Tempo hari ramai beredar di WAG, video penceramah berbicara soal korona yang telah ditetapkan oleh WHO pada 12/3/2020 sebagai wabah pandemik dunia. Wabah ini muncul pada akhir tahun 2019 di Wuhan, China, yang menewaskan manusia dengan jumlah yang besar.
Semua orang tiba-tiba merasa berhak berbicara tentang wabah ini. Alih-alih menyerahkan hal ini kepada ahlinya, banyak orang merasa memiliki mimbar sendiri untuk berkhotbah. Tak terkecuali para agamawan.
Pandangan para pemuka agama pun jamak berbeda. Ada yang menyerahkan hal ini kepada ahlinya, yakni para saintis atau dokter. Ada yang memandang bahwa wabah ini adalah rahmat Tuhan. Ada pula yang memandang bahwa wabah ini adalah azab yang diturunkan Tuhan kepada etnis China atas kezaliman mereka kepada etnis muslim Uighur.
Baca juga: Ijtihad Kolektif di Akar Rumput yang Mendebarkan
Itu pandangan umum para pemuka agama (Islam) dari berbagai sudut pandang terhadap wabah ini di seluruh dunia. Akan tetapi tampaknya terlalu luas jika membicarakan itu. Kita perkecil peta bahasan ini hanya tertuju pada satu negara yang kemenyek menertawakan wabah ini, mulai dari para elit pejabat hingga wong cilik di pos kamling, yakni Indonesia. Ya, negara yang tidak akan terpapar virus korona karena manusianya sering makan nasi kucing, katanya.
Ihwal korona menjadi bahan olok-olokan ini tak lain adalah ketika wabah sudah menyebar ke mana-mana, sedangkan di Indonesia masih aman-aman saja. Belum ada warga Indonesia yang terdeteksi tepapar virus ini.
Bukan Indonesia namanya kalau tidak santuy warganya, termasuk pejabat elit pemerintahnya. Bahkan ada juga yang berseloroh “orang yang kena virus korona bisa sembuh dengan dikerokin.” Dikira masuk angin, apa?
Tapi ya sudahlah. Toh akhirnya mereka menelan ludah sendiri, kan? Wabah terlanjur merebak di Indonesia secepat dan sehalus candaan mereka tanpa mereka sadari. Tiba-tiba saja ada satu orang dinyatakan positif terpapar virus. Dyarrr.. lalu segera menyebar secepat Ifrit memindahkan kerajaan Sulaiman.
Walau sudah menelan ludah. Orang Indonesia juga belum puas untuk bermain ludah kedua kalinya. Giliran para agamawan yang memainkannya.
Baca juga: Wabah Corona dan Imaji Religiositas yang Timpang
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut warga Indonesia tentu menjadi arus utama dalam belantika topik pembicaraan di media apa pun, baik elektronik maupun cetak. Hal itu membuat umat Muslim merasa memiliki mimbar paling tinggi untuk menyuarakan isi kepalanya.
Umat Islam di Indonesia tidak sepenuhnya sama dalam nalar berpikirnya. Mengacu pada ungkapan seorang sarjana muslim Indonesia, Aksin Wijaya, umat Islam Indonesia terbagi menjadi tiga tipologi, yakni eksklusif, inklusif dan pluralis. Bahasan mendalam mengenai ketiga tipologi tersebut dapat ditemukan di buku beliau, Kontestasi Merebut Kebenaran Islam di Indonesia.
Ketiga tipologi tersebut adalah dasar yang digunakan Aksin dalam analisis kritis atas argumen pemikiran Islam di Indonesia. Dari situlah nalar berislam seseorang dapat diketahui. Termasuk, bagi saya, cara pandang seseorang atas wabah ini dapat diketahui melalui tiga tipologi itu.
Dengan mengacu metode analisis di atas, maka dapat dilihat dari cara pandang Islam eksklusif diwakili oleh mereka yang mengatakan bahwa wabah ini adalah konspirasi Yahudi yang ingin memusnahkan manusia dan hanya menyisakan sekian juta manusia. Apapun yang terjadi di dunia dan melibatkan umat muslim maka akan dicap adanya peran Yahudi di balik itu.
Termasuk juga yang beropini korona ini adalah tentara yang diturunkan Tuhan untuk menyerang pemerintah China yang telah menindas etnis muslim Uighur dan seterusnya. Anggapan seperti itu muncul karena tipologi ini menggunakan metode berpikir dialektika-dikotomis yang menilai agama yang benar hanyalah Islam, non-Islam adalah salah dan sesat.
Baca juga: Apakah Saya akan Mati karena Corona?
Kemudian dua tipologi terakhir tidak jauh berbeda di antara keduanya dalam memandang wabah ini. Tipologi Islam inklusif ini diwakili oleh mereka yang mengatakan bahwa wabah ini adalah rahmat Tuhan. Tipologi ini lebih memilih menghindari sikap menyalahkan pihak lain. Misalnya menyalahkan kebiasaan orang China yang doyan memakan daging kelelawar dan seterusnya. Dengan menggunakan metode berpikir dikotimis-inklusif, mereka bersikap terbuka dan tidak menyalahkan orang non-muslim sebagai penyebab. Kendati meyakini bahwa agama yang benar hanyalah Islam.
Sementara itu, tipologi Islam pluralis diwakili oleh mereka yang mengatakan bahwa wabah ini adalah fenomena alam berupa aktivitas geologi dan biologi yang menunjukkan bumi yang kita tinggali ini hidup, di samping tetap mempercayai semua tak luput dari takdir Tuhan. Mereka menggunakan metode berpikir demonstratif-pluralis yang menghasilkan sikap toleransi dan penerimaan aktif dan positif terhadap orang lain.
Masih ada lagi? Ya. Masih. Saya bingung mengelompokkan pendapat ini ke dalam tipologi yang mana. Yaitu pendapat yang mengatakan bahwa wabah ini bisa masuk ke Indonesia karena pemerintah Indonesia tidak mau memulangkan junjungannya yang bertahun-tahun berada di tempat nun jauh di sana. Kira-kira masuk ke dalam tipologi yang mana? Atau adakah tipologi baru selain ketiga tipologi di atas? Atau jangan-jangan, wabah korona ini adalah konspirasi pak Menteri dengan para sesepuh napi koruptor itu? Kalau iya, kira-kira nama apa yang pas untuk menyebut tipologi ini? []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Apakah Anda menyukai nya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments