendekatan pendidikan yang berbasis pada pembelajaran yang lebih fleksibel dan berorientasi pada perkembangan anak secara menyeluruh. Dibandingkan dengan kurikulum nasional Indonesia, yang lebih terfokus pada pembelajaran berbasis pengetahuan dan ujian, kurikulum Cambridge memberikan lebih banyak ruang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, serta kemampuan menyelesaikan masalah. Dengan menggunakan standar internasional, kurikulum ini dianggap lebih mampu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global (Ramadianti, 2022: 29-33).

Bagi banyak sekolah Islam di Indonesia, penerapan kurikulum Cambridge menawarkan kesempatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing mereka di tingkat internasional. Kurikulum ini lebih bersifat inklusif dan dapat diadaptasi dengan berbagai kondisi sosial dan budaya di Indonesia, memberikan fleksibilitas dalam pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh lembaga pendidikan Islam (Mahmudah, 2023: 84-91).

Selain itu, dengan adanya kurikulum Cambridge, siswa di sekolah Islam memiliki peluang untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri dengan memanfaatkan sertifikat yang diakui secara global. Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi orang tua yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka, sekaligus membuka pintu bagi kesempatan pendidikan yang lebih luas di luar negeri (Zahra & Fajaria, 2022: 101-108).

Dalam konteks yang lebih luas, sekolah Islam menjadi arena kontestasi antara identitas lokal dan nilai-nilai global. Penerapan kurikulum internasional seperti Cambridge dapat mengubah pola hubungan sosial di sekolah, memengaruhi cara siswa memandang dunia, dan bagaimana mereka menegosiasikan identitas mereka sebagai Muslim Indonesia. Siswa yang dididik dengan kurikulum Cambridge mungkin mulai menginternalisasi nilai-nilai yang lebih sekuler dan rasional, yang meskipun dapat memperkaya wawasan mereka, juga berpotensi membuat mereka terpisah dari akar tradisional mereka. Aspek spiritual dan religiusitas, yang menjadi ciri khas pendidikan Islam, mungkin saja menjadi lebih longgar ketika fokus pendidikan bergeser ke arah kompetensi global.

Tantangan Terhadap Identitas Pendidikan Islam

Namun, meskipun ada banyak keuntungan yang ditawarkan oleh kurikulum Cambridge, penerapan kurikulum ini di sekolah Islam Indonesia tidak terlepas dari tantangan besar. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara tuntutan pendidikan internasional dan nilai-nilai Islam yang menjadi dasar pendidikan di sekolah tersebut. Kurikulum Cambridge, meskipun berbasis pada pengetahuan ilmiah yang luas, tidak dirancang khusus untuk mempertimbangkan aspek-aspek spiritual dan moral yang sangat penting dalam pendidikan Islam.

Di banyak sekolah Islam, pembelajaran agama dan karakter menjadi aspek utama dalam pembentukan pribadi siswa. Hal ini menjadi bagian integral dalam kurikulum mereka, yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik tetapi juga pada pembentukan akhlak dan pemahaman agama yang kuat (Nata, 2012: 162-169). Dengan penerapan kurikulum Cambridge yang lebih menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi, tidak jarang sekolah Islam merasa kesulitan untuk menyisipkan pendidikan agama yang cukup dalam kurikulum tersebut.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah pendidikan Islam yang menekankan pada nilai-nilai moral dan agama akan tergerus oleh kurikulum yang lebih berfokus pada pencapaian akademik dan globalisasi ini? Tidak sedikit pengkritik yang khawatir bahwa dengan mengadopsi kurikulum Cambridge secara penuh, sekolah Islam akan kehilangan identitasnya sebagai lembaga yang mendidik generasi Muslim dengan prinsip-prinsip Islam yang kuat. Pembelajaran agama yang seharusnya menjadi fondasi pendidikan di sekolah Islam bisa jadi tidak lagi menjadi prioritas utama.

Perspektif Sosial dan Ekonomi

Dalam konteks yang lebih luas, adopsi kurikulum Cambridge di sekolah Islam juga menimbulkan pertanyaan mengenai ketimpangan sosial dan ekonomi. Kurikulum ini seringkali membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan kurikulum nasional, yang menjadi tantangan besar bagi orang tua dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Meskipun ada banyak sekolah Islam yang mengadopsi kurikulum Cambridge, kenyataannya tidak semua lapisan masyarakat dapat mengakses pendidikan semacam ini.

Pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi setiap anak, termasuk pendidikan agama, dapat menjadi semakin terbatas bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya pendidikan yang tinggi. Dalam hal ini, pendidikan Islam di Indonesia harus terus berupaya untuk memberikan akses yang merata kepada semua kalangan, tanpa memandang status sosial dan ekonomi.

Penerapan kurikulum Cambridge di sekolah Islam juga membawa dimensi ekonomi yang penting untuk diperhatikan. Sistem pendidikan yang semakin mahal dapat menciptakan lapisan baru dalam masyarakat, di mana hanya mereka yang memiliki akses ke sumber daya yang cukup dapat menikmati pendidikan berkualitas tinggi (Alam, 2018: 237-244). Hal ini berisiko memperkuat ketimpangan sosial dan memisahkan masyarakat Muslim ke dalam kelas-kelas ekonomi yang berbeda. Pendidikan yang seharusnya inklusif dan merata justru dapat menjadi sumber eksklusivitas yang mempersulit mobilitas sosial bagi mereka yang kurang mampu. Ini menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem pendidikan bukan hanya soal akademik, tetapi juga soal distribusi kekuasaan dan sumber daya dalam masyarakat.

Dalam kerangka antropologis, kita dapat memahami bahwa penerapan kurikulum Cambridge di sekolah Islam merupakan bagian dari proses yang lebih besar dalam globalisasi pendidikan, di mana praktik-praktik pendidikan global berinteraksi dengan norma-norma lokal, menghasilkan hibriditas budaya yang kompleks (Nilan, 2009: 219-227). Identitas pendidikan Islam tidak akan hilang begitu saja, tetapi akan terus berkembang dan bertransformasi sesuai dengan konteks sosial-budaya yang berubah. Namun, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk menjaga agar proses ini tetap berakar pada prinsip-prinsip Islam, sehingga pendidikan yang diberikan tidak hanya menghasilkan individu yang kompeten secara akademis, tetapi juga sadar akan tanggung jawab moral dan spiritual mereka.

Baca Juga: Transformasi Sistem Pendidikan Pesantren di Era Pandemi Covid-19

Antara Modernitas dan Identitas Pendidikan Islam

Secara keseluruhan, penerapan kurikulum Cambridge di sekolah Islam Indonesia adalah langkah yang menarik dan relevan untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjaga identitas pendidikan Islam yang kental dengan nilai-nilai agama dan karakter. Sekolah Islam di Indonesia perlu menemukan cara untuk mengintegrasikan kedua aspek ini dengan bijaksana, agar tidak mengorbankan kualitas pendidikan agama dan moral yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam pembentukan karakter siswa.

Situasi di atas mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah proses yang melibatkan negosiasi terus-menerus antara aktor-aktor yang terlibat, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat. Setiap upaya untuk memadukan kurikulum internasional dengan nilai-nilai Islam harus melibatkan dialog dan partisipasi dari komunitas Muslim setempat. Proses ini tidak bisa hanya dipaksakan dari atas (top-down) oleh pemerintah atau institusi pendidikan, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan, harapan, dan tradisi budaya masyarakat setempat (Parker and Raihani 2011: 712-724). Pengalaman pendidikan tidak terlepas dari realitas sosial dan ekonomi siswa, yang turut menentukan bagaimana mereka menerima dan menginternalisasi perubahan yang dibawa oleh kurikulum internasional.

Pendidikan Islam di Indonesia harus terus berkembang, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang sudah ada. Di sinilah pentingnya pendekatan yang lebih fleksibel dan adaptif, di mana sekolah-sekolah Islam dapat memanfaatkan kurikulum Cambridge tanpa mengesampingkan nilai-nilai agama. Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia dapat tetap relevan dengan perkembangan zaman, tetapi tetap mempertahankan karakter dan identitasnya yang unik sebagai pendidikan berbasis agama.

Dengan demikian, tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh kurikulum Cambridge di sekolah Islam di Indonesia bukan hanya soal pedagogis, tetapi juga soal keberlanjutan budaya. Di sinilah pentingnya pendekatan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek akademik, tetapi juga memperhatikan dinamika sosial-budaya masyarakat Muslim. Sekolah Islam harus mampu berinovasi tanpa kehilangan esensi identitasnya, menjaga keseimbangan antara modernitas dan warisan budaya yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan komunitas Muslim di Indonesia.

Referensi

Alam, Lukis. 2018. “Popular Piety  and the Muslim Middle Class Bourgeoisie in Indonesia.” Al-Albab 7, no.  2. https://doi.org/10.24260/alalbab.v7i2.1039.

Azra, Azzumardi. 1999. Pendidikan  Islam Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Wacana Ilmu:  Jakarta. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Golding, David, and Kyle Kopsick.  2019. “The Colonial Legacy in Cambridge Assessment Literature Syllabi.” Curriculum  Perspectives 39: 7–17.

Hidayat, Toni, Diana  Rochintaniawati, and Ghery Priscylio. 2019. “Manakah Yang Lebih Mengembangkan  HOTS, Kurikulum 2013 Atau Cambridge Curriculum?” Natural: Jurnal Ilmiah  Pendidikan IPA 6, no. 2. https://doi.org/10.30738/natural.v6i2.5862.

Zahra Nabilla, and Nurul Hasanah  Fajaria. 2022. “Cambridge Curriculum Implementation at SMP Madina Islamic  School.” Akademika 11, no. 01: 101–12.  https://doi.org/10.34005/akademika.v11i01.1932.

Mahmudah, Mahmudah, and Adhan  Kholis. 2023. “THE IMPLEMENTATION OF ENGLISH BRIDGING PROGRAM ADAPTING  CAMBRIDGE CURRICULUM FOR PRIMARY SCHOOL.” Prominent 6, no. 2.  https://doi.org/10.24176/pro.v6i2.10185.

Nata, Abuddin. 2012. “Manajemen  Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia – Prof. Dr. H.  Abuddin Nata , M.A. – Google Buku.” Kencana. 2012.

Nilan, Pam. 2009. “The ‘spirit of  Education’ in Indonesian Pesantren.” British Journal of Sociology of  Education 30, no. 2: 219–32. https://doi.org/10.1080/01425690802700321.

Parker, Lyn, and R. Raihani. 2011.  “Democratizing Indonesia through Education? Community Participation in Islamic  Schooling.” Educational Management Administration and Leadership 39,  no. 6: 712–32. https://doi.org/10.1177/1741143211416389.

Ramadianti, Astria Ayu. 2022.  “Studi Literatur: Analisis Implementasi Kurikulum Cambridge Pada Pembelajaran  Di Sekolah Dasar.” Pedagogi: Jurnal Pendidikan Dasar 10, no. 1.

Editor: Ahmad Mufarrih
 _ _ _ _ _ _ _ _ _

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
l_u_k_i_s

Master

Penulis merupakan peminat isu-isu kritis yang sedang mengemuka dan menyukai kajian-kajian lintas disiplin keilmuan, baik agama maupun sosial. Penulis menyelesaikan jenjang Pascasarjana baik Magister dan Doktoral di dalam negeri. Kebetulan diraih dengan predikat Cumlaude. Di samping itu, penulis pernah berkesempatan memperluas wawasan dan jejaring pengetahuan dengan mengikuti short course dan presentasi akademik di beberapa negara seperti di Singapura, Thailand, Philipina, Malaysia dan Amerika.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals