6 Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah: Sosial dan Politik

Kesuksesan strategi dakwah Nabi Muhammad di Madinah merupakan kunci penting di balik pesatnya perkembangan risalah beliau hingga sekarang14 min


5
Jejak-Langkah-Dakwah-Rasulullah
Ilustrasi menelusuri jejak langkah (Sumber gambar: Dompet Dhuafa USA)

Strategi dakwah Rasulullah di Madinah sangat penting kita pelajari secara mendalam, terutama bagi Muslim Indonesia. Mungkin sebagian pembaca akan bertanya, apakah strategi dakwah belasan abad yang lalu masih cocok untuk zaman sekarang? Saya bisa katakan, justru karena itulah yang menjadikan pembahasan ini menarik. Meskipun beda zaman tapi kita harus memahaminya!

Biar tidak terkesan pernyataan saya berlebihan. Sebelum pembahasan inti mengenai strategi dakwah Rasul di Madinah, saya terlebih dahulu akan mengulas dua hal yang menjadikan tulisan ini memang layak menyita waktu pembaca.

Pertama, kenapa pengetahuan tentang topik ini masih kita butuhkan untuk saat ini? Kedua, Apa yang menjadikan dakwah di kota Madinah ini spesial?

Oke, mari kita jawab satu per satu ya..

Kenapa Kita Perlu Mengetahui Strategi Dakwah Rasulullah?

Tahun 1978 Michael H Hart mencuri perhatian dunia lewat bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History.  Sebagaimana judulnya, buku garapan astrofisikawan asal Amerika Serikat tersebut menampilkan seratus tokoh yang menurutnya memiliki pengaruh paling hebat dalam sejarah.

Buku ini menuai kontroversi ketika Hart menempatkan Nabi Muhammad di posisi pertama. Tapi agaknya Hart juga menyadari hal ini, karenanya sedari awal dia mengemukakan alasan kenapa pilihan pertamanya jatuh kepada Sang Nabi:

My choice of Muhammad to lead the list of the world’s most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular levels” 

(Pilihan saya terhadap Muhammad untuk memimpin daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin yang lain akan mempertanyakannya. Tetapi dia lah (Muhammad) satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat sukses baik dalam bidang keagamaan maupun bidang keduniawian)

Pilihan Hart menjadi semakin masuk akal jika mengingat bahwa Nabi Muhammad tidaklah seberuntung kebanyakan tokoh lain dalam buku tersebut.

Nabi Muhammad terlahir sebagai yatim lalu menjadi yatim-piatu ketika baru berumur enam tahun. Ia tumbuh di keluarga yang sederhana dengan kesehariannya mengembala domba.

Lebih dari itu, kota Mekah di selatan Jazirah Arab, yang merupakan tempat lahir dan tumbuhnya, hanyalah sebuah daerah terbelakang. Wilayah ini tidaklah sebanding dengan dua kerajaan digdaya kala itu, yakni Persia dan Romawi.

Dari kondisi pelik tersebut Nabi Muhammad justru berhasil menyebarkan dakwahnya sebagai utusan Tuhan. Beliau juga sukses membangun sebuah sistem sebagai kepala pemerintahan. Pengaruh keberhasilan dakwah Nabi bahkan masih terasa hingga sekarang.

Baca juga: Nabi Muhammad: Tokoh Pertama Paling Berpengaruh di Pentas Sejarah

Terlepas apakah semua orang sepakat atau tidak dengan posisinya sebagai nomor wahid sebagaimana dalam buku The 100, faktanya Nabi Muhmmad memang salah satu sosok yang punya pengaruh luar biasa, baik selama masa hidupnya maupun sampai saat ini.

Namun tidakkah kita bertanya bagaimana strategi Nabi Muhammad dalam dakwahnya sehingga bisa berhasil menjadi sosok yang begitu berpengaruh? Bagaimanapun juga, keberhasilan Nabi Muhammad tentu tidak terlepas dari strategi, metode dan pendekatannya dalam berdakwah.

Hal inilah yang menjadi alasan kenapa kita harus memahami strategi dakwah Rasul. Apalagi bagi seorang muslim yang meyakini Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah yang dengan segala kesederahanaannya harus digugu dan ditiru.

Untuk bisa mengambil ibrah dari jejak beliau, khususnya dalam pengaruh dakwahnya, kita tentu harus mengetahui strategi yang telah terbukti kesuksesannya.

Kenapa Periode Madinah?

Dakwah Nabi selama sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari terbagi dalam dua periode, yakni periode Mekah dan periode Madinah. Kedua periode tersebut sama-sama memiliki perananan yang sangat penting dalam pembangunan fondasi dakwah Rasulullah. Namun di saat yang sama, ada strategi dakwah yang berbeda pada setiap periode karena adanya perbedaan situasi dan kondisi masyarakat.

Artinya, andaipun kita sudah mengetahui seluruh strategi dakwah Rasulullah, bukan berarti kita bisa menerapkan seluruhnya pada masa kini.

Pada poin ini lah pembahasan strategi dakwah Rasulullah di Madinah menjadi semakin penting. Terutama karena adanya beberapa kesamaan situasi Madinah di masa Nabi dengan kondisi kita saat ini, khususnya di Indonesia.

Salah satu kemiripan konteks Indonesia saat ini dengan kondisi Madinah pada masa Nabi adalah komposisi dan struktur sosial yang plural. Indonesia saat ini dan Madinah kala itu sama-sama terdiri dari ragam agama, suku, dan budaya.

Madinah Kala Itu dan Indonesia Saat Ini

Kemajemukan penduduk Madinah kala itu secara umum bisa terlihat dalam beberapa kategori (Hermawan, 2017: 59-60), antara lain:

1) Segi kebangsaan, penduduk Madinah terdiri dari bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Bangsa Arab pun terbagi dalam dua suku besar yaitu suku Aus dan Suku Khazraj yang bermigrasi dari Arabia selatan. Sedangkan bangsa Yahudi juga terkelompok dalam beberapa suku seperti Bani Quraizhat, Bani Nadhir, Bani Qunaiqa’, Bani Tsa’labat, dan Bani Hadh.

Masyarakat Indonesia di sisi lain juga berasal dari bangsa yang ada di dunia. Sekarang semua ragam bangsa itu bersatu di bawah panji NKRI;

2) Segi daerah, mereka adalah orang-orang Arab Mekah, orang-orang Arab Madinah dan Yahudi Madinah.

Dalam konteks Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, Indonesia memiliki daerah yang sangat banyak, bahkan memiliki 17.000 pulau;

3) Struktur sosial dan kultur, masing-masing suku di Madinah memiliki perbedaan dalam adat istiadat. Indonesia juga terdiri dari lebih 300 suku, setiap suku memiliki adat istiadat yang khas;

4) Segi ekonomi, bangsa Yahudi adalah golongan ekonomi kuat yang menguasai pertanian, perdagangan dan keuangan. Adapun orang Arab merupakan golongan kelas dua.

Berdasarkan data World Bank, Untuk melihat pengelompokan masyarakat Indonesia dari segi ekonomi kita bisa melihat data World Bank. Setidaknya ada tiga kelompok berdarasarkan pengeluaran setiap kelompok dalam sebulan. Pertama, kelompok miskin (pengeluaran kurang dari Rp 354 ribu per kapita per bulan). Kedua, kelompok rentan (Rp 354-532 ribu). Ketiga, kelas menengah (Rp 532 ribu sampai Rp 1,2 juta). Terakhir, kelas atas (lebih dari Rp 6 juta);

5) Segi agama dan keyakinan, mereka terdiri dari atas penganut agama Yahudi, Kristen (minoritas), Islam, dan penganut paganisme. Di indonesia, ada enam agama resmi yang diakui oleh Negara, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Bahkan jika kita menghitung jenis aliran kepercayaan, kita akan menjumpai angka yang lebih fantastis lagi.

Struktur masyarakat Madinah yang plural ini lah salah satu alasan strategi dakwah Rasulullah di Madinah signifikan kita ketahui. Hal ini karena kondisi tersebut sangat mirip dengan struktur masyarakat Indonesia saat ini.

Dengan begitu kita bisa menjadikannya sebagai acuan dalam menyiarkan nilai-nilai keislaman yang luhur di tengah pluralitas masyarakat Indonesia. Lebih dari itu, kita juga bisa membangun peradaban yang lebih tinggi sebagaimana yang Rasulullah ukir di sejarah Madinah.

Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah

Madinah selain bearti “kota”, juga memiliki makna “peradaban”. Sejalan dengan namanya, Madinah adalah sebuah kota dengan peradaban yang sangat tinggi setelah kedatangan Rasulullah saw. Makanya ia terkenal dengan Madinatur Rasul, Kota Rasulullah.

Sebagaimana Mekah, Nabi Muhammad juga sangat mencitai kota Madinah. Jika Mekah adalah kota di mana Rasulullah dan agama Islam lahir, maka Madinah merupakan titik balik peradaban Islam mulai berkembang. Selain itu, di Madinah lah Nabi wafat.

Hal inilah yang menjadi alasan para sahabat bersepakat untuk menjadikan tahun peristiwa hijrah sebagai awal kalender dan sejarah Islam. Kesepakatan tersebut terjadi pada masa pemerintahan Umar ibn Khattab di tahun ke-16 (ada yang mengatakan pada tahun 17 atau 18). Hal ini juga terdokumentasikan dalam Sahih Imam Bukhari (no. 3934) dari riwayat Sahl bin Sa’d:

مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Mereka tidak menghitungnya dari Nabi saw. menjadi rasul maupun dari meninggalnya, mereka menghitungnya (berdasarkan) dari kedatangan Nabi ke Madinah”.

Di Madinah ini Nabi Muhammad berdakwah selama 9 tahun, 9 bulan, dan 9 hari, sebagaimana pendapat Al-Khudhari (Cholil, 2006: 83).

Dakwah Rasulullah periode Madinah ini menjadi suatu kekuatan yang terorganisasi yang pengaruhnya bahkan masih terus bertambah hingga sekarang ketika pemeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad mencapai lebih dari 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23% dari total populasi yang mencapai 6,9 miliar pada tahun 2010.

Selain meneguhkan ajaran tauhid (monoteisme), materi dakwah pada periode ini juga berkaitan tentang masalah kemasyarakatan dan kenegaraan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun juga berkaitan dengan masalah-masalah tersebut.

Menurut Amahzun (2005: 331-350), strategi dakwah Nabi Muhammad di Madinah terbagi dalam dua bidang tersebut. Strategi Nabi di bidang politik dan pemerintahan dan di bidang hubungan sosial kemasyarakatan ini lah yang akan kita bahas mendalam.

A. Strategi Dakwah di Bidang Politik dan Pemerintahan

Ilustrasi-Masjid-Nabawi-Zaman-Nabi
Ilustrasi Masjid Nabawi di Zaman Nabi (ResearchGate)

Salah satu strategi dakwah Rasululllah di Madinah adalah dengan memperbaiki dan membangun sistem politik dan pemerintahan. Dalam hal ini setidaknya ada tiga strategi utama Nabi Muhammad:

1. Membangun Masjid sebagai Media dan Pusat Dakwah

Strategi pertama Nabi Muhammad ketika sampai di Madinah adalah membangun sebuah Masjid. Masjid pertama di Madinah tersebut bernama Masjid Quba, sesuai dengan nama lokasinya, yakni desa Quba. Lahan masjid ini Rasulullah beli dari dua anak yatim, Sahl dan Suhail bin Amr.

Setelah Masjid Quba, Nabi Muhammad juga membangun sebuah masjid yang sekarang kita kenal dengan Masjid Nabawi. Di salah satu sudut masjid tersebut lah tempat kediaman beliau, dengan dua kamar untuk dua istri beliau, Aisyah dan Saudah.

Bangunan Masjid Nabawi kala itu tentu tidak sama dengan model-model masjid di era sekarang dengan segala kemewahannya seperti Hagia Sophia atau masjid-masjid lainnya. Bangunan Masjid Nabi tidak lebih dari sebuah bangunan sederhana yang sangat jauh dari kata “mewah”.  Muhammad Husein Haekal (1984) mendeskripsikannya sebagai berikut:

Masjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya terbuat dari bata dan tanah. Atapnya sebagian terdiri dari daun kurma dan sebagian lagi sengaja terbuka, sebagian lagi sebagai tempat fakir-miskin tunawisma. Tidak ada penerangan dalam masjid pada malam hari. Hanya pada waktu Isya ada penerangan dengan membakar jerami.

Hal ini berjalan selama sembilan tahun. Sesudah itu baru lah ada lampu-lampu yang terpasang pada batang-batang (tiang) kurma sebagai penopang atap tersebut. Tempat tinggal Nabi tidak mewah keadaannya dari pada masjid meskipun memang sepatutnya lebih tertutup.”

Fungsi Masjid

Pembangunan Masjid tersebut merupakan salah satu langkah paling strategis dalam dakwah Rasulullah periode Madinah. Masjid tersebut oleh Nabi juga berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan saat itu (Al-Mubarakfury, 2003: 248).

Karena selain tempat ibadah, Nabi juga menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Di masjid juga Nabi mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah, pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya.

Dengan pembangunan masjid ini, umat Islam tidak lagi ketakutan untuk melaksanakan salat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak khawatir lagi dari kejaran orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam, sebagaimana di periode Mekah sebelumnya. (Hermawan, 2017: 61).

Dari hari ke hari Masjid Nabawi menjadi ramai, baik oleh jamaah salat maupun untuk kegiatan-kegiatan masyarakat lainnya bersama Nabi Muhammad. (Al-Qahthani, 1994: 123)

Pilihan menjadikan masjid sebagai pusat pembangunan sistem politik dan pemerintahannya merupakan langkah strategis Rasulullah dalam keberhasilan dakwahnya di kemudian hari.

***

Sekarang, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari strategi dakwah Nabi ini? Jika kita hanya terfokus pada masjid sebagai kunci suksesnya dakwah Rasulullah, agaknya kita masih belum teliti membaca penjelasan di atas.

Jika pembangunan masjid adalah salah satu tonggak keberhasilan dakwah Rasulullah, maka itu bukanlah pada “bangunannya”, melainkan pada “fungsinya”. Jumlah bangunan masjid ketika itu tidaklah banyak dan bangunannya juga tidak megah. Tapi Rasulullah berhasil mengoptimalkan fungsi bangunan sederhana tersebut menjadi tempat pemecahan persoalan umat, menyatukan umat -bukan sebaliknya.

Tentu pembangunan masjid dewasa ini bukanlah hal yang negatif selama fungsinya sejalan dengan pembangunannya. Semakin banyak masjid seharusnya semakin banyak pula dampak positifnya. Semakin megah bangunannya seharusnya semakin tinggi pula peradaban yang ada di sekelilingnya.

Sebaliknya jika pembangunan masjid belum bisa sejalan dengan fungsinya untuk umat seharusnya kita kembali muhasabah. Jangan-jangan kita membangun masjid bukan untuk mengikuti jejak langkah Sang Nabi melainkan sekadar pemuasan ego kita saja? Na’uzubillah…

Baca juga: Memangnya Masjid Sudah Syar’i?

2. Membangun Kota Madinah sebagai Pusat Pemerintahan

Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah yang kedua di bidang politik dan pemerintahan adalah menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan Negara. Strategi ini pada dasarnya adalah lanjutan dan masih berkaitan dengan strategi yang pertama.

Pembangunan masjid oleh Nabi tidak hanya menjadi tonggak berdirinya masyarakat Islam, namun juga merupakan titik awal pembangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid dengan sendirinya tertata rapi. Lama-kelamaan, daerah sekitar pembangunan tersebut menjadi pusat kota dan pusat perdagangan serta pemukiman masyarakat.

Dalam dokumen-dokumen sejarah juga terlihat bahwa Rasulullah sangat besar perhatiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sarana jalan dan jembatan.

Beliau bersama-sama masyarakat Madinah membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan antara satu lembah dengan lembah yang lain. Dengan begitu masyarakat setempat dapat berhubungan dengan masyarakat lainnya.

Ramainya pembangunan di Madinah menyebabkan masyarakat dari wilayah lain berdatangan ke kota baru ini, baik untuk perdagangan maupun tujuan-tujuan lainnya. Hal inilah nantinya yang mengantarkan Madinah menjadi kota terbesar di jazirah Arabia (Hermawan, 2017: 67).

Strategi dakwah Nabi yang kedua ini juga bisa terlihat dari penggantian nama kota pilihan hijrahnya tersebut. Perubahan nama dari Yastrib menjadi Madinah menunjukan rencana Nabi dalam rangka mengemban misi sucinya dari Tuhan. Yakni misi menciptakan masyarakat yang berbudaya tinggi (masyarakat madani) kemudian menghasilkan suatu entitas sosial politik, dan Madinah sebagai pusatnya.

***

Dalam konteks yang berbeda, Soekarno juga pernah menerapkan strategi serupa. Sang Proklamator RI tersebut membangun kota Jakarta yang menjadi Ibu kota Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari seluruh dunia.

Secara kontekstual, terbangunnya sebuah peradaban masyarakat merupakan modal penting untuk mendatangkan ketertarikan para investor. Ketertarikan ini tentu berdampak positif pada pembangunan infrastruktur dan pada akhirnya akan membawa kemajuan ekonomi. Secara tidak langsung hal ini akan berkontribusi dalam mewujudkan peradaban yang lebih tinggi.

Meskipun pembangunan peradaban tetap dengan catatan harus memperhatikan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang Rasulullah teladankan.

3. Membuat Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara

Strategi dakwah Rasulullah di Madinah selanjutnya adalah membuat sebuah perjanjian yang mengikat semua komponen masyarakat Madinah, baik muslim maupun non-muslim. Perjanjian Madinah ini dikenal dengan Piagam Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H (Ahmad,2008: 387-388).

Piagam Madinah ini merupakan aturan yang menjadi konstitusi masyarakat Madinah yang bersedia hidup berdampingan secara damai di bawah kepemimpinan Rasulullah.

Piagam dengan kesepakatan bersama itu menjadi titik tolak pembentukan negara yang demokratis. Karena di dalam perjanjian tersebut terdapat poin-poin yang memberikan kebebasan kepada para penduduknya. Termasuk juga untuk penduduk non-muslim dalam menjalankan perintah agamanya tanpa mendapat gangguan apapun (Hermawan, 2017: 63).

Piagam Madinah tersebut membuat suatu perubahan struktur masyrakat Madinah yang radikal dari konfederasi kesukuan menjadi masyarakat baru. Yakni dengan menjadikan ajaran-ajaran moral sebagai instrumentasi hukum yang jelas.

Namun perlu dicatat bahwa piagam Madinah pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua dokumen yang digabungkan oleh para sejarawan.

Dokumen pertama adalah hasil perjanjian damai Nabi dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan yang kedua adalah dokumen yang mengatur hubungan antar sesama Muslim dan menentukan hak dan kewajiban masing-masing. (Mubasyaroh, 2014: 60)

Dari sisi politik, Piagam Madinah menggambarkan sebuah doktrin politik religius (politico-religious doctrine) yang berdasarkan pada persaudaran universal. Dengan adanya piagam ini pula Nabi lebih mudah untuk menjalankan sistem yang mengatur hubungan antar masyarakat Madinah.

Secara keseluruhan Piagam Madinah bertujuan untuk menjelaskan berbagai tanggung jawab seluruh elemen masyarakat Madinah serta penentuan hak dan kewajibannya masing-masing.

***

Penerapan Piagam Madinah sangat erat kaitannya dengan tugas terpenting negara dan pemerintahan untuk membuat perundang-undangan demi mewujudkan ketentraman masyarakat. Suatu negara akan bisa merealisasikannya, ketika supremasi hukum bisa tegak. (Mahzun, 2005: 335)

Bagi umat muslim saat ini, setidaknya ada dua arti penting dari dokumen Piagam Madinah tersebut. Pertama, sebagai sumber utama untuk memahami sifat negara Islam pertama dan bagaimana Nabi Muhammad mengatur urusannya. Kedua, sebagai acuan tentang kebijakan Nabi Muhammad SAW dan bermanfaat untuk menyelenggarakan negara modern manapun yang berdasarkan Islam.

Dalam konteks Indonesia, Piagam Madinah ini agaknya setara dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebagaimana maklum, kedua dokumen dasar Negara Indonesia tersebut merupakan hasil kesepakatan para pendiri bangsa untuk memujudkan keutuhan NKRI yang plural.

Saat yang sama, ini juga menjadi tantangan kita bersama untuk mempertahankan keduanya untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa Indonesia tercinta ini.

Baca juga: Kesesuaian Nilai-Nilai Pancasila dengan Maqasid Asy-Syari’ah

B. Strategi Dakwah di Bidang Hubungan Sosial Kemasyarakatan

Sosial Masyarakat Madinah Zaman Nabi
Ilustrasi Sosial Masyarakat Madinah Zaman Nabi

Salah satu fokus dakwah Rasulullah di Madinah adalah membangun hubungan sosial kemasyarakatan yang sebelumnya tersekat oleh perbedaan suku dan agama. Beberapa strategi dakwah Nabi dalam bidang ini antara lain:

1. Al-Muakhat: Menciptakan Hubungan Persaudaraan Baru

Salah satu strategi dakwah Rasulullah periode Madinah adalah menciptakan persaudaraan baru antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Yakni kaum muslimin yang berasal dari Mekah dengan umat Islam Madinah. Penerapan Langkah tersebut untuk memperkuat barisan umat Islam di kota Madinah (Ahmad, 2008: 370).

Strategi ini sangat berperan penting sebagai titik awal bagi Rasulullah untuk menyatukan seluruh masyarakat Madinah demi terwujudnya Madinah yang damai.

Untuk itu, sebelum melakukan konsilidasi dengan non-muslim, Rasulullah terlebih dahulu memperkokoh persatuan internal umat muslim agar bisa bersaudara demi Allah.

Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan darah.

Lantas apa yang bisa kita petik dari strategi ini?

Satu hal yang bisa kita garisbawahi dari strategi dakwah Nabi ini adalah bahwa persatuan merupakan esensi dari sebuah perjuangan dakwah. Tanpa persatuan internal muslim ketika itu, mungkin kita tidak akan bisa menyaksikan syiar Islam bertahan lama sampai saat ini.

Artinya, ketika ada yang melakukan sebuah perjuangan dengan membawa nama “dakwah islamiyah” maka tidak ada lagi kata “Islamku” dan “Islammu”. Karena semuanya berada di bawah panji Islam yang rahmatan lil alamin. Tujuannya mengantarkan umat manusia menuju peradaban yang lebih tinggi sebagaimana yang Rasulullah contohkan.

Namun persatuan mustahil tercapai jika kita masih berkutat pada debat kusir yang tiada ujungnya. Jika bangsa lain sibuk dengan riset ilmiah, masa kita masih berkutat di persoalan qunut, bid’ah, dan persoalan “sepele” lainnya?

2. Resolusi Konflik dan Persatuan Antarsuku di Madinah

Sebelum Nabi hijrah ke kota ini, konflik antarsuku merupakan suatu hal yang lumrah di masyarakat Madinah. Ketika itu perang saudara di antara masyarakat Madinah adalah sesuatu yang biasa.

Klimaksnya terjadi pada peperangan antara suku Aus dan suku Khazraj. Perang yang terkenal dengan Perang Bu’ats ini terjadi di pinggiran kota Madinah pada tahun 618 M (atau lima tahun pra-hijrah). Peristiwa ini melibatkan hampir semua suku-suku Arab di Madinah. Demikian juga suku-suku Yahudi, semuanya bersekutu dengan kelompoknya masing-masing (Engineer, 1999: 46).

Pola struktur masyarakat Madinah yang berdasarkan pada organisasi suku semakin mempertegas perselisihan yang ada. Karena struktur seperti ini pasti akan mengikat semua anggota dengan pertalian darah.

Sistem hubungan ini menumbuhkan solidaritas yang kuat di antara keluarga-keluarga suku. Semangat ini pada akhirnya menimbulkan fanatisme yang mendalam (ashabiyat). Setiap suku merasa yakin mampu berdiri sendiri tanpa hidup berdampingan dengan suku lainnya. Akibatnya, hampir tidak ada hubungan harmonis antarsuku yang ada, makanya setiap suku tidak mempunyai keprihatinan sosial terhadap nasib suku lain. (Hermawan, 2017: 55)

Realitas sosial Madinah yang penuh dengan konflik secara politis “sangat menguntungkan” posisi Nabi Muhammad untuk melakukan gerakan politik (dakwah al-siyasy). Kondisi ini juga kesempatan Nabi untuk mengambil peran dalam proses rekonsiliasi di antara masyarakat Yastrib kala itu.

Di sisi lain, rivalitas suku Aus dan Khazraj dalam konteks perebutan ruang dominasi juga mempermudah Nabi untuk menyatukan masyarakat Madinah. Kehadiran Rasulullah sebagai tokoh yang terus bersinar membuat mereka melakukan inisiatif untuk masuk Islam sehingga bisa memperoleh legitimasi yang kuat.

Baiat Aqabah

Dukungan orang Madinah terhadap Rasulullah tertuang dalam sebuah penyataan kesetiaan pada Rasulullah yang dikenal dengan Bai’at Aqabah. Peristiwa ini terjadi dua kali yaitu pada tahun 621 M dan 622 M. Kedua peristiwa tersebut kemudian akrab sebagai Baiat Aqabah I dan II (Pulungan, 1977:79).

Baiat Aqabah merupakan bentuk persekutuan politik dan bagi Nabi merupakan investasi politik yang luar biasa dalam konteks pembumian risalah beliau. Selain menyelesaikan konflik panjang masyarakat Madinah, Baiat Aqabah juga mengantarkan pada kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Selain itu juga menjadikan kota Madinah sebagai sebuah kota peradaban.

Strategi dakwah Nabi dalam menyelesaikan perseteruan panjang masyarakat Madinah ini mengajarkan kita betapa pentingnya sosok pemimpin. Sosok yang bisa menjadi sentral perdamaian masyarakat.

Pemimpin seperti ini, baik pemimpin agama maupun pemimpin politik dan Negara, akan menjadi jembatan untuk kemajuan Negara. Ia juga menjadi tembok baja terjadinya disintegrasi bangsa.

3. Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian Antarumat Beargama

Madinah merupakan kota heterogen yang penghuninya terdiri dari tiga komunitas agama yang berbeda yaitu komunitas Muslim, Yahudi dan komunitas Paganis. Kondisi inilah yang membuat Rasulullah berkeinginan untuk mengupayakan terjadinya kerjasama dan perdamaian antarkomunitas yang berbeda tersebut.

Banyak pakar percaya bahwa perintah menjadikan Bait al-Maqdis sebagai kiblat umat Muslim di awal periode Madinah merupakan petunjuk untuk Nabi. Yakni sebagai sinyal agar Nabi mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi yang juga beribadah menghadap Bait al-Maqdis.

Rasulullah agaknya menyadari betul bahwa persatuan antarkomunitas agama di Madinah ini merupakan salah satu kunci penting dalam kesuksesan dakwah beliau. Salah satu upaya kongkret mewujudkan hal tersebut adalah dengan membangun kesepakatan kerjasama antarumat beargama yang ada, khususnya dengan komunitas Yahudi.

Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari Piagam Madinah.

Baca juga: Pemikiran Filosofis Demokrasi Nabi Muhammad SAW Melalui Piagam Madinah
Isi Piagam Madinah

Di antara isi Piagam Madinah adalah sebagai berikut:

  1. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing;
  2. Apabila ada musuh yang memerangi salah satu pihak, maka mereka wajib membantu pihak terserang tersebut;
  3. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama;
  4. Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan antara kaum Muslimin dan Yahudi, maka penyelesaiannya tergantung kepada keadilan Nabi Muhammad sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

Rasulullah telah memberikan tauladan melalui  Piagam Madinah dalam penataan hubungan antar agama dalam Islam setelah hijrah dari Mekah ke Madinah. (Raharjo, 1993: 25-29)

Sebagai sebuah kontrak sosial, Piagam Madinah secara keseluruhan memuat 47 pasal. Secara keseluruhan, pasal-pasal tersebut menggambarkan semangat kebersamaan, toleransi antar umat beragama dan dialog dengan prinsip kesetaraan.

Dari semua pasal yang termuat dalam piagam Madinah menurut Munawir Sjadzali (Sjadzali, 1993: 15) prinsip dasarnya memuat dua hal pokok. Pertama, semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku merupakan satu komunitas. Kedua, hubungan antarsesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas lain berdasarkan pada nilai-nilai berikut: (a) Bertetangga baik; (b) Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; (c) Membela yang teraniaya; (d) Saling menasehati; (e) Menghormati kebebasan beragama.

Perjanjian ini  merupakan  upaya  Nabi Muhammad  melakukan pembaharuan  secara cermat dan bijaksana terkait dengan berbagai konflik di Madinah. Tentang hal ini R.A  Nicholson, yang dikutip Asghar Ali Engeneer, menyatakan:

Tak seorangpun dapat mengkaji dokumen ini tanpa terkesan oleh kejeniusan politik  penyusunnya.  Perjanjian ini merupakan buah pikiran yang arif dan bijaksana sekaligus merupakan terobosan baru…

…Muhammad tidak secara terbuka menyerang kemandirian para suku yang ada. Namun sesungguhnya beliau menghantamkanya dengan cara memindahkan pusat kekuasaan yang ada di kepala suku ke tangan masyarakat. Komunitas muslim adalah mitra aktif yang dalam waktu dekat akan mendominasi negara baru yang baru saja terbentuk.” (Engineer, 1999: 34)

***

Dari strategi dakwah Nabi ini kita bisa mengatakan bahwa Islam, melalui dialog, memberi ruang dan kesempatan besar bagi terjadinya pencerahan umat. Karena nilai-nilai Islam memang elalu kontekstual dan menyapa kehidupan sesuai karakter kehidupan yang sangat beragam. Konsekuensinya, pluralisme dalam keberagamaan umat Islam menjadi kemestian untuk dikembangkan.

Pluralisme religius secara inheren selalu merupakan masalah kebijakan publik di mana setiap pemerintahan (Islam) harus mengakui dan melindungi hak individu. Yakni hak pemberian Tuhan kepada setiap pribadi untuk menentukan sendiri nasib spiritualnya tanpa paksaan. (Hermawan, 2017: 66)

Dari sini kita bisa melihat dengan jelas bahwa lahirnya Piagam Madinah bukanlah kecelakaan sejarah (historical  accidence). Akan tetapi merupakan perjalanan sejarah yang sudah terencana(by desain) sebagai sebuah skenario untuk membumikan dakwah Islamiyah.

Epilog

Sekarang kita bisa merangkum bahwa ada dua bidang penerapan strategi dakwah Rasulullah di Madinah. Yakni di bidang sosial kemasyarakatan dan di bidang politik dan pemerintahan. Secara lebih rinci ada enam strategi dakwah Rasulullah di Madinah:

  1. Membangun Masjid sebagai Media dan Pusat Dakwah;
  2. Membangun Kota Madinah sebagai Pusat Pemerintahan;
  3. Membuat Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara;
  4. Al-Muakhat: Menciptakan Hubungan Persaudaraan Baru;
  5. Resolusi Konflik dan Persatuan Antarsuku di Madinah;
  6. Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian Antarumat Beargama.

Dari semua pembahasan di atas, semakin terang bahwa keberhasilan Nabi membangun peradaban Madinah tidak terlepas dari strategi dakwahnya di periode Madinah.

Meskipun hal ini bukanlah satu-satunya rahasia kesuksesan dakwah beliau. Karena prinsip dan metode dakwah Nabi –yang dapat menembus jiwa dan hati umat manusia, juga mempunyai peran yang sangat penting. Namun, kesuksesan strategi dakwah Rasulullah di Madinah ini menjadi kunci penting perkembangan risalah beliau hingga sekarang.

Lebih dari itu, strategi dakwah Rasulullah di Madinah ini merupakan pembelajaran berharga untuk membangun peradaban bangsa Indonesia menjadi lebih tinggi. Terlebih lagi bagi umat muslim dalam menyiarkan nilai-nilai Islam luhur yang rahmatan lil alamin. [DK]

He was a man in whom creative imagination worked at deep levels and produced ideas relevant to the central questions of human existence”
–W. Montgomery Watt–

*Tulisan ini pertama kali terbit pada: 23 Agustus 2020

 _ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

5
Dona Kahfi MA Iballa
Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Artikula.id | Awardee LPDP Doctotal Program-Islamic Thought and Muslim Society-Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

3 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

  1. Alhamdulillah … Keren kak. Next kontennya harus lebih lengkap daripada ini ya. Em ya meskipun ini udah lengkap banget hehe. Sukaa sama pembahasannya. Love it. Thanks

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals