Taklid buta (unscientific belief) masih menjadi problematika umat Islam saat ini, kurangnya keinginan ke arah pengembangan pengkajian ilmu-ilmu ke-Isalaman melalui pengkajian proses ilmiah (idea clarification) masih cenderung mendominasi di setiap halaqah (kajian Islami).
Sehingga keyakinan yang mereka miliki terkesan stagnan dan cenderung memicu justifikasi kebenaran teologis semata, inilah yang disebut oleh Carles S Pierce sebagai the nature of belief (sifat dasar kepercayaan), sebagaimana yang dikutip di dalam buku “Contemporary Analitic Philosophy” yang disusun oleh Milton K. Munitz sebagai berikut:
“a belief is the assertion of proposition a person hold to be true, it is that upon which a person is consciously prepared to act in a certain definite way; it marks a habit of mind, it is the opposite of a state of doubt”. (Milton K Munitz, 1981:27)
Pemahaman seperti itu tentu saja tidak akan pernah mencapai proses kemajuan peradaban, sebab hanya berkutat pada kepercayaan alamiah (nature of belief) namun sarat kejumudan.
Maka tidak heran kajian Agama yang kita jumpai hanya berkutat pada orientasi fikih klasik yang hanya memicu perdebatan demi perdebatan tanpa solusi, sehingga membuat umat semakin bingung.
Oleh karena itu pentingnya pengembangan kajian-kajian ilmu Agama untuk menyadari keterpurukan dan kemunduran yang di alaminya hingga saat ini, maka dibutuhkan berbagai terobosan, baik pada skala teoretis maupun metodologis, untuk sampai pada tahap kemajuan peradaban melalui perkembangan keilmuan, terlebih di era industri yang kian penuh tantangan kreativitas manusia.
Maka langkah awal yang harus dilakukan adalah open minded (membuka pola pikir) untuk sampai pada proses pengembangan pola pikir dengan memperkaya referensi dan potensi diri (explore minded).
Salah satu pola yang dapat digunakan adalah belief-inquiry-meaning (kepercayaan-penyelidikan-makna), inqury adalah keinginan untuk melakukan riset (research) menggunakan pendekatan filosfis interdisiplineri ilmu pengetahuan, sehingga akan membuahkan hasil pada tingkat meaning (keyakinan yang kokoh).
Pertanyaan yang mendasar adalah mengapa perlu dilakukan penelitian terhadap dogma Agama?, jawabannya adalah karena bisa jadi pemahaman Agama yang selama ini dianut ternyata tidak sesuai dengan esensi atau substansi dari pemahaman Agama itu sendiri.
Faktanya banyak persoalan sosial yang nampak besebrangan dengan pemahaman Agama yang selama ini telah mengakar dalam tradisi dan kebudayaan umat beragama itu sendiri.
Misalkan kasus tentang poligami, yang sampai saat ini masih menjadi polemik, khususnya bagi kaum feminis yang menganggap tradisi pemahaman Agama tersebut cenderung misoginis, alias tidak mempertimbangkan perasaan natural wanita, belum lagi kasus tentang nikah kontrak, dan lain sebagainya.
Sejalan dengan hal tersebut, Abdul Karim Sorush memandang bahwa pemahaman Agama saat ini cenderung bersifat otoritarianisme, artinya bahwa belum tentu sampai pada tahap yang baku, autentik apatah lagi orisinal dari kehendak Tuhan yang sesungguhnya.
Sebab bila hal itu merupakan kehendak Tuhan maka tentu tidak akan menimbulkan kesenjangan, baik secara sosial maupun teologis-normatif itu sendiri, berikut pernyataannya di dalam buku Al-Qabdhu Wa Al-Basthu Fi Al-Syari’ah:
فهم الشريعة، فلا يتّصف بأيٍّ من هذه الصفات (قدسية كاملة)، ولم يكن، في أيِّ عصر من العصور، كاملاً، ولا ثابتاً، ولا نقيّاً، ولا بعيداً من الخطأ والخلل، ولا مستغنياً عن المعارف البشرية، أو مستقلاً عنها، ومنشؤه ليس قدسيّاً ولا إلهيّاً، وهو ليس بمنأى عن تحريف المحرِّفين، أو الفهم الخاطئ لذوي العقول القاصرة، وليس خالداً ولا أبديّاً. (Abdul Karem Soroush, 2002:31)
Ungkapan Sorush tentu saja sebagai bentuk kekhawatiran yang timbul akibat sikap kejumudan yang terus menerus stagnan pada kondisi keterpurukannya itu, sehingga mindset yang muncul adalah status dan kedudukan antara Agama dan pemahaman Agama merupakan dua hal yang sama.
Padahal sesungguhnya Agama itu sebagai wahyu (naqliyah) sedangkan pemahaman Agama sebagai ‘aqliyah, Agama akan senantiasa eksis hingga akhir zaman.
Sedangkan pemahaman Agama akan terus mengalami perkembangan seiring peroblematika yang dihadapi oleh umat manusia, untuk menyelaraskan antara pemahaman dan problematika tersebut hanya ada satu cara yang mesti ditempuh.
Yaitu research (penelitian) sehingga melalaui penelitian dapat ditemukan keterkaitan dan keterikatan antara konsep Agama dan kebutuhan kemaslahatan manusia, maka kesenjangan antara Agama dan sosial kemanusiaan tidak lagi menjadi berbenturan, melainkan saling berdialog untuk menyatu dan mengisi antara satu dengan yang lainnya melalui integrasi dan kolaborasi ilmu pengetahuan.
Namun usaha untuk sampai pada tahap tersebut tidaklah mudah, sebab kita akan diperhadapkan pada nilai-nilai sakralitas Agama yang telah melekat dalam benak setiap penganutnya.
Namun harapan untuk sampai ketahap itupun bukanlah sesuatu hal yang mustahil, tentunya usaha itu dapat dimulai dari pendidikan melalui perguruan tinggi berbasis riset yang telah mampu bertransformasi dari islamic studies menuju interdiciplinary studies.
Artinya bahwa terdapat peluang untuk mensilaturahmikan antara teori-teori Agama dengan ilmu sains modern sebagai satu kesatuan disiplin ilmu yang saling bekerja sama untuk mencapai kemajuan peradaban umat manusia sehingga tidak terkesan berdiri sendiri (dikotomi).
One Comment