Dalam tulisan kali ini, seperti biasa, lagi-lagi saya harus mengkritik sistem kapitalisme. Kalau masih ada yang terus bertanya-tanya, mengapa kapitalisme terus-menerus menjadi objek kritikan, jawaban saya hanya satu: karena ada berbagai macam permasalahan di dunia ini yang berakar pada corak produksi kapitalistik.
Permasalahan seperti kesulitan memperoleh pekerjaan, ataupun gampang dikeluarkan dari pekerjaan. Semua itu pun mengakibatkan orang-orang akan jatuh pada jurang kemiskinan.
Banyak dari kita menganggap penyebab permasalahan tersebut adalah kesalahan individu; mereka malas mencari pekerjaan, atau tidak berusaha lebih keras meningkatkan keahliannya sehingga harus dipecat.
Ujung-ujungnya, mereka akan miskin dan bahkan mati karena kemiskinan yang dialaminya. Terkesan sederhana memang, tapi itu sungguh sangat simplistis, menyederhanakan suatu persoalan.
Baca juga: Sang Pejuang Sejati |
Bagi saya, permasalahan ini tidak boleh hanya diidentikkan sebagai kesalahan individu, tetapi juga sebagai akar permasahan struktural. Tentu saya merujuk pada sistem kapitalisme. Untuk beberapa alasan itu, tulisan ini akan mencoba mengeksplorasinya. Untuk pembahasan awal, saya akan menjelaskan berbagai macam fakta aktual problem masyarakat sehari-hari.
Dilansir dari Katadata pada April, badan amal yang berbasis di Inggris: Oxfam, memperingatkan bahwa pandemi virus Corona berisiko membuat setengah miliar orang jatuh ke bawah garis kemiskinan. Ini setara dengan 8 % dari total penduduk dunia, atau dua kali lipat penduduk Indonesia yang berkisar 250 juta orang ini.
Hasil ini didapatkan dari riset yang dilakukan oleh King’s College London, Australian National University dan bekerja sama dengan Oxfam. Riset tersebut bertujuan untuk menghitung dampak jangka pendek dari pandemi Corona terhadap angka kemiskinan dunia. Garis kemiskinan yang menjadi acuan disini adalah versi Bank Dunia yakni pendapatan US$ 1,9; 3,2; dan 5,5 perhari.
Ini tentunya juga tidak terlepas dari meningkatnya tingkat penggangguran yang ada di dunia. Angka kemiskinan pun menjadi membesar saat pandemi Covid-19 ini. Menurut Sri Mulyani, negara-negara besar seperti Amerika, Italia dan Indonesia akan masuk dalam angka tingkat penggangguran yang sangat tinggi.
Bahkan untuk Indonesia sendiri ada lebih dari 1,5 juta yang kena PHK maupun dirumahkan. 90 persen dirumahkan dan 10 persen kena PHK. Lalu, 1,24 juta pekerja sektor formal dan 265 pekerja sektor informal.
Dua contoh persoalan di atas, terkadang kita terjebak dengan mudahnya menyalahkan si Individu. Lihat saja, ketika ada orang yang baru dipecat atau sulit mendapatkan pekerjaan, kita dengan gampang merendahkan dirinya dengan mengatakan: “makanya usaha lebih keras, jangan malas-malasan, kalau gini kan gak sampai dipecat”, atau kalimat lain seperti: “Jangan nyerah dong untuk nyari kerja, mungkin belum rezeki, ayo berusaha keras lagi, gue yakin kalau usaha keras lu akan cepet dapat pekerjaan”.
Kalimat-kalimat tersebut dalam beberapa kondisi memang benar adanya, bahwa kita harus berusaha keras untuk tidak mudah dipecat dari pekerjaan atau agar bisa secepatnya mendapatkan pekerjaan.
Tetapi, pernahkah kita mempertanyakan pertanyaan mendasar, mungkin bagi sebagian orang terdengar naif, yakni pertanyaan seperti: “mengapa di dunia saat ini begitu mudahnya kita dipecat?” atau “mengapa sekarang kita sangat sulit mencari pekerjaan?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut acap kali luput dipikirkan, alih-alih dipertanyakan.
Sebagian kita bahkan langsung menjawab bahwa hal-hal semacam itu adalah sesuatu yang “normal” terjadi. Bagi saya, pandangan seperti itu sangat tidak berdasar, karena tidal melihat akar permasalahan struktural sistem corak produksi kapitalistik yang membuat permasalahan-permasalahan itu hadir di dunia kita saat ini.
Salah satu ciri khas dari corak produksi kapitalistik adalah sirkulasi kapitas, meminjam pendapat Ben Fine dan Alfredo Filho dalam Menjelaskan sirkulasi kapital dan bentuk eksploitasi yang dihasilkan.
Ben Fine dan Alfredo filho menjelaskan bahwa di bawah kapitalisme, pertukaran komoditas sederhana dapat dimulai dengan pekerja dan pemilik sarana produksi. Bagi pekerja, satu-satunya komoditas yang tersedia untuk dijual adalah tenaganya untuk bekerja yang ditukar dengan upah.
Perlu diketahui bahwa sirkulasi komoditas dalam corak produksi kapitalistik dimulai dari uang dan diakhiri dengan uang (Ben Fine and Alfredo Saad-Filho, 2004).
Di mana cara berjalannya dimulai dari pembelian dua jenis komoditas. Komoditas itu adalah alat produksi dan tenaga kerja. Adapun syarat yang diperlukan untuk komoditas tenaga kerja adalah kemauan atau keinginan pihak pekerja untuk menjual tenaganya atau hasil pekerjaannya.
Kesediaan tenaga kerja untuk menjual tenaga kerjanya bukanlah murni dari kebebasannya, tetapi bersifat memaksa karena mereka tidak memiliki cara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka (M-C) (Ben Fine and Alfredo Saad-Filho, 2004).
Setelah berkumpulnya alat produksi dan tenaga kerja, para pemilik modal mengatur dan mengawasi proses produksi dan menjual komoditas dalam mekanisme pasar, setelah itu bertransformasi menjadi uang yang punya nilai berbeda dalam bentuk yang sama ( M-C-M’).
Di sinilah bisa dikatakan bahwa satu-satunya tujuan dalam melakukan kegiatan pertukaran secara sistematis adalah untuk mendapatkan nilai lebih (laba dalam bentuk uang), ini didapatkan dari kerja yang diperlukan secara sosial dilakukan oleh tenaga kerja, karena motif pertukaran adalah untuk memperluas nilai, dimana M harus lebih besar dari pada M sebelumnya (Ben Fine and Alfredo Saad-Filho, 2004).
Dari sini kita dapat menjelaskan bahwa penyebab kelas pekerja sulit mencari pekerjaan dan gampang diberhentikan dari pekerjaannya adalah karena posisi daya tawar kelas pekerja memang telah dikondisikan oleh sistem kapitalisme. Pekerja menduduki posisi yang rentan dan tidak akan bisa mempunyai kedudukan setara dengan pemilik sarana produksi atau kapitalis.
Hal ini adalah sesuatu yang objektif hadir di dunia saat ini. Permasalahannya tidak hanya pada persepsi individu saja, melainkan penting untuk diketahui bahwa kelas pekerja tidak memiliki sarana produksi dan hanya memiliki curahan kerjanya saja.
Artinya, dapat disimpulkan bahwa entah posisi anda sebagai seorang manajer, staf, supervisor, dan kedudukan posisi lain yang katanya tinggi di perusahaan, sejatinya anda masih tergolong sebagai seorang pekerja, yang sewaktu-waktu bisa diberhentikan, walaupun tidak semudah posisi dalam kelas pekerja yang lain.
Baca juga: Kerja dan Mengerjakan |
Dampak politis seharusnya adalah kelas pekerja bersama-sama berupaya mengakhiri corak produksi eksploitatif sistem kapitalisme. Menjadi catatan penting bahwa sistem kapitalisme ini memiliki awal sejarah, dan ia potensial untuk diakhiri dengan perjuangan kelas pekerja.
Tugas kelas pekerjalah yang mewujudkan sistem nan lebih egaliter. Di masa itulah, kita mengharapkan tidak ada lagi permasalahan sulit mencari pekerjaan dan mudahnya di pecat, yang saat ini seakan-akan normal untuk terjadi. [SW]
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannyadi sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.iddi sini!
0 Comments