Istilah ukhuwah Islamiyah terdiri atas dua kosakata, yakni ukhuwah yang artinya persaudaraan, dan Islamiyah yang artinya berciri atau bersifat keislaman. Dalam bahasa sehari-hari istilah ukhuwah Islamiyah dimaknai sebagai persaudaraan Islam atau sesama orang yang beragama Islam. Al-Quran menggariskan persaudaraan orang beriman sebagai berikut.
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS 49:10).
Landasan Ukhuwah: Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Persaudaraan orang-orang beriman niscaya dilandasi ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Allah swt berpesan dalam Al-Quran,
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah [Al-Quran] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. (QS 4:59).
Dalam ayat yang lain Allah swt berfirman,
Tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu ketetapan, akan ada pilihan lain tentang urusan mereka. Siapa yangh mendurhakai Allah dan Rasul-Nya sungguhlah ia telah sesat yang nyata. (QS 33:36).
Penyangga Ukhuwah: Ta’aruf, talazum, tasamuh, ittifaq ‘ala ikhtilaf
Ta’aruf ialah saling mengenal satu dengan yang lain dalam arti yang luas.
Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa, supaya kamu saling mengenal [bukan saling membenci]. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Maha Tahu, Maha Mengenal. (QS 49:13).
Talazum ialah keakraban dan kesatuan. Mukmin niscaya membangun keakraban dan kesatuan sedemikian rupa, sebagaimana digambarkan Nabi Muhammad saw, bahwa mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu tubuh. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Mereka selalu diliputi kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali bila mereka berpegang pada tali agama Allah dan tali perjanjian dari manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan selalu diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa sebab; soalnya, karena mereka durhaka dan melanggar batas. (QS 3:112).
Dalam ayat yang lain Allah swt berpesan,
Berpegang teguhlah pada tali Allah yang diulurkan kepadamu dan janganlah terpecah-belah. Ingatlah kamu akan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepadamu tatkala kamu sedang saling bermusuhan lalu Ia memadukan hatimu dengan rasa kasih sehingga dengan karunia-Nya kamu jadi bersaudara. Ketika itu kamu berada di tepi jurang api, lalu Ia menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk. (QS 3:103).
Tasamuh ialah toleransi, tenggang rasa (tepo seliro, Jawa) satu dengan yang lain.
Wahai orang-orang beriman, janganlah ada suatu golongan memperolok golongan yang lain; boleh jadi yang diperolok lebih baik daripada yang memperolok. Juga jangan ada perempuan yang menertawakan perempuan lain; boleh jadi yang ditertawakan lebih baik daripada yang menertawakan. Janganlah kamu saling mencela dan memberi nama ejekan. Sungguh jahat nama yang buruk itu setelah kamu beriman. Siapa yang tidak bertobat, orang itulah yang zalim. (QS Al-Hujurat/49:11).
Wahai orang-orang beriman, jauhilah prasangka sebanyak mungkin, karena sebagian prasangka adalah dosa, dan janganlah saling memata-matai serta menggunjing. Adakah di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tidak, kamu akan merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Allah selalu menerima tobat, dan Maha Pengasih. (QS 49:12).
Allah swt memberikan wahyu kepada Nabi Daud as, “Janganlah kamu biarkan kaummu mencaci- maki ‘orang-orang asing’, karena mereka sesungguhnya telah berhasil memakmurkan dunia dan menyejahterakan hamba-hamba-Ku.” (Imam al-Ghazali).
Ittifaq ‘ala ikhtilaf, yakni setuju dalam perbedaan. Perbedaan bukan alasan untuk bercerai atau berpisah, melainkan untuk bersatu dan saling mengambil manfaat atas perbedaan itu.
Katakanlah, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS 17:84).
Kebenaran agama adalah apa yang ditemukan manusia dari pemahaman atas Kitab Sucinya, sehingga kebenaran agama dapat beragam, dan bahwa Tuhan merestui perbedaan cara keberagamaan umat manusia atau apa yang kemudian disebut sebagai “tanawwu’ul-‘ibadah”. Jika ini dapat dipahami niscaya tidak akan timbul kelompok-kelompok yang saling mengkafirkan. (Muhammad Husain adz-Dzahabi).
Jika kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbeda pandangan hidup (madzhab), kita semestinya menerima dengan senang hati dan menghormatinya. Sebaliknya, jika kita menemukan kesalahan, maka kita patut memperingatkan dan memaafkannya. (Ibnu Rusyd).
Tujuan Ukhuwah: Ta’awun dan musabaqah dalam kebajikan
Ta’awun ialah tolong-menolong dalam rangka berlomba-lomba dalam kebajikan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah. Allah amat keras hukuman-Nya. (QS 5:2).
Masing-masing mempunyai tujuan, ke sanalah Ia mengarahkannya. Maka berlombalah kamu dalam mengejar kebaikan. Di mana pun kamu berada, Allah akan menghimpun kamu, karena Allah berkuasa atas segalanya. (QS 2:148).
Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang mempelopori melakukan perbuatan yang baik dalam Islam akan mendapat pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang-orang yang ikut mengerjakannya. Dan orang yang mempelopori melaksanakan perbuatan yang buruk akan menanggung dosa dan dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi sedikit pun dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya. (HR Muslim).
Teladan Ukhuwan: Persaudaraan Muhajirin dan Anshar
Orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka menyambut dengan penuh kasih sayang orang yang datang hijrah ke tempat mereka, dan dalam hati mereka tak terdapat keinginan atas segala yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Siapa yang terpelihara dari kebakhilan dirinya, mereka itulah orang yang berhasil. (QS 59:9).
Benih Perselisihan: fanatisme dan kekerasan
Bacakanlah kepada mereka yang sebenarnya tentang kisah kedua putra Adam ketika mereka mempersembahkan kurban. Dari yang seorang diterima, tetapi dari yang seorang lagi tidak. Kata yang belakangan, “Akan kubunuh engkau.” Yang pertama menjawab, “Allah menerima kurban hanya dari orang yang bertakwa. Jika engkau mengulurkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan mengulurkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.” Aku ingin engkau kembali memikul dosaku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka. Dan itulah balasan buat orang yang jahat.” Tetapi nafsunya mendorongnya membunuh saudaranya dan ia pun lalu membunuhnya. Maka jadilah ia orang yang rugi. Lalu Allah mengirim seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana seharusnya menutupi mayat saudaranya. Ia berkata, “Oh celaka aku! Tak mampukah aku berbuat seperti gagak ini, lalu menutupi mayat saudaraku?” maka ia pun penuh penyesalan. (QS 5:27-31).
Perbedaan pendapat tentang pengganti Nabi Muhammad saw
Sepeninggal Rasulullah saw terjadi perbedaan pendapat tentang siapa yang menggantikan beliau sebagai pemimpin kaum muslimin. Kalangan Muhajirin menyatakan berhak memimpin, karena mereka telah memeluk Islam lebih dahulu, sedangkan kaum Anshar menyatakan mereka telah menolong Rasulullah saw dan kaum muslimin yang berhijrah. Lalu Umar mengikrarkan Abu Bakar menjadi pemimpin, karena Rasulullah saw telah memilihnya untuk menggantikan beliau mengimami shalat. Pihak Muhajirin datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga memberikan ikrarnya.
Keesokan harinya Umar mengulang ikrarnya dan menyatakan, “Sekarang Tuhan telah menyatukan persoalan kita di tangan sahabat Rasulullah saw yang terbaik di antara kita dan salah seorang dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua. Maka marilah kita ikrarkan dia.” Ketika itu orang lalu memberikan ikrar kepada Abu Bakar sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifah bani Sa’idah.
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
0 Comments