Di akhir tahun, di antara umat Islam masih sering membincangkan sosok Isa. Hal ini setidaknya dikarenakan pada tanggal 25 Desember dalam setiap tahunnya adalah kelahiran Isa yang merupakan trademark agama selain Islam. Selain itu, di antara kalender yang beredar di umat Islam pun terkadang tidak menyebutnya sebagai kelahiran Isa melainkan syibhi Isa atau yang menyerupai Isa. Dengan demikian terdapat pemahaman yang berbeda yang berimplikasi pada pandangan teologis yang ada dalam dua agama.
Ragam dan pola pemahaman seperti inilah yang sudah lama dianut oleh umat Islam. Melalui ajaran Islam yang termaktub di dalam Al-Qur’an secara jelas bahwa Isa adalah utusan Allah yang diutus kepada Bani Israil dan menginformasikan bahwa setelahnya akan diutus seorang nabi terakhir bernama Ahmad. Hal ini termaktub dalam Q.S . Ash Shaf (28): 6.
Dalam hadispun dijelaskan bahwa sosok nama Ahmad adalah Rasuluullah Muhammad saw. yang memiliki lima nama. Dengan demikian dalam pemahaman masyarakat Islam adalah sesuai dalam ajaran yang ada.
Sementara itu, sosok Isa sebagaimana dalam pemahaman umat lain, Kristen berbeda. Isa tidak dipandang sebagai seorang utusan Tuhan sebagaimana digambarkan dalam Islam melainkan sebagai Tuhan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan bahwa mereka yang menuhankan Isa adalah kafir. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan dalam memahami persoalan Isa.
Namun, perdebatan di atas adalah sesuatu yang terus terjadi di antara umat Islam dan Kristen. Hal tersebut tidak akan hilang sampai kapanpun. Kaca mata yang digunakan adalah dalam perspektif agama masing-masing. Hasilnya tentu saja tidak ada titik temu di antara para penganutnya. Dengan demikian perlu cara lain dalam memahami kenyataan historis dan teologis tersebut.
Salah satu cara untuk menjadikan dialog Islam da Kristen adalah memahami sosok Isa a.s. dalam perspektif kemanusiaannya. Tentu saja, setiap umat di kalangan Islam dan Kristen sepakat sosok Isa adalah sosok penting dalam keberagamaannya. Hal ini sesuai dengan ajaran yang mereka yakini masing-masing. Keberadaan Isa menjadi seimbang jika dilihat dari sisi kemanusiaannya dan perannya dalam kehidupan. Dengan demikian, sosok Isa adalah sosok pembaharu dalam bidang kemanusiaan.
Keniscayaan di atas, adalah sesuatu yang dibutuhkan umat manusia siapapaun dan kapanpun. Keberadaannya, ditunggu manusia dalam menjadikan kehidupan yang lebih baik. Setidaknya ajaran-ajaran dapat menjadikan manusia baik dari agama manapun menjadi baik. Dengan demikian, ending dari sisi kemanusiaam Isa adalah menjadikan kehidupan manusia lebih bermartabat.
Tentu saja, dialog antar umat bergama khususnya Islam dan Kristen akan berjalan baik dengan memandang sosok besar Isa a.s. dalam konteks sejarah dan dari sisi kemanusiaannya. Hal ini akan menghasilkan perspektif yang sama dan hasil yang sama. Selain itu, perbedaan antara satu dengan yang lain tidak terjadi lagi. Bahkan adanya image kalah dan menang pun tidak ada lagi. Kehadiran perspektif keberagamaan akan muncul dengan sendirinya melalui cara tersebut.
Perbedaan-perbedaan yang selama ini yang sering hadir dalam dialog antar agama akan menjadi berkurang bahkan hilang sama sekali. Salah satunya adalah dengan memahami Isa sebagaimana digambarkan di atas. Islam dan Kristen sebagai agama yang sama-sama menjadikan Isa sebagai tokoh penting dalam ajaran-ajarannya akan menjadikan damai di mata umatnya.
Humanisme dalam memahami pluralisme keagamaam sebagaimana di atas sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh Gus Dur, panggilan akrab Presiden KH Abdur RahmaWahid Presiden RI ke-4. Hal inilah yang menjadikan Gus Dur sebagai guru bangsa dan diterima semua pihak dan dari kalangan apapun.
Sisi kemanusiaan menjadi soko guru dan perhatian utama. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia adalah di dunia nyata yang realitasnya sangat plural. Setidaknya, dalam konteks bangsa Indonesia misalnya. Sehingga beberapa di antara komponen bangsa menjadikan keberagaman sebagai sebuah potensi yang baik. Dengan demkian konflik pun tidak akan terjadi dan menjadikan bangsa yang aman dan damai.
Gesekan antar umat manusia sering terjadi baik di sesama agama maupun antar umat beragama di masa silam adalah sebuah pelajaran berharga. Hal ini setidaknya tidak ada manfaat yang diperoleh bagi kemanusiaan jila terjadi konflik seperti harta, benda dan nyawa akan hilang serta derajat kemanusiaan pun hilang. Dengan demikian, pola perbedaan yang diutamakan akan mendapatkan kerugian yang besar.
Untuk menyatukan tidak ada kata lain yakni kemanusiaan. Hal ini untuk meminimalkan kerugian-kerugian yang selalu ada baik fisik maupun psikis. Dengan memahami sisi kemanusiaan inilah persatuan umat manusia akan tegak. Selain itu, perpecahan di antara umat manusia akan tertekan. Dengan demikian, kejayaan kehidupan kemanusiaan akan terjaga dengan baik.
Pola pengajaran agama baik Islam dan Kristen harusnya berubah dalam hal titik tekannya. Pengajaran secara teologis dan ibadat harus mengedepankan sisi kemanusiaan. Hal inilah yang sangat kurang ditekankan oleh para pegajar agama di masyarakat. Literatur yang dikaji berasal dari kitab-kitab fiqih klasik yang seringmenimbulkan pemahaman konservatif.
Oleh karena itu selayaknya pola pembelajaran keagamaan tidak menimbulkan konservatifisme bahkan radikalisme yang merusak semangat kemanusiaan di era kekinian yang cenderung pluralis. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannyadi sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments