Isu Khilafah di Indonesia

Memang mayoritas masyarakat di Indonesia adalah muslim bahkan menjadi penduduk muslim yang terbesar di dunia. Tetapi cocokkah Indonesia bersistem khilafah?3 min


2
2 points

Khilafah memiliki sejarah yang panjang dan penting di dalam dunia Islam. Kata Khilafah sendiri memiliki banyak makna di Al-Qur’an sehingga membuat adanya kontroversi di antara ahli tafsir yang hingga saat ini tidak adanya kesepakatan di antara mereka apakah benar khilafah memang sistem negara yang sesuai syari’at Islam atau hanya memang sistem negara di Arab yang di-Islamkan. Di dalam sistem khilafah terdapat khalifah yang berarti pengganti atau orang yang menggantikan yang lain yang dalam konteks ini yang dimaksud “yang lain” adalah pemimpin dalam sistem khilafah itu.

Menurut M Quraish Shihab menafsirkan khilafah seperti mengesankan adanya makna kekuasaan politik dalam mengelola satu wilayah. Secara historis istilah dalam khilafah muncul pada masa khalifah Abu Bakar yang mana beliau sebagai pemimpin pengganti dalam melanjutkan apa yang sudah nabi Muhammad pimpin di negara Arab pada waktu itu. Hal itu kemudian dilanjutkan juga oleh sahabat nabi Muhammad yang lain seperti Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.

Keempat pemimpin pengganti nabi ini disebut dengan Khulafa Rasyidun yang artinya khalifah pengganti nabi yang terpercaya. Kepemimpinan dari empat sahabat nabi ini melewati proses yang sangat panjang dan pada kepemimpinan merekalah zaman keemasan Islam dimulai dengan perluasan wilayah, ekonomi meningkat, pendidikan yang maju, dan lain sebagainya yang membuat Islam mencapai puncak kejayaannya hingga kemudian sistem khilafah yang cocok pada masa itu di wilayah itu juga diganti dengan sistem dinasti yang mana sistem dinasti ini kepemimpinannya secara turun temurun.

Di Indonesia sendiri pada masa awal kemerdekaaan telah ada yang mengusulkan tentang sebuah sistem negara yang mecampurkan antara politik dengan agama dan hal itu juga dibantah oleh presiden Soekarno yang tetap memisahkan politik dengan agama.

Golongan yang sejalan dengan Soekarno ini berprinsip agar agama memang harus dipisahkan dengan politik karena agama hanya ajaran yang menyangkut sebuah urusan akhirat dan sifatnya pribadi sementara politik itu tentang duniawi yang mengurusi orang banyak tetapi golongan yang ingin mencampurkan antara politik dengan agama juga mempunyai argumen yang kuat seperti agama Islam juga mengatur cara berpolitik sehingga agama tidak sesempit pemahaman tentang akhirat dan duniawi juga semua yang menyangkut hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Hal ini juga menimbulkan hubungan organisasi besar di Indonesia pada waktu itu juga retak seperti antara Sarekat Islam (SI) dan Partai Nasionalis Indonesia(PNI). Perdebadan dan polemik muncul sebab Soekarno menulis tentang berbagai negara terutama Turki yang memishakan antara agama dan politik agar agama sendiri tidak mengikat tentang majunya sebuah negara dan sebaliknya agama akan terus berkembang sendiri tanpa harus mengurusi kepentingan politik dan tidak menyalahgunakan agama sebagai perebut kekuasaan politik oleh berbagai oknum sehingga zaman semakin berkembang.

Pada dasarnya bahwa syari’at Islam juga tidak memberikan suatu konsep yang jelas tentang kewajiban bahwa politik dan agama harus tercampur dan ada yang berpendapat bahwa Rasulullah  hanya sebagai pemimpin keagamaan yang tidak berniat untuk menjadikan negara Islam itu sendiri.

Dalam hal ini juga pendapat Soekarno disangkal oleh Natsir yang mana keyakinan Islam juga meliputi tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya dan Islam juga mengatur tentang pola dalam bernegara yang mana Islam ini digunakan untuk alat dalam bernegara bukan tujuan dengan penuh bahwa itu adalah negara Islam.

Allah berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 30 yang artinya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan sorang khalifah dimuka bumi.” Hal ini menandakan memang istilah khalifah atau khilafah memang menjadi sebuah tradisi Islam tetapi bisa saja yang dimaksud khalifah ini seorang nabi bukan seorang pemimpin dari sebuah negara yang negara itu menjadikan dasar hukumnya dari ajaran Islam. Tetapi pada waktu Abu Bakar menjadi pemimpin muncul opini bahwa siapa yang menentang Abu Bakar berarti telah menentang agama dan menjadikan penentang itu murtad.

Jika opini ini terus dilakukan maka yang terjadi justru pembangkangan terhadap negara tersebut sehingga hanya pengikut yang setialah yang tetap di negara Arab pada waktu itu. Hal yang demikian bukan dilakukan oleh Abu Bakar tetapi justru ada oknum yang memang ingin merusak sistem negara Arab sepeninggal Rasulullah SAW.

Sebutan khalifah menyebabkan salah pandangnya umat Islam yang memahami arti kata tersebut. Khalifah sendiri hanya ada di diri Rasulullah dan yang menyebarkan seorang raja ataupun sultan yang memang tidak ingin dilengserkan atas nama agama karena mereka menganggap dirinya seorang khalifah yang megaranya bersumber dari ajaran Islam. Menurut saya apa yang ada di surah Al-Baqarah tadi memang adalah pemimpin dalam hal agama saja bukan untuk memimpin sebuah negara.

Baru baru ini, Indonesia seolah ada gejolak yang terjadi karena ada kelompok yang ingin menjadikan sistem negara di Indonesia ini menjadi Khilafah Islamiyah yang menggantikan ideologi Pancasila. Usulan tersebut paling populer disebutkan oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Alasan utama mereka ingin mendirikan sebuah negara Islam di Indoensia karena banyak hukum-hukum di undang-undang yang bersumber dari ajaran Islam dan juga Indonesia merupakan negara pemeluk agama Islam terbesar di dunia yang mana penduduk muslim ini juga berperan dalam memerdekakan bangsa ini dari penjajahan Jepang dan Belanda.

Menurut HTI sistem Khilafah itu mengikuti apa yang dipedomankan nabi Muhammad sehingga negara yang mayoritas Islam wajib mengikuti sistem khilafah. HTI memandang akan adanya seluruh negara yang menggunakan sistem khilafah ini akan bersatu yang memperjuangkan nilai ajaran Islam di dalamnya.

Konsep ini sangat berpengaruh dan bisa mengancam apa yang terjadi di sistem negara Indonesia sehingga bisa menghilangkan batas teritorial yang ada di Indonesia yang mana Indonesia bisa saja tidak diakui keberadaannya dikarenakan memakai konsep dari khilafah itu.

Hal itu juga membuat masyarakat yang bukan dari pemeluk Islam juga akan keberatan terutama daerah Indonesia bagian Timur karena Indonesia yang dikenal memang yang belandaskan pada Pancasila karena konsepnya bisa merangkul semua golongan, suku, ras dan lain sebagainya agar Indoensia tetap terjaga kerukunannya dan semua yang menjadi warga Indonesia bisa mempunyai aspirasi dan hak untuk beragama dengan sama tanpa adanya satu agama yang seolah menguasai.

Menurut saya sendiri Indonesia sudah cocok begini saja konsepnya tetapi memang manusianya diubah untuk saling menghargai satu sama lain bahwa manusia memang diciptakan Tuhan berbeda hal itu yang membuat kita memikirkan tentang kesatuan dalam perbedaan bukan untuk menonjolkan golongan mayoritas saja.

Akan sama saja jika negara Indonesia ini diubah sistem khilafah tetapi para penguasa hanya ingin memanfaatkan kekuasaannya dengan tidak melihat hukum khilafah itu sendiri. Jadi, yang seharusnya diubah itu moralnya bagaimana kita bisa taat akan aturan yang baik sesuai dengan Pancasila kita, toh di dalam Pancasila juga sudah menganut apa yang ada di ajaran Islam sehingga bisa merangkul golongan lain.


Like it? Share with your friends!

2
2 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Frandiansyah Oktavia Aldi Putra
Yogyakarta - Indonesia Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Sosiologi Agama

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals