Werewolf dalam Perspektif Psikologi Kognitif

Werewolf mengulas kehidupan manusia yang tercerminkan dari mekanisme sistemik dalam kognisi: riweuh.7 min


1
1 point
Foto: Rencanamu.id

Sebelum UAS, saya dengan mahasiswa saya di kelas dalam mata kuliah yang saya ampu, yaitu psikologi kognitif menerapkan simulasi yang barangkali ada kaitannya dengan problematika kognitif kita sebagai manusia. Simulasi tersebut diterapkan dalam sebuah permainan sosial yang dahulunya tersohor di tahun 1986 yang diciptakan oleh Dmitry Davidoff. Awalnya, Dimitry menjadikan permainan tersebut untuk disinergikan dengan penelitian psikologi, sebab Dmitry merupakan pengajar di sekolah tinggi (Sofian, 2021). Rupanya, permainan sosial ala-ala mafia itu menjadi dikenal di kalangan sekolah-sekolah sekitar Soviet hingga meluas sampai di bagian lain di Eropa dan Amerika Serikat di tahun 1990-an.

Yang dibuat oleh Dmitry hanyalah prototipenya, hingga suatu ketika di tahun 1997, koleganya yaitu Andrew Plotkins memberi usul untuk memberi tema Werewolf (Sofian, 2021). Permainan sosial yang dibuat Dmitry bertemakan mafia dan dinilai oleh koleganya tidak memiliki referensi budaya besar dan ide yang menarik untuk dimainkan. Tetapi, meskipun begitu, benang merah mafia dan siluman bisa saja menyatu dalam satu kesatuan propaganda kehidupan.

Permainan ini sudah banyak dimainkan oleh khalayak ramai, terutama oleh kalangan remaja dan dewasa. Sebagai gambaran kasarnya, permainan ini dibedakan menjadi dua kelompok, kelompok pertama sebagai kelompok penduduk atau warga (villagers) sedangkan kelompok satunya lagi yang menjadi judul dari permainan ini, yaitu kelompok manusia serigala (werewolf) yang di kala siang hari menjadi penduduk warga yang normal, namun akan berubah menjadi siluman serigala di malam hari untuk menghabisi satu-persatu warga atau penduduk.

Agar permainan dimenangkan oleh kelompok villagers, mereka harus mengambil vote atau kesepakatan dalam menunjuk siapa pembawa sial atau pelaku yang diduga merupakan werewolf di antara mereka. Letak serunya permainan ini, tiap individu tidak boleh mengungkap identitas peran dirinya selama permainan sehingga tidak ada yang mengetahui siapa sebenarnya werewolfnya atau bukan sama sekali.

Baca Juga: Manusia-Manusia Dunia

Sekilas dari penjelasan di atas rasanya permainan ini mudah dipahami. Akan tetapi, bila diterapkan secara seksama, permainan ini sangat kompleks untuk diikuti secara psikologis. Hal itu akan terasa bila kita mengulasnya dengan perspektif psikologi kognitif. Mengapa? Hal ini dikarenakan game selalu berdekatan dengan nalar-nalar pengambilan keputusan yang secara mendetil semua itu rumit untuk dijabarkan secara sistemik dalam kognisi. Bermula dari sensasi melalui panca indera yang dialirkan ke pusat syaraf berkombinasi dengan proses atensi untuk dapat memberikan suatu persepsi terhadap objek amatan.

Yang kemudian, dari struktur awal itu akan menyimpan jejak dalam memori jangka pendek dan jangka panjang agar nantinya dapat digunakan lagi dalam mempelajari data terhadap amatan-amatan yang lain. Mempelajari pola dan seterusnya hingga nantinya, saat kognisi membutuhkan tindakan atau output untuk mengambil keputusan apa yang tepat (sebagai problem solving) akan menjadi gambaran dari proses mental itu sendiri. Game werewolf lah yang kemudian dipilih untuk dimainkan agar dapat memahami konteks pembelajaran psikologi kognitif di dalamnya.

Atensi & Persepsi

Atensi dengan Persepsi dari mekanisme kognitif yang terjadi di saraf pusat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Atensi secara fungsi menjadi kontrol eksekutif dalam kognisi di sepanjang proses mental yang terjadi dalam diri manusia. Atensi dalam kognisi dalam berperan sebagai penyaring informasi (information filter), sebagai pendeteksi masalah (binding problem), bahkan dapat berperan sebagai pewakil dari kesadaran (spotlight) (Stenberg, 2017). Kaitan atensi dengan persepsi adalah dalam menyalurkan sensasi dari sistem sensorik melewati indera (sight, sound, smell, taste, touch) ke saraf pusat untuk menerjemahkan apa yang ditangkap dan disorot terhadap amatan objek yang tertangkap (Groome dkk, 2014).

Dalam game Werewolf, tentunya atensi para penduduk adalah untuk mendeteksi sekitarnya mana yang merupakan werewolf yang sedang menyamar menjadi penduduk biasa. Sebaliknya, atensi Werewolf adalah menandakan penduduk mana yang terlebih dahulu yang perlu dieksekusi di tiap malam alur game. Atensi dan persepsi akan terus terjadi sepanjang game werewolf ini. Salah-salah mencermati keterangan yang saling disampaikan akan mengakibatkan kesalahpahaman dan kerugian di salah satu pihak. Apa saja yang dapat dicermati? Banyak sekali, bisa dari gesture (gerak-gerik tubuh) intonasi nada, kecepatan berbicara, pola penyampaian, arus pikir yang terjadi selama perdebatan terjadi untuk menentukan siapa yang merupakan werewolf di antara mereka, dan seterusnya.

Memori

Seorang dokter yang sekaligus juga psikolog, William James, membedakan memori menjadi dua. Umumnya, sering kita kenal sebagai STM (short term memory) atau disebut dengan memori jangka pendek dan LTM (long term memory) atau disebut dengan memori jangka panjang (Eysenck & Keane, 2020). Psikologi kognitif menjelaskan bagaimana kita bisa mengingat dan bagaimana pula secara teoritis dan ilmiah kita sebagai manusia dapat melupa. Konteks mengingat dan melupa ini kalau kita ibaratkan otak kita adalah hardware penyimpan data, kurang lebih bagian otak kita sama dengan hardisk yang dapat menyimpan semua rekaman jejak pengalaman yang diserap melalui reaksi sensorik kemudian diolah dan disimpan ke dalam memori. Kita akan dapat disebut mengingat jika dapat menampilkan dan mengutarakan dari kepala kita uraian keterangan tentang apa yang telah kita ingat.

Jika kembali kita analogikan dengan data yang tersimpan tentu file yang kita munculkan kembali adalah file yang kita tahu persis di mana kita simpan dalam foldernya. Begitu pula pada memori. Baik memori jangka pendek dan jangka panjang. Kita dapat mengingat kembali dalam tempo yang baru saja kita ingat sebelumnya dinamakan ingatan jangka pendek. Sedangkan, kita dapat mengingat kembali dalam tempo yang sudah lama kita ingat sebelumnya dinamakan ingatan jangka panjang.

Dalam game Werewolf, memori tentu saja berperan dalam permainan ini. Di mana segala informasi di awal permainan akan menjadi penentu sepanjang alur permainan ini. Kapan dan bagaimana urutan kematian penduduk semisal werewolf secara berhasil tidak berhasil ditangkap oleh penduduk. Atau dari informasi demi informasi penjabaran alibi demi alibi tiap-tiap penduduk yang berargumen. Itu semua akan terekam ke dalam memori untuk nantinya diolah dalam kognisi untuk menentukan di mana letak ketidakkonsistenan dan keganjalan dari penduduk yang dicurigai sebagai werewolf. Memori yang bekerja tentunya dalam permainan ini cenderung mengaktifkan memori jangka pendek. Memori jangka panjang akan terjadi jika permainan ini menimbulkan kesan dan makna yang berarti bagi pemain yang memainkan permainan ini.

Werewolf Mengasah Thinking & Problem Solving

Bagaimana manusia dapat berinteraksi menyampaikan informasi-informasi ke sesamanya? Tentunya membutuhkan alat dalam menyampaikan informasi bahkan buah fikir dari manusia itu sendiri. Apakah itu? Tentunya itu adalah bahasa. Bahasa diproduksi juga dalam kognisi kita agar membantu kita dalam memahami dan menyampaikan informasi di tiap ujaran atau perkataan kita. Pola-pola dalam memproduksi bahasa dipelajari oleh tiap manusia agar manusia dapat berinteraksi tutur ucap bahkan tutur tulis. Dari bahasa itu juga, segala nalar dan pengetahuan akan tersampaikan dan menjadi temuan tertentu untuk dinalar-kembali baik secara penalaran formal/informal bahkan penalaran induktif/deduktif (Goldstein, 2019).

Penalaran yang disebut sebelumnya menjadi promotor dalam berfikir. Berfikir menjadi mahkota dalam wujud kognisi kita. Dari penalaran itu juga, segala bentuk cara kita mengindentifikasi masalah akan memunculkan temuan pemecahan masalah dalam kehidupan kita. Hanya berdasarkan kognisi kita.

Jadi, akan terlihat dalam permainan ini, pihak werewolf akan mengupayakan segala cara dalam argumentasinya untuk bisa menyakinan pihak pemain lainnya bahwa dirinya adalah penduduk yang sama dengan mereka. Dan juga, pihak penduduk harus bisa menyelidiki pihak yang berpura-pura menjadi penduduk seperti mereka dan menjebak mereka agar mereka tidak dapat lagi mengelak bahwa diri mereka adalah pihak werewolf.

Tentunya, dalam game Werewolf akan terlihat juga pola-pola kognitif yang terjadi. Di sepanjang permainan ini, tidak mungkin aktifitas berfikir tidak terjadi. Karena dalam game ini menyediakan permasalahan demi permasalahan. Semua pihak akan berproses dalam mengurai serta mengindentifikasikan masalah dengan penalarannya masing-masing. Dan berusaha menentukan pemecahan masalah yang tepat dalam mengambil tindakan selanjutnya untuk menyelamatkan pihak penduduk dari ancaman werewolf.

Kurang lebih begitulah uraian dalam materi Psikologi Kognitif secara general mengulas hal-hal yang bisa dijelaskan dalam permainan Werewolf ini. Selanjutnya akan diulas dari struktur logika sosial dan filosofis mengapa bisa ada konsep game semacam werewolf. Apa yang dapat kita pelajari berhubung psikologi kognitif adalah cara kita memaksimalkan potensi kognisi kita untuk menemukan sekaligus berfikir secara mendalam makna dari bentukan permainan kolosal tersebut.

Krisis Moralitas

Homo Homini Lupus, sebuah ungkapan yang mengartikan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lainnya. Ungkapan itu seolah menjadi gambaran society sekarang. Di mana konteks hubungan antara manusia tidak lepas dari penjegalan, konflik, pengkhianatan, diskriminasi, dan seterusnya. Dan dari itu semua menihilkan nilai moral yang sejatinya tumbuh dalam hakikat diri manusia itu sendiri (homo homini socius). Ungkapan itu sudah lama dikenal dalam pandangan Thomas Hobbes (1588-1679) seorang filsuf di bidang filsafat politik dari Inggris. Secara lanjut dalam pandangannya, Hobbes menjelaskan bahwa keadaan sosial kita dari gambaran homo homini lupus ini mencirikan keadaan alami manusia dari sisi hidup yang negatif, penuh ketakutan, kecemasan, dibayang-bayangi rasa ketidakamanan, manusia hidup tanpa kejelasan hukum, hingga tidak ada pembatasan moral (Ruman, 2022). Dari itu semua menggambarkan inti sejati dari manusia sebagai individu yang anti sosial.

Baca Juga: Enam Etika dalam Hidup Manusia

Moralitas dalam peradaban menjadi tidak karuan. Prinsip hidup dalam keadaan yang digambarkan sebelumnya adalah memilih antara membunuh atau terbunuh. Dan itu semua menjadi substansi yang dapat kita maknai dari game werewolf. Sesiapapun berpotensi dan berpeluang menjadi serigala bagi manusia yang lainnya. Bahkan, manusia yang bukan werewolf saja dapat membunuh manusia yang bukan werewolf. Orang suci dapat mengkafirkan orang suci lainnya. Seolah itu semua dimainkan sebagai werewolf padahal dirinya bukan. Konsep moral pun akhirnya menjadi terpolarisasi.

Werewolf: Dilema ketidakpastian dan Ketidakpercayaan

Dampak lain yang bisa dipahami dari simulasi permainan werewolf ini adalah isu rasa ketidakpercayaan dalam ketidakpastian. Dimanapun konteks manusia itu berada, bahkan dalam suatu keadaan negara yang penuh polemik dalam memilih sosok pemimpin untuk negara itu sendiri. Apakah yang akan dipilih merupakan serigala untuk rakyatnya atau yang akan menjadi prajurit utama yang memberantas gangguan werewolf terhadap rakyatnya. Menumbuhkan rasa percaya artinya berani menjadi oase untuk sekitarnya bahwa harapan itu nyata. Namun, lagi-lagi bayangan ketidakpastian selalu menyertai. Sehingga adalah hal yang tidak mungkin, malaikat bertopeng iblis atau iblis bertopeng malaikat. Permainan ini sudah seperti perhelatan akhir zaman di mana semua bisa terasa seperti oase, seperti penyejuk, namun tetap kering di rohani.

Apakah ada yang menjamin orang baik selalu baik? Apakah ada pula yang menjamin orang jahat akan selalu berbuat jahat? Apakah tolak ukur kebaikan dan kejahatan manusia ditentukan melalui panca indera manusia? Apakah semua yang dinilai oleh manusia sudah dipastikan kekal bahkan valid untuk jangka yang panjang? Bukankah keadaan ini yang menjadi konteks dari ketidakpastian itu sendiri. Uniknya, dalam kungkungan ketidakpastian, manusia diminta untuk percaya, bahwa selalu ada yang pasti. Saya menyebutnya sebagai kehidupan yang paradoksal.

Epilog: Menjadi Manusia yang Memiliki Akal Budi

Dari runtutan alur dari tulisan ini, izinkan saya untuk mengakhiri pengejawantahan fenomena juga sekaligus rumusan kerangka berfikir yang saya temui dari pengalaman saya mengajar Psikologi Kognitif di kelas saya: 1A-PSI.

Konteks kehidupan manusia sudah tercerminkan dari mekanisme sistemik yang terjadi dalam kognisi manusia : riweuh. Meskipun begitu, tetap saja manusia selalu digadang-gadang lebih unggul dari makhluk ciptaan yang lain. Katanya, itu berkat dari kelebihan (dibaca: anugerah) yang diberikan kepada manusia: akal budi. Akal budi inilah yang rupanya terjabarkan dalam sebuah sistem psikologis yang disebut dengan Kognisi. Sehingga segala peta alur yang terjadi dalam struktur kognisinya dinyatakan sebagai proses mental dari manusia itu sendiri. Apakah manusia tersebut memiliki mental yang berakal budi atau justru tidak sama sekali.

Waalahu a’lam bish shawab

Referensi

Ruman, Y S. (30 Mei 2022), https://binus.ac.id/character-building/2022/05/memberi-dari-hati-dalam-bahasa-sebagai-rumah-bersama/ di akses pada tanggal 10 Februari 2024

Sofian, A. S. (2021). Perancangan Informasi Roleplay Bernuansa Lokal Indonesia Berdasarkan Adaptasi “Werewolf The Game” Melalui Media Board Game (Doctoral dissertation, Univeristas Komputer Indonesia).

‎Eysenck, M., & Keane, M. (2020). Cognitive Psychology a Student’s Handbook ‎‎(Eight). ‎Routledge.‎

‎Groome, D., Brace, N., Edgar, G., Edgar, H., Eysenck, M., Manly, T., Ness, H., ‎Pike, G., ‎Scott, S., & ‎Styles, E. (2014). An Introduction to Cognitive ‎Psychology ‎Processes and ‎Disorders (Third). ‎Psychology Press.‎

‎Goldstein, E. B. (2019). Cognitive Psychology Connecting Mind, Research, And Everyday ‎Experience (Fifth). Cengage.‎

‎Sternberg, R. J., & Sternberg, K. (2017). Cognitive Psychology (Seventh). Cengage.‎

Editor: Ahamd Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

1
1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Dery Kurniawan
sekiranya ketiadaan dapat diterima sebagai eksistensi, memperkenalkan diriku hanya sebatas pengingat bahwa aku bukan siapa-siapa melainkan Dia yang menjadikanku siapa.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals