Tomorrow is never promised to anyone, but standing in front of Allah on the day of judgment is
Hari kiamat atau hari akhir dari segala kehidupan yang ada di dunia ini merupakan salah satu dari dua hal pokok keimanan yang pembahasannya sangat banyak mengambil porsi dari ayat-ayat Al-Qur’an selain persoalan tentang pembuktian keesaan Allah Swt (Shihab, 1996: 81). Kepercayaan terhadap hari akhir dan kepercayaan kepada Allah bagaikan dua sisi koin yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Bahkan seringkali dua hal di atas disebut dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi untuk “mewakili” rukun-rukun iman lainnya. Lihatlah misalnya QS. Al-Baqarah/2: 8, At-Taubah/9:18, dan QS. Al-Maidah/5:69, atau juga seperti yang ada dalam salah satu hadis populer berikut:
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata benar atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia menghormati tamunya. (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Demikianlah sedikit gambaran betapa persoalan tentang hari kiamat menempati posisi yang sangat penting dalam keimanan seorang muslim. Pertanyaannya: jika hari akhir tersebut memang harus diyakini kedatangannya, kapankah hari tersebut persisnya akan tiba?
Jika Anda membaca tulisan ini untuk mengetahui kapan persisnya hari kiamat itu terjadi, maka anda tidak akan mendapatkannya di sini. Bahkan jika pun Anda menelusuri ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw–yang berbicara panjang lebar mengenai persoalan ini dari berbagai aspeknya, Anda juga tidak akan menemukan jawaban tersebut karena baik Al-Qur’an maupun dalam hadis-hadis Nabi tidak pernah dibicarakan sedikit pun kapan persisnya hari akhir itu akan tiba.
Mungkin anda akan bertanya, jika Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi tidak ada berbicara mengenai kapan persisnya hari kiamat itu tiba, lantas kenapa belakangan ini tema-tema ini justru digandrungi oleh sebagian figur publik? Saya hanya bisa menjawab: wallâhu’alam –hanya Allah yang lebih mengetahui, coba saja tanyakan kepada yang bersangkutan.
Memang dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa kedatangan hari kiamat tersebut tidak lama lagi. Misalnya ketika kaum musyrik bertanya tentang waktu kedatangan hari akhir tersebut: “Kapankah itu (hari kiamat)? Katakanlah, ‘boleh jadi ia dekat’” (QS. Al-Isrâ/17: 51)
Dalam QS. Al-Qamar/51: 1 juga disebutkan: “Telah dekat hari kiamat dan telah terbelah bulan.” Begitu juga misalnya dalam QS. Al-Anbiyâ/21: 1 dikatakan: “Telah dekat kepada manusia hari perhitungan (kiamat) sedangkan mereka dalam kelalaian, lagi berpaling (darinya)”
Nabi Muhammad saw juga pernah mengilustrasikan betapa dekatnya hari kiamat tersebut:
“Aku diutus (dan perbandingan antara masa diutusku dengan) hari kiamat adalah seperti ini (sambil menggandengkan kedua jari-jarinya, yaitu jari telunjuk dan tengah)” (HR. Muslim)
Hadis Nabi dan ayat-ayat yang melukiskan bahwa hari kiamat sudah dekat di atas bisa dimaknai dengan salah satu dari dua kemungkinan makna berikut:
Pertama, kedekatakan yang dilustrasikan tersebut memang menunjukkan waktu. Meskipun begitu, jika kita memaknai dengan kedekatan dari segi waktu, tidak otomatis bisa diartikan dengan besok, seribu atau sepuluh tahun lagi. Karena bisa saja kenapa disebutkan “dekatnya kedatangan waktu datangnya hari kiamat” tersebut dimaksudkan jika dibandingkan dengan persentase dari keseluruhan perjalanan dunia ini yang telah berumur ratusan juta tahun. Makna seperti ini tentu saja bisa diterima oleh nalar, karena bukankah hadis maupun ayat-ayat tersebut telah disampaikan lebih dari seabad yang lalu?
Kedua, ilustrasi yang disebutkan tersebut tidak berfungsi sebagai informasi dalam arti waktu tetapi hanya sebagai kiasan. Jika kita perhatikan secara seksama ketika ditanya tentang kapankah hari kiamat itu datang, Nabi Muhammad diperintahkan untuk menjawab “boleh jadi ia dekat” seperti yang terlihat dalam QS. Al-Isrâ/17: 51 di atas.
Selain itu, secara gramatikal kata-kata yang digunakan dalam mengilustrasikan informasi tersebut menggunakan fi’il mâdî (bentuk kata kerja yang telah berlalu). Dalam bahasa Arab, ketika sesuatu yang belum terjadi dijelaskan menggunakan fi’il mâdî maka ia bisa mengandung informasi tentang kepastian informasi yang disampaikan.
Dalam hal ini, narasi tentang dekatnya kedatangan hari kiamat bisa dipahami dalam arti “pasti kedatangannya”. Dalam sebuah pepatah dikatakan “segala yang pasti akan terjadi adalah dekat”, dan “segala yang telah terjadi dan tidak akan kembali adalah jauh”. Dikatakan juga:
“Tomorrow is never promised to anyone, but standing in front of Allah on the day of judgment is –Hari esok bukan jaminan bagi siapapun, tapi berdiri di hadapan Allah pada hari penghakiman (Hari Kiamat) adalah sebuah kepastian.”
Menurut M. Quraish Shihab, agaknya tujuan mengapa Al-Qur’an menjelaskan informasi tentang dekatnya kedatangan hari kiamat dimaksudkan agar manusia selelau siap dan sigap menghadapi kehadirannya. Karena hal ini pula kenapa banyak dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa kedatangan hari kiamat tersebut sangat tiba-tiba. Misalnya seperti yang terlihat dalam QS. Yusuf/12: 107:
“Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka atau kedatangan kiamat kepada mereka secara tiba-tiba sedangkan mereka tidak menyadarinya.”
Pada akhirnya kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk mendiskusikan “kapan persisnya” hari kiamat itu akan tiba karena dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi sekalipun tidak pernah dijelaskan, yang secara tidak langsung menegaskan bahwa hal itu bukan sesuatu yang harus kita pikirkan.
Yang jelas, kita harus meyakini bahwa kedatangan hari kiamat itu sungguh sangat pasti kedatangannya, apakah sedetik lagi, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun, dst –ia pasti! Kepastian ini justru seharusnya menggugah kita untuk sebanyak mungkin menyiapkan amal ibadah, baik mahdah maupun sosial, sehingga kita bisa memperoleh kebahagiaan abadi nantinya. Wallâhua’lam.
0 Comments