Memaknai Wayang sebagai Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Salah satu kebudayaan warisan nenek moyang Indonesia yang kini mulai tak digandrungi lagi ialah pertunjukan wayang. 3 min


Sumber gambar: suara.com

Indonesia sebagai negeri yang berbhineka tentunya memiliki corak identitas tersendiri. Kebudayaan suku bangsa dan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia pada hakikatnya memberikan identitas khusus budaya bangsa serta warna kehidupan yang menjadi moral dasar sebagai landasan pengembangan kebudayaan nasional. 

Usaha penggalian, inventarisasi dan pengembangan kebudayaan bukan saja memiliki arti penting untuk kebudayaan itu sendiri, melainkan juga penting untuk kebudayaan nasional.[1] Salah satu kebudayaan warisan nenek moyang Indonesia yang kini mulai “tak digandrungi”—atau perlahan meredup—lagi ialah pertunjukan wayang. Mengapa? 

Baca Juga: Tokoh Wayang Semar Sebagai Representasi Pandangan Hidup Masyarakat Jawa

Urgensi Wayang dalam Kehidupan

Wayang dalam budaya Jawa diperkirakan telah ada sebelum ajaran Islam berkembang di Indonesia, yaitu sejak sekitar abad ke-15.[2] Bahkan wayang telah digunakan oleh Walisongo sebagai media menyebarkan ajaran Islam. 

Adalah Sunan Kalijaga,salah satu wali serta budayawan Jawa yang menggunakan wayang sebagai pendekatan sosial-budaya dalam mengajarkan Islam pada masa itu.[3] Pentas wayang kulit tidak terlepas dari peran seorang dalang, seseorang yang bertugas sebagai sutradara sekaligus narator dialog antar-tokoh wayang dalam cerita tersebut. Dalang mempunyai peran untuk menyampaikan pesan-pesan “piwulang” tentang kebaikan dan kebenaran dalam kehidupan manusia melalui cerita-cerita pertunjukan wayang kulit.[4]

Sistem sosial pada bangsa Indonesia, terutama pada masyarakat Jawa mayoritas mengajarkan tentang nilai-nilai moral melalui bentuk komunikasi simbolik. Demikian dengan wayang, yang merupakan bentuk komunikasi simbolik dari kehidupan yang bersifat rohani. Lakon-lakon atau cerita-cerita pada pertunjukan wayang kulit telah dirumuskan dan mengandung pesan-pesan budi luhur bagi kehidupan. Sehingga wayang bukan hanya sebuah pertunjukan guna menjadi tontonan, akan tetapi juga berisi tuntunan dan tatanan.[5]

Pertunjukan Wayang dan Peminatnya

Syangnya kesenian wayang yang berkembang pada masa sekarang ini kurang digemari oleh generasi muda. Bahkan, mereka lebih memilih untuk melihat konten-konten lain yang terdapat di media sosial yang sangat mudah diakses melalui gawainya, karena sebagian besar anak muda tidak paham dengan maksud cerita yang dibawakan oleh dalang. Di era modern ini hanya beberapa anak muda saja yang benar-benar dapat menikmati pertunjukan wayang hingga akhir cerita.

Baca Juga: Dakwah dan Budaya Sebagai Media Transmisi Ajaran Islam di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan bahwa pada tahun 2018, mereka mencatat sebanyak 7,79% penduduk Indonesia yang berumur 5 tahun ke atas, tertarik untuk menonton pertunjukan teater dan pewayangan. BPS juga menjelaskan, semakin bertambahnya usia, presentase penduduk Indonesia yang menonton pertunjukan wayang semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa seni pewayangan lebih banyak diminati oleh kalangan usia 60 tahun ke atas, yakni sebanyak 10,40%. Sedangakan untuk presentase usia 5-17 tahun sebesar 5,50%.[6]

Sabda Nabi tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Ayat al-Qur’an di atas selaras dengan sabda Nabi Muhammad Saw tentang berbuat kebaikan:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ» (رواه مسلم)[7]

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ismail bin ‘Ulayyah, dari Khalid al-Hadzdza’, dari Abi Qilabah, dari Abi al-Asy’ats, dari Syaddad bin Aus, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya. (HR. Muslim).

Penegasan Menggunakan Ayat Al-Qur’an

Dari paparan mengenai nilai yang terkandung dalam kesenian wayang yang kurang diminati tersebut, sebenarnya terdapat ajaran yang sesuai dengan Islam, yakni memerintahkan manusia agar senantiasa berbuat amar ma’ruf nahi munkar (berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan). Hal ini telah termaktub dalam firman Allah SWT:

وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan tangan (diri) kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Penafsiran Ayat

Ayat di atas dapat bermakna bahwa sebagai manusia jangan sampai tidak menafkahkan harta yang kita miliki di jalan Allah, karena hal tersebut termasuk salah satu perbuatan yang baik. “Allah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu. Maka, jika kalian menyembelih binatang, berbuat ihsanlah dalam menyembelih.” Rasulullah Saw menjelaskan makna ihsan sebagai: “menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya dan bila itu tidak tercapai maka yakinlah bahwa Allah melihatmu.” 

Dengan demikian, perintah untuk berbuat kebaikan bermakna perintah melakukan segala aktivitas positif seakan-akan melihat Allah atau paling tidak selalu merasa dilihat dan diawasi oleh-Nya. Kesadaran akan pengawasan melekat itu menjadikan seseorang selalu ingin berbuat sebaik mungkin. Ihsan dipertintahkan oleh Allah karena demikian itulah yang dilakukan Allah kepada makhluk-makhluk-Nya, dan karena itu pula sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.[8]

Nilai yang Terkandung dalam Pertunjukan Wayang

Di Indonesia, khususnya Jawa, mitologi wayang merupakan tradisi dan budaya yang telah mendasari dan berperan besar dalam membentuk karakter bangsa. Cerita wayang merupakan hasil karya seni yang adiluhung, monumental dan amat berharga, karena ajaran-ajarannya yang masih relevan dengan kondisi masa kini.[9] Ajaran-ajaran tersebut mencakup:

  1. Mempercayai kekuasaan-Nya
  2. Pencarian hakihat kebenaran sejati
  3. Akhlak moral
  4. Keberanian membela kebenaran
  5. Kenegaraan
  6. Cita-cita hidup.[10]

Refrensi:

[1]I Wayan Winaja, Transformasi Kearifan Lokal dan Pendidikan Karakter dalam Pertunjukan Wayang Cenk Blonk, (Bali: Cakra Press, 2017), 1.

[2]Marsaid, “Islam dan Kebudayaan: Wayang Sebagai Media Pendidikan Islam di Nusantara”, Jurnal Kontemplasi, Vol.04, No.01, 2016, 103.

[3]Evita Dewi dkk, “Wayang Golek Sebagai Media Dakwah”, Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, Vol.3, No.2, 2018, 188.

[4]Bernadeta Resti Nurhayati dan Val. Suroto, Pagelaran Wayang Kulit Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Bangsa, (Semarang: Unika Soegijapranata, 2020), 46.

[5]Hendrokumoro dkk, Mutiara dalam Sastra Jawa, (Yogyakarta: Cipta Bersama, 2018), 169.

[6]Badan Pusat Statistik, “https://twitter.com/bps_statistics/status/1372143859782742019”, diakses pada 21 Desember 2022.

[7]Muslim ibn al-Ḥajjaj Abū al-Ḥasan al-Qushairi, Ṣahīh Muslim, (Beirut: Dār Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabi, ), Vol. 3, No.Indeks 1955, 1548. 

[8]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-MishbahPesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 513.

[9]Burhan Nurgiyantoro, “Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa”, Jurnal Pendidikan Karakter, Vol.1, No.1, 2011, 29.

[10]Agus Fatuh Widoyo, “Relevansi Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah di Era Modern: Studi tentang Media Dakwah”, Mamba’ul ‘Ulum, Vol.17, No.2, 2021, 129.

Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals