Judul buku yang menggetarkan, “Membumikan” Al-Quran. Tugas berat lagi mulia yang mesti dilakukan oleh setiap orang beriman. Buku ini terbit pada waktu yang tepat. (Bandung: Mizan, 1992). Pesona setelah halaman judul adalah moto: Aku akan palingkan (tidak memberikan) ayat-ayat-Ku kepada mereka yang bersikap angkuh di muka bumi. (QS 7: 146).
“Al-Quran adalah jamuan Tuhan. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir, tetapi tidak menyantapnya.” (Rasulullah saw). Kedua semboyan tersebut menggugah sekaligus menggugat kesadaran kita untuk selalu rendah hati dan mawas diri, baik di hadapan Al-Quran maupun di hadapan sesama.
Ketika buku itu terbit saya tengah menempuh studi S2 dan meneguhkan minat pada studi Tafsir Al-Quran, sesuai dengan SK mengajar di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 1990. Saya mendapat kesempatan untuk belajar intensif dengan Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab MA di S2 Pascasarjaana UIN Sunan Kalijaga, dilanjutkan pada pendidikan S3 di tempat yang sama.
Dalam kuliah Ulumul Al-Quran, Ustadz Quraish Shihab datang ke ruang kuliah selalu tanpa membawa apa pun, kecuali secarik kertas, kadang berupa amplop surat, untuk mencatat permasalahan yang diajukan mahasiswa. Semua materi studi Al-Quran, demikian pula Al-Quran 30 juz, sudah tersimpan di dalam benak dan dadanya.
Buku “Membumikan” Al-Quran tersebut merupakan himpunan tulisan beliau dalam kurun waktu tahun 1972 sampai dengan tahun 1992 yang disunting oleh Ihsan Ali Fauzi. Edisi baru cetakan I Juli 2007, cetakan II Desember 2007, dan cetakan III Januari 2009. Edisi ke-2 cetakan I Februari 2013 dengan desain sampul berbeda dari cetakan pertama terdahulu.
Ustadz Quraish Shihab sangat gembira dengan rencana penerbitan buku ini, tetapi pekerjaan itu tidak semudah yang dibayangkan semula. Setelah diseleksi bahan-bahan yang dihimpun masih perlu disempurnakan; dilengkapi catatan kaki dan rujukan serta gaya bahasa yang perlu diluruskan. Terdapat pengulangan materi, namun demikian seringkali disertai informasi tambahan.
Motivasi Ustadz Quraish Shihab untuk menekuni studi Al-Quran antara lain berasal dari ayahnya. Almarhum Abdurrahman Syihab (1905-1986) adalah Guru Gesar dalam bidang tafsir yang aktif berdakwah dan mengajar serta meluangkan waktu pagi dan petang untuk membaca Al-Quran dan kitab-kitab tafsir. Beliau sering mengajak anak-anaknya duduk bersama dan menyampaikan petuah keagamaan yang menumbuhkan benih kecintaan kepada studi Al-Quran.
Setelah menekuni bidang studi tafsir Al-Quran di Universitas Al-Azhar Ustadz Quraish Shihab semakin sadar betapa tepat pilihannya. Betapa besar kebutuhan umat manusia akan Al-Quran dan penafsiran atasnya. Al-Quran sebagai firman Allah merupakan petunjuk mengenai apa yang dikehendaki-Nya. Manusia yang ingin meraih kebahagiaan dunia dan akhirat harus memahami maksud petunjuk-petunjuk tersebut.
Tafsir ialah upaya memahami maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Manfaat petunjuk-petunjuk Ilahi itu tidak hanya terbatas di akhirat kelak, tetapi juga menjamin kebahagiaan manusia di dunia. Kebutuhan akan penafsiran atas Kalam Ilahi sangat mendesak, mengingat sifat redaksinya yang beragam. Jangankan yang samar, yang jelas sekalipun masih membutuhkan penafsiran.
Selain yang menjadi moto, petuah-petuah Ustadz Quraish Shihab adalah sebagai berikut. “Persilakanlah Al-Quran berbicara – istanthiq al-Quran.” (Ali bin Abi Thalib); “Bacalah Al-Quran seakan-akan ia diturunkan kepadamu.” (Muhammad Iqbal); “Rasakanlah keagungan Al-Quran, sebelum kau menyentuhnya dengan nalarmu.” (Muhammad Abduh).
“Apabila engkau membaca Al-Quran, maknanya akan jelas di hadapanmu. Tetapi bila engkau membacanya sekali lagi, akan kautemukan pula makna-makna lain yang berbeda dari makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai engkau dapat menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar.” (Abdullah Darraz).
Buku ini terdiri atas dua bagian: Pertama, gagasan Al-Quran, meliputi empat bab, masing-masing bab terdiri atas enam sampai dengan tujuh sub bab/judul. Kedua, amalan Al-Quran, terdiri atas empat bab juga. Buku ini dilengkapi dengan informasi sumber tulisan, kepustakaan dan indeks ayat al-Quran serta indeks subjek.
Di antara pembahasan Ustadz Quraish Shihab ialah tentang dua bukti keotentikan Al-Quran. Pertama, bukti dari Al-Quran sendiri. Al-Quran memperkenalkan diri sebagai firman-firman Allah dan membuktikannya dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Nabi saw. Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan, bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir.
Kedua, bukti kesejarahan. Ratusan orang shabat Nabi saw menghafalkan Al-Quran. Guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, setiap ada ayat yang turun, Nabi saw lalu memanggil sahabat-sahabat yang pandai menulis untuk menuliskan ayat-ayat itu sambil menjelaskan tempat dan urutannya dalam surah. Kepingan naskah tertulis itu baru dihimpun dalam bentuk “kitab” pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ra.
Pembahasan Ustadz Quraish Shihab yang sangat urgen ialah tentang mengajarkan tafsir di perguruan tinggi, meliputi produk tafsir dan metode penafsiran, termasuk kaidah-kaidah tafsir sebagai patokan untuk memahami firman Allah itu. Apabila dosen menekankan pengajaran kaidah-kaidah tafsir, maka tanpa mengajarkan seluruh ayat tentang masalah yang sama, peserta didik mampu memahami ayat-ayat lain berdasarkan kaidah yang telah dipelajarinya.
Materi tafsir dan ilmunya demikian luas, sehingga tidak mungkin tercakup berapa pun alokasi waktu yang diberikan. “Ash-shina’ah thawilah wal-‘umr qashir – banyak yang harus dipelajari, padahal umur pendek.” Pilihan materi ajar seyogianya tidak diprioritaskan pada kandungan makna ayat atau ide tentang disiplin ilmu tertentu, sehingga mencakup kunci-kunci yang mengantarkan peserta didik memahami Al-Quran dan kandungannya secara mandiri.
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
2 Comments