عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : أوصيني ! قال : لا تغضب, فردد مرارا. قال : لا تغضب ( رواه البخاري)
“Dari Abu Hurairah R.A bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “janganlah engkau marah!”. Lalu orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi SAW bersabda: “Janganlah engkau marah!”.
Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah engkau marah!”, bahwa yang dimaksud oleh beliau adalah janganlah kamu selalu marah-marah dalam segala hal. Adapun kata “janganlah marah” yang merupakan fiil nahi (larangan), adalah bukan berarti kita tidak boleh marah sama sekali, karena pada dasarnya manusia itu mempunyai banyak tabiat atau sifat yang salah satunya adalah marah, yang mana sifat marah itu sendiri sangat sulit dihindari oleh kita, manusia makhluk ciptaan Allah.
Telah disebutkan bahwasannya bukan berarti seseorang tidak boleh marah sama sekali. Misalnya ketika ada perselisihan terhadap syariat Allah, maka marah adalah suatu hal yang diharapkan. Karena Nabi Muhammad memang tidak pernah membalas perlakuan buruk yang dilakukan kepada beliau, namun ketika terdapat perselisihan mengenai syariat Allah, maka Rasulullah tidak hanya diam, beliau marah dan bersikap tegas atas hal tersebut, dan kemarahan beliau adalah karena Allah.
Hadis yang telah disebutkan di atas menganjurkan kita untuk menahan amarah, karena jika kita mengikuti nafsu kita untuk selalu marah-marah dan tidak bisa meredam amarah, maka lama-kelamaan hal tersebut akan menjadi watak dan bisa menimbulkan banyak kejelekan, wal ‘iyadhu billah.
Lalu mengapa Rasulullah sampai menjanjikan surga bagi orang-orang yang bisa menahan amarahnya? karena marah itu berawal dari nafsu yang tidak bisa diredam, sehingga ketika kita marah bisa saja kita melakukan hal-hal yang menyakiti hati atau bahkan fisik orang lain. Itulah yang tidak diinginkan oleh Rasulullah pada kita.
Jika seseorang marah dan tidak bisa mengendalikan amarahnya, bisa saja ia akan berbicara atau bahkan berbuat di luar kesadarannya, sehingga ia akan menyesal pada akhirnya. Sebagai contoh, ada banyak suami yang mengucapkan kalimat “talak” ketika dia sedang marah, namun setelah kemarahannya mereda, ia pun menyesalinya. Begitu juga banyak orang tua yang tega memukul dan menganiaya anaknya, sehingga anaknya pun menjadi cacat atau bahkan meninggal.
Selain itu, betapa banyak pula orang yang marah lalu kemudian memutus tali persaudaraan, padahal hal tersebut sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwasannya kemarahan yang tidak bisa dikendalikan akan menyebabkan hal-hal buruk terjadi.
Seyogyanya kita meneladani sikap nabi yang selalu sabar dalam segala keadaan, karena Nabi kita Muhammad adalah suri tauladan bagi kita. Beliau selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya dan beliau sendiri mengatakan bahwa beliau diutus oleh Allah menjadi Nabi adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sehingga sangat disayangkan jika kita mengaku sebagai umat Nabi Muhammad, tapi kita tidak pernah meneladani perilaku baik beliau.
Coba kita lihat bagaimana cara para Wali Songo misalnya, dalam menyampaikan ajarannya (agama Islam) kepada masyarakat di Indonesia, pulau Jawa khususnya. Mereka menyampaikan ajaran Islam dengan merangkul, bukan dengan memukul. Sehingga agama Islam dapat diterima dengan baik di negeri kita, khususnya tanah Jawa. Karena Islam merupakan Rahmatan Lil ’Alamin, tidak ada paksaan di dalam Islam dan Islam tidak pernah diajarkan di dalamnya untuk berbuat kekerasan.
Sesungguhnya marah itu datangnya dari setan, dan setan itu sendiri tercipta dari api, lalu api bisa dipadamkan dengan air, sehingga jika marah maka hendaklah berwudhu. Ingatlah Allah dan bacalah kalam-Nya, karena hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang, sehingga dengan mengingat-Nya maka kita akan malu atas apa yang telah kita perbuat dan tidak akan marah-marah lagi.
Banyak sekali kisah-kisah Rasul yang harus kita teladani, karena Rasulullah merupakan suri tauladan yang baik, beliau adalah uswatun hasanah atau role model terbaik di dunia ini yang wajib kita contoh. Memang pada hakikatnya manusia diciptakan dengan berbagai macam tabiat, dan manusia pun mempunyai sifat marah.
Jika disamakan dengan Rasulullah maka sangat jauh berbeda. Kita tidak mungkin bisa meneladani dan mencontoh sikap beliau secara maksimal, namun alangkah baiknya jika kita memulainya sekarang dengan meminimalisir hal-hal yang buruk, dan menjauhi sifat-sifat yang tidak patut kita lakukan. Sebaliknya kita meningkatkan untuk berbuat kebaikan sedikit demi sedikit, sehingga kita terbiasa melakukan hal-hal baik tersebut dan pada akhirnya akan menjadi tabiat kita.
Jika kita tahu, maka banyak sekali keutamaan-keutamaan menahan amarah, di antaranya adalah, bahwa menahan amarah adalah sebab memperoleh ampunan Allah dan mendapatkan surga-Nya, sebagaimana banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah telah menyediakan surga bagi orang-orang yang bertaqwa, dan orang-orang yang menahan amarah, bersikap memaafkan kepada manusia, dan Allah sangat mencintai orang-orang yang berbuat baik.
Jika mulai tersulut emosi untuk marah, maka hal-hal yang dapat dilakukan adalah diam dan tidak berkata apa-apa, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah “Jika engkau marah, maka diamlah”. Kemudian hal yang dapat kita lakukan agar tidak terpancing oleh emosi adalah dengan mengingat-ingat keutamaan ynag besar karena menahan amarah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwasannya orang yang mampu menahan amarahnya maka jaminannya adalah surga.
Hal lain yang dapat kita lakukan ketika tersulut emosi adalah dengan membaca ta’awwudz lalu kemudian berwudhu, karena amarah itu datangnya dari setan dan setan itu sendiri tercipta dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Sehingga bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya jika kita marah maka cara meredakannya adalah dengan berwudhu. Namun ada juga yang mengatakan bahwasannya jika sedang marah, maka ubahlah posisimu dari yang semulanya berdiri menjadi duduk, dan dari duduk menjadi berbaring. Karena dalam keadaan duduk atau pun berbaring kita akan sulit untuk melakukan suatu hal buruk, seperti melawan jika dalam keadaan marah.
Betapa Islam itu indah, mengajarkan kepada kita dengan penuh toleransi, dengan merangkul tanpa memukul, tidak ada paksaan di dalamnya. Sedikit berbuat baik pun mendapatkan balasannya, apalagi yang banyak. Sehingga dengan begitu kita tidak akan patah semangat untuk selalu berbuat kebaikan, karena yang sedikitpun akan diganjar oleh Allah. Allah pun menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa yang berbuat satu kebaikan maka baginya sepuluh kali kebaikan tersebut, dan barang siapa berbuat kejahatan maka akan di balas dengan yang sepadan dengannya.
Lalu bagaimana jika ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita, apakah kita juga harus membalasnya dengan kejahatan pula? Kata Rasulullah, “Janganlah kau marah, niscaya bagimu surga”. Jadi, tidak sepatutnya kita marah-marah setelah ada orang yang berbuat jahat kepada kita, namun sebaliknya, tersenyumlah. Karena senyumanmu terhadap saudaramu adalah terhitung sedekah. Sangat mudah kita bersedekah hanya dengan tersenyum saja. Jika kita menginginkan surga, maka tahanlah amarah, jangan mudah tersulut emosi. Berlindunglah kepada Allah agar dijauhkan dari segala hal yang dapat memperkeruh hati.
Satu kalimat yang harus selalu diingat ketika seseorang hendak marah-marah yaitu لا تغضب ولك الجنة. Ingatlah selalu bahwasannya pintu surga itu terbuka bagi orang-orang yang dapat menahan amarah dan mampu menerima segala hal dengan lapang dada. Marilah jadikan Rasulullah sebagai uswatun hasanah dalam kehidupan sehari-hari kita, mintalah kepada Allah agar memberikan tempat khusus untuk Rasulullah saw di hati kita.
0 Comments