Zaman terus berjalan dan berubah mengikuti alur derasnya perkembangan teknologi . Di era yang serba digital ini perempuan sangat mendominasi dalam percaturan informasi media, baik massa maupun maya, ini menjadi hal yang harus ditilik bersama agar perempuan khususnya bisa mengkonsumsi media secara bijak dan arif, dan perlunya memfilter kemasifan dunia digital sebagai upaya deradikalisasi, yang mana perempuan dewasa ini cukup banyak berperan dalam upaya radikalisasi.
Faktanya, perempuan sangat rentan dieksploitasi sehingga mudah terlibat dalam radikalisme. Hal itu sudah terjadi di banyak negara. Oleh karena itu, jadi kebutuhan mendesak untuk membangun jejaring gerakan perempuan antarnegara guna memperjuangkan kesetaraan sekaligus mencegah radikalisme.
Pengalaman paling ekstrim tentang perempuan sebagai korban radikalisasi diceritakan Bushra Qadhim Hyder alumni Trust Pakistan bahwa kaum perempuan sering dipaksa menjadi pelaku bom bunuh diri dan diperlakukan tidak manusiawi. Mereka menangkap pandangan jihad tidak tepat, kemudian masuk ke gerakan ekstrim. (Kompas/20/4).
Ini yang terjadi di dunia nyata sebagaimana ditayangkan di media massa nasional maupun internasional, hal ini menjadi suatu keprihatinan bersama, perempuan sebagai salah satu pendobrak dan penerus bangsa sejatinya perlu mendapatkan perhatian dari elemen terkecil misalnya, keluarga sebagai madrasah pertama, Sekolah, Pesantren dan juga pemerintah dalam kehidupan sosial.
Berbicara perempuan dalam konteks ke-Indonesiaan kita tidak pernah lupa jasa RA Kartini yang diuraikan dalam sejarah sebagai penggerak emansipasi perempuan, sudah hampir seminggu kita merayakan Jasa besar RA Kartini yakni diperingatinya sebagai pahlawan perempuan Indonesia tanggal 21 April lalu.
Dia mencontohkan bagaimana seharusnya perempuan bersikap dan berperan dalam kehidupan serta bagaimana menjadi perempuan yang perpendidikan dan cerdas secara sosial dan budaya tanpa adanya diskriminasi dengan kaum laki-laki.
Perempuan sebagaimana menjadi realitas umum, hanya diidentik dengan kasur, sumur dan dapur hal ini perlu kiranya direduksi, faktanya banyak peran yang membutuhkan kinerja perempuan dalam berbagai sektor. RA Kartini membuktikan bahwa perempuan juga mempunyai peran yang cukup sentral dalam bidang apapun baik sosial, pendidikan, budaya dan politik.
Perempuan harus cerdas dan memiliki wawasan literasi yang luas, sebagai langkah preventif dalam membendung kemasifan konten-konten negatif dalam dunia digital. Idealnya perempuan era digital ini memproyeksikan diri dengan baik dan mengkonsumsi media digital dengan bijak.
Dalam hal ini perempuan harus bisa mengolah dan mengambil informasi di media dengan arif dan penuh ketelitian sehingga berita yang membangkitkan semangat radikal bisa direduksi dan bisa dihapuskan dalam nalar ideologisnya.
Setidaknya menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu digalakkan oleh para perempuan sebagai upaya deradikalisasi dalam media.
Pertama, perempuan (ibu) dalam konteks lingkungan keluarga seharusnya melakukan perlindungan kepada seluruh elemen keluarga terutama anak dalam upaya menjaga informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena seorang anak masih belum mampu mengolah informasi secara baik, dan ini merupakan tugas ibu sebagai pahlawan pertama dalam membendung informasi yang meningkatkan spirit radikalisme.
Kedua, perempuan juga harus cerdas bermedia dalam menanggapi masifnya media sosial yang banyak sekali menawarkan berita hoax, dan informasi yang ideologis dalam rangka regenerasi aliran-aliran radikal. Begitu banyak perempuan yang sudah terlena dalam bujuk rayu media sosial yang berbau spirit radikalisme. Dan ini pelu dibendung dengan cara perempuan harus cerdas bermedia.
Ketiga, perempuan sebagai bagian dari generasi millenial selayaknya harus bersikap kritis terhadap konten-konten yang dikonsumsi dalam media sosial, karena kemasifan media tidak bisa dibendung, perempuan hanya bisa menjaga agar konten-konten yang selayaknya tidak baik bisa dibuang dan konten-konten yang positif bisa dishare serta dikonsumsi pribadi dan masyarakat.
Selain itu perlunya militansi yang tinggi dari perempuan dalam upaya menggerakkan dan mengupayakan cerdas bermedia, karena disisi lain perempuan memiliki karakter yang seringkali mudah tergiur dengan konten-konten berbau radikalisme.
Hal ini menjadi suatu hal yang begitu penting dalam menjaga ketentraman di masyarakat, Sehingga upaya regenerasi aliran radikal yang begitu masif di media sosial bisa tereduksi dengan adanya semangat deradikalisasi dalam media yang menjadi spirit perempuan millenial. Wallahu a’lam.
One Comment