Mengais Persatuan di Tengah Tumpukan Kekisruhan Politik

siapapun yang datang ke Indonesia pasti akan memuji prilaku kesopanan dan kesantunan masyarakat Indonesia3 min


Dewasa ini kita banyak menyaksikan dinamika perpolotikan di Tanah Air yang kian memanas antara pendukung dua calon kandidat Presiden, tak ayal perseteruan yang terjadi mulai dari perang ideologi, hingga fisik tak terhindarkan, maka tidaklah mengehrankan bila sebagian kelompok mengklaim Indonesia akan mengalami keterpurukan baik dari sisi sistem pemerintahan, hingga kerukunan masyarakat akibat pertikaian yang berkepanjangan tersebut.

Pada salah satu momen berharga bagi penulis, ketika menghadiri kuliah umum yang diselenggarakan oleh Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tanggal 18 Januari 2019, menghadirkan narasumber yaitu Rektor Zaytunah University of Tunisia (Prof. Dr. Hisyam Quraisah), dengan tema “Demokrasi dan Simbol Identitas Agama”.

Beliau memaparkan tentang dinamika perpolitikan yang tumbuh sejak masa penjajahan oleh Prancis hingga terbentuknya sistem demokrasi falsafi di Tunisia.

Beliau menyatakan “Alhamdulillah Negara kami termasuk negara yang menganut demokrasi yang mencoba untuk mencari celah dalam menyatukan atau mendialogkan antara kelompok religius dan liberal demi menciptakan kedamaian yang berbasis pada toleransi kemanusiaan (human right), kerukunan, dan ketenangan, melalui pendidikan di Perguruan Tinggi.

Walaupun hal itu sulit terwujud, namun setidaknya Negara kami tidaklah mengalami kondisi keterpurukan seperti yang dialami oleh Negara-negara Timur Tengah saat ini (Irak, Suriah, Mesir, dan lain sebagainya.)”.

Beliau mengakui bahwa kelebihan yang telah dicapai oleh orang-orang Barat (Liberalism) saat ini adalah mereka telah mampu menciptakan peradaban yang besar pada ranah pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada dunia sains teknologi yang kian mengagumkan, namun satu hal yang mereka lalaikan hingga saat ini.

Yaitu peradaban akhlak dan kemanusiaan kian terpuruk yang mereka alami, coba Anda melihat bagaimana kehidupan orang-orang Barat yang tidak menghargai kemanusiaan, dengan sesuka hati mereka mengorbankan kemanusiaan demi kepentingan politiknya.

Mulai dari kasus penindasan warga palestina, menciptakan alat-alat perang dan memantik kekisruhan di berbagai Negara hingga terjadinya perang saudara, dan lain sebagainya.

Berbeda halnya dengan Negara Timur (Islamic Society) yang menjunjung tinggi nilai-nilai Agama sebagai norma yang memiliki sakralitas, sehingga dikenal sebagai masyarakat yang memiliki religiusitas yang tinggi dengan akhlak dan prilaku yang mulia.

Namun di sisi lain muncul berbagai paham keagamaan yang mencoba untuk memanfaatkan nama Agama sebagai senjata yang tak kalah kejamnya dengan senjata pemusnah perang, senjata itu mampu membunuh sisi hakikat religiusitas, sehingga yang nampak Agama hanya sebatas simbol-simbol identitas tertentu yang diperjuangkan.

Bahkan rela mengorbankan esensi Agama sebagai solusi terhadap problematika kehidupan manusia, maka nampak simbol Agama yang berkembang sebagai problem baru yang membutuhkan penyelesaian.

Dinamika tersebut tentu saja tidak dapat dibiarkan, melainkan mesti dicari titik pemersatu antara keduanya, sehingga Agama benar-benar memainkan perannya sebagai solusi atas masalah yang dihadapi oleh umat manusia.

Begitu pun sebaliknya yang terkait dengan tantangan zaman kian berat dan dinamis, sehingga Agama tidak hanya berperan pada satu sisi (teologis-normatif) melainkan juga harus menjadi spirit tumbuhnya semangat untuk bangkit dari keterpurukan peradaban yang nampak masih usang menuju peradaban yang maju sehingga mampu menguasai ilmu pengetahuan dan modernitas yang telah dicapai oleh Bangsa Liberal.

Pada saat sesi tanya jawab, salah seorang peserta yang mengaku pernah berada di Tunisia dalam rangka mengikuti program pertukaran pelajar, ia mengatakan “bagi saya ada sesuatu yang mengherankan hingga saat ini, mengapa di Universitas yang anda pimpin, membiarkan mahasiswinya ada yang tidak menggunakan hijab (jilbab)?”.

Beliau secara tegas menjawab “Negara kami merupakan salah satu Negara wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai belahan dunia, termasuk di antara mereka ada yang datang menimba Ilmu, dan tidak semuanya beragama muslim, di sisi lain bagi kami, institusi hanya memfasilitasi dan mengatur tentang proses akademik.

Adapun persoalan jilbab bagi kami itu adalah urusan pribadi (privasi) tiap individu, jangankan persoalan hijab, kami tau banyak diantara mereka yang mungkin tidak shalat, puasa, dan tidak melaksanakan perintah Agama yang lebih wajib lainnya.

Namun sekali lagi itu adalah masalah privasi individu dari sisi religius mereka, biarkanlah mereka memilih untuk melaksanakan anjuran Agama itu berdasarkan ilmu yang mereka pelajari, kami tidak ingin menindas sisi kemanusiaan mereka dengan peraturan yang tidak ada kaitannya dengan kebijakan akademik” pungkas Beliau.

Jawaban tersebut tentu saja secara sepintas, bila ditinjau secara teologis normatif agak sedikit mengejutkan (shok), namun secara filososfis hal itu tentu saja tidaklah melanggar dari sisi manajemen akademik yang Beliau lakoni.

Pernyataan mengejutkan lainnya yang sempat beliau utarakan adalah tentang anggapan umum yang menilai bahwa Negara Saudi Arabia adalah tanah suci, utamanya kota Makkah dan Madinah yang merupakan tanah haram (suci).

Beliau mengatakan “anggapan tersebut pada dasarnya keliru, sebab hakikatnya Tanah Suci itu hanya Negara Palestina, adapun Saudi Arabia (Mekkah dan Madinah) yang dimaksud “haramain” bukanlah menunjukkan tempat, melainkan Agama, Ajaran, Hukumnya-lah yang dimaksud suci (Syariat Islam) bukan Negara atau wilayahnya.

Mengapa demikian, coba anda baca sejarah, mengapa para Sahabat banyak yang berhijrah meninggalkan tempat tersebut?

Ada yang ke Kuffah, Basrah, Irak, Mesir dan lain sebagainya. selain itu coba anda lihat bagaimana kebijakan politik Arab Saudi saat ini yang sedang sibuk memerangi Negara Islam lainnya, pantaskan di satu tempat yang katanya suci tapi melahirkan dan menampung orang-orang yang menciptakan kebijakan untuk memerangi kemanusiaan atas kepentingan politik.

Maka bersyukurlah kalian yang hidup di Indonesia yang letaknya beribu mil jaraknya dari mereka, sebab sekiranya kalian berada di dekat mereka, niscaya kalianpun akan ikut diperanginya”

Kesimpulan dari kuliah umum tersebut, saya menggaris bawahi bahwa Negara-negara Muslim yang berada di Timur Tengah mulai menyadari betapa pentingnya kemanusiaan dan hak-hak mereka yang harus dipertahankan, termasuk mempertahankan diri mereka dari korban ideologi anti kemanusiaan atas nama paham Agama yang otoritarianisme.

Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai Negara mayoritas Islam yang damai, menjunjung tinggi toleransi, adat istiadat yang saling menghargai, masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat berbudi pekerti luhur, siapapun yang datang ke Indonesia pasti akan memuji prilaku kesopanan dan kesantunan masyarakat Indonesia.

Jangan sampai hanya karena persoalan politik yang kian dinamis dan tak menentu ini, ditambah lagi merebaknya paham ideologi Timur Tengah (Fundamentalisme) dan Barat (Liberalisme) mencoba untuk merubah segalanya.

Sehingga kekayaan budaya dan tradisi luhur yang dimiliki oleh bangsa ini terkoyakkan dan musnah akibat termakan oleh adu domba dan diskriminasi yang lahir dari kepentingan politik yang mengatas namakan paham Agama atau dogma ideologi tertentu.

Sebab seyogianya paham Agama yang benar tidaklah akan pernah bertentangan dengan prinsip kedamaian, keselamatan, dan ketentraman penganutnya.

 


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Abdul Muiz Amir
Abdul Muiz Amir, Lc,. M.Th.I., Dosen tetap di Institut Agama Islam Negeri Kendari, mengampuh mata kuliah Tafsir, selain akademisi juga aktif sebagai muballigh pada lembaga dakwah Ikatan Alumni Timur Tengah (ICATT) Sulawesi Tenggara, kini sedang menempuh jenjang pendidikan Doktoral di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals