Problematika Buku yang Tidak Menghibur

“Siapapun yang terhibur dengan buku-buku, kebahagiaan tak akan sirna dari dirinya”. — Ali bin Abi Thalib KW, karomallahu wajhah2 min


4
8 shares, 4 points
Sumber gambar: kandhani.net

Bicara soal buku, memang tidak pernah membosankan. Buku adalah jendela dunia, demikian kata orang-orang. Mengutip dari the prospect  bahwa membaca dapat meningkatkan kualitas hidup manusia serta menjauhkan dari jurang kebodohan. Membiasakan membaca buku membuat kita berlatih memusatkan pikiran dan merangsang saraf otak untuk bekerja. Demikian keajaiban dari membaca. Namun saya memiliki pengalaman lain tentang buku.

Beberapa hari yang lalu saya membeli beberapa buku melalui sebuah jejaring sosial. Dari awal, saya berpikiran positif bahwa buku yang dijual adalah buku asli karena nama toko bukunya menyatut kata literasi. Seseorang yang memahami makna literasi secara luas pasti tidak mungkin menjual buku yang bukan original, pikir saya. Menurut Wikipedia, literasi adalah kemampuan dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Seseorang yang memiliki daya literasi tidak akan menyalah gunakan pengetahuannya untuk merugikan orang lain. Se-simple itu pemikiran saya.

Tapi kondisi literasi kita memang tidak sesederhana itu. Harga jual buku yang mahal, membuat beberapa pihak mengambil kesempatan dengan mengopi buku kemudian menjualnya dengan harga lebih murah, atau bahkan harganya hampir sama dengan buku asli, hanya selisih sedikit. Dengan dalih kopian tersebut grade ori. Dari buku-buku populer sampai buku-buku pelajaran. Ya, hal yang sudah menjadi rahasia umum di dunia literasi kita. Dunia di mana tempat tumbuhnya orang-orang terpelajar dan berpendidikan. Tapi fakta yang ada justru berbalik dari segala macam semboyan yang ada.

Saya tidak kuasa merombak apapun mengenai hal yang terkait dengan sistem dan rumitnya dunia buku sebagai wajah literasi. Baik penerbitan, pengkopian, penjualan; termasuk semisal menjual buku di atas harga yang sudah ditentukan oleh pihak penerbit. Saya belum riset sejauh itu. Namun yang pasti harus kita lakukan mulai sekarang, dan mulai dari diri sendiri adalah sebisa mungkin kita ketika membeli buku, belilah buku yang original. Seperti halnya ketika ada pengemis di lampu merah yang setiap hari standby di situ menghiba belas kasih orang sebagai profesinya. Lantas kita dengan ringan tangan tanpa merasa bersalah memberi rupiah demi rupiah setiap hari. Adalah sama saja seperti kita membuat mereka bertahan di posisi tersebut. Posisi nyaman menggantungkan diri mereka atas pemberian orang lain. Sehingga akhirnya mereka kaya tanpa bekerja. Kita termasuk pihak yang turut bertanggung jawab atas kondisi makin banyaknya peminta-minta atau juga termasuk pengamen di jalanan. 

Para pengopi dan penjual bekerja sama dalam praktik yang tidak terpuji. Mereka tidak merasakan peluh penulis menyusun kata demi kata. Menunggu penerbit mencetak bukunya berbulan-bulan. Hingga akhirnya di jual di toko buku resmi dan sampai di tangan masyarakat. Belum lagi pajak penulis yang konon cukup besar. Barangkali mereka memang mendapat bergunung-gunung pahala. Namun kontradiktifnya mereka seolah tidak diperlukan manusiawi di dunia literasi, dunia di mana mereka bergantung hidup. Sudah semestinya kita mendukung dunia literasi selain menggiatkan menulis dan membaca buku, kita juga musti menegaskan diri serta mendisiplinkan diri dengan penuh kesadaran untuk membaca hanya buku yang original saja. Kita bergerak bersama memberi rasa tidak nyaman pada posisi orang-orang yang bersekongkol menggerogoti dunia literasi.

Sikap demikian penting digerakan pertama kali adalah oleh mahasiswa. Mahasiswa sebagai agen perubahan, tidak hanya menjadi slogan semata, harus berani mengambil sikap yang berani. Unjuk rasa yang harus dilakukan adalah demo dengan tindakan nyata guna menghentikan menjamurnya percetakan-percetakan gelap dan terang buku-buku tiruan. Gelap karena tak berizin dan terang karena sudah diketahui khalayak bahkan pemerintah, akan tetapi daya juang kita rendah untuk menertibkannya secara sistematis. Mahasiswa adalah pengonsumsi buku-buku. Yang seharusnya sedemikian paham akan makna literasi. Kalau bukan mahasiswa yang menyalakan literasi, sebagai generasi muda bangsa ini, generasi terdidik bangsa ini, lantas siapa lagi?


Like it? Share with your friends!

4
8 shares, 4 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
1
Sedih
Cakep Cakep
3
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
4
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
3
Terkejut
Neyla Hamadah

Warrior

Pembelajar kehidupan. Simple ga neko-neko, cuma sedang gila buku dan baca 😊

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals