Belajar Toleransi dari Minoritas

Yakinlah bahwasanya kita sebagai rakyat Indonesia dapat hidup rukun, saling menghargai, dan gotong-royong untuk saling membantu di dalam perbedaan yang ada. 3 min


Toleransi di Bali (SUmber: akurat.co)

Sebagai generasi penerus cendikiawan muslim dunia, tentunya kita tahu, bahwa Indonesia merupakan salah satu negara heterogen terbesar di Asia bahkan di Dunia. Indonesia tercatat memiliki beraneka ragam etnis, budaya, dan agama yang tersebar dari Sabang sampai Merauke serta memiliki 34 provinsi dengan kekayaan alam dan keberagaman penduduknya. Ini adalah salah satu bukti nyata dari kebenaran firman Allah SWT. Dalam Al-Quran yang dapat kita temukan dan rasakan.

Dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13, Allah SWT. Menjelaskan bahwasannya perbedaan yang ada di sekitar kita merupakan sunnat-Nya yang harus kita sikapi dan imani sebagai perantara agar kita lebih bertaqwa dan dekat kepada-Nya.

Baca Juga: Cara Bertoleransi yang Benar

Untuk menjaga dan melindungi hak serta kewajiban rakyatnya yang terdiri dari berbagai etnis, budaya, maupun agama di bawah pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pahlawan dan pejuang kemerdekaan bangsa ini telah berhasil meyusun serta merancang falsafah Pancasila sebagai dasar negara melalui musyawarah bersama yang teramat panjang dan berliku untuk mencapai kata mufakat.

Dalam falsafah Pancasila ini, mulai dari sila pertama sampai kelima kita dapat menjumpai bentuk nilai-nilai toleransi yang besar di dalamnya, tidak memandang etnis, budaya, maupun agama tertentu, sehingga kita dapat hidup aman dan nyaman di bawah dasar negara kita ini; Pancasila.

Namun, dewasa ini telah banyak terjadi peristiwa-peristiwa intoleran di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari cuitan di twitter atau status di facebook yang menghina, mengintimidasi dan memojokkan salah satu golongan tertentu sampai peristiwa penghentian kegiatan keagamaan umat kristiani yang dilakukan oleh beberapa oknum dari salah satu agama yang, faktanya merupakan agama mayoritas di negara ini, yaitu saudara-saudara seagama dan seiman dengan kita.

Tahu gak, sih? Sebenarnya peristiwa-peristiwa yang telah dilakukan oleh saudara-saudara kita itu pada hakikatnya merusak citra agama kita sendiri. Agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan cinta damai. Mungkin mereka yang non-muslim akan menganggap ajaran agama kita hanya berisi kekerasan, alergi terhadap perbedaan yang ada, dan hayalan semata terhadap intisari dan nilai-nilai kedamaian.

Kita boleh menjadi agama mayoritas di negara ini dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, tapi apa gunanya jika pemikiran dan sudut pandang kita dalam menyikapi perbedaan yang ada tidak sebaik dan seindah orang-orang non-muslim yang ada.

Coba kita lihat dan perhatikan bagaimana saudara-saudara Hindu kita di Pulau Dewata, Bali. Mereka dapat menunjukan nilai-nilai toleransi yang tinggi dalam kehidupan sehari-harinya. Meskipun agama Hindu merupakan agama mayoritas di Pulau Bali−yang faktanya merupakan agama minoritas di negara kita. Mereka dapat mengayomi saudara-saudaranya yang berbeda agama serta dapat hidup rukun bersama-sama.

Baca Juga: Tradisi Nyaparan (Abdauan) di Desa Penyabangan Kabupaten Buleleng, Bali: Tinjauan Living Hadis

Tidak ada peristiwa pembubaran jamaat Kristiani yang sedang beribadah di gereja pada hari Minggu atau penutupan kajian-kajian keagamaan di berbagai musholla dan masjid di daerah Bali. Bahkan, polisi adat Bali yang dapat disebut juga sebagai “Pecalang” turut membantu mengamankan dan menjaga ketertiban dalam setiap proses kegiatan keagamaan yang ada di Pulau Bali, seperti mengamankan dan menjaga ketertiban dalam proses salat Jumat.

Bukankah indah rasanya, jika hidup bersama dan berdampingan dalam perbedaan yang ada seperti ini? Di mana tujuan dan nilai-nilai dari sila pertama Pancasila (ketuhanan yang maha esa) berupa kebebasan masyarakat untuk memilih dan menjalankan agamanya masing-masing secara aman dan nyaman dapat tercapai dengan ragam puspawarna.

Dalam kaidah ushul fiqh, kita dapat menemukan kaidah yang berbunyi:

مالايتم الواجب الا به فهو واجب

“perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib”

Kita tahu bahwa menebar cinta dan kasih sayang sesuai dengan nilai-nilai islam yang rahmatan lil alamin kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu  muslim.

Oleh karena itu, saling menjaga dan memahami antar pemeluk agama lain serta saling menghargai dan menyayangi hukumnya wajib dilakukan, sebagai perantara agar nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin dapat dirasakan oleh seluruh makhluk-Nya di muka bumi ini.

Tidak perlu menyamakan berbagai warna yang ada menjadi satu warna. Yakinlah bahwasanya kita sebagai rakyat Indonesia dapat hidup rukun, saling menghargai, dan gotong-royong untuk saling membantu di dalam perbedaan yang ada. Panjang umur Indonesia. Panjang umur perbedaan. Panjang umur toleransi. Panjang umur segala hal yang baik.[AR]
 _ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!

 


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
6
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
6
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
4
Wooow
Keren Keren
5
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals