Indonesia memiliki “pilar” penting yaitu Ilmuwan, Ulama dan Pemerintah, setidaknya menurut opini saya. Guna menjelaskan pernyataan tersebut, mari memulai dari inspirasi yang melatari tulisan ini. Artikel ini mendapat ilham dari pemikiran dua tokoh yakni Cania Citta (Edukator dan Konten Kreator) dan Clifford Geertz (Antropolog Amerika dan Indonesianis).
Keduanya sama-sama memiliki perhatian pada kultur Indonesia, namun dengan fokus yang berbeda. Mari memulai dengan argumentasi Cania Citta. Ia berpendapat dalam berbagai videonya bahwa berpikir logis serta memahami peta realitas dapat membantu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Sebagai akibatnya, keputusan yang baik akan berdampak pada kenyamanan hidup bersama sebagai warga negara Indonesia. Ia menyebutkan bahwa pemikiran ini terinspirasi dari Madilog karya Tan Malaka. Kemudian Ia kembangkan dengan kombinasi framework dari berbagai buku dan ilmuwan untuk mempromosikan berpikir logis (Citta, 2023).
Selanjutnya Clifford Geertz membawa argumen yang ia tuliskan dalam karyanya berjudul, “The Javanese Kijaji: Changing role of Cultural Broker”. Dalam karya pendek berformat jurnal itu, Ia menyatakan bahwa Kiai/pemuka agama Islam khususnya di Jawa memiliki peranan signifikan bagi elite maupun akar rumput (Geertz, 1960, hlm. 228).
Berdasarkan argumentasi di atas, diambil dua figur yakni ilmuan dan ulama sebagai dua dari pilar bangsa Indonesia. Kemudian, penulis menambahkan satu pilar lagi, yakni pemerintah. Khusus untuk pemerintah, argumentasinya akan diuraikan dalam bagian selanjutnya. Tanpa berlama-lama mari mulai menjelaskan tentang Ilmuwan.
Ilmuwan
Pembahasan pertama akan mengulas tentang ilmuwan. Walaupun Cania menekankan tentang pentingnya menguasai kemampuan berpikir logis pada tingkat individu. Tetapi agar belajar berpikir logis menjadi terarah dan jelas maka dibutuhkan ilmuwan. Tugas utamanya adalah untuk mengajari cara berpikir logis menggunakan framework. Framework yang dimaksud adalah cara dan tahapan yang akan memandu individu untuk berpikir logis.
Berpikir Logis dan Peta Realitas
Framework ini umumnya berupa panduan praktis yang membantu individu mengeliminasi prasangka dan kesalahan yang dapat membengkokkan cara berpikir. Cara berpikir yang bengkok akan menimbulkan kekeliruan dan ketidakakuratan, Ini yang biasa disebut cognitive bias dan logical fallacy.
Selain itu, ilmuwan juga berguna dalam riset untuk menemukan serta mengembangkan framework agar hasilnya semakin akurat dan efektif. Dengan begitu masyarakat akan lebih mudah untuk mempraktikkan berpikir logis.
Peran lain yang tak kalah signifikan adalah untuk memberikan informasi dan wawasan secara saintifik agar masyarakat punya peta realitas yang tepat. Peta realitas adalah data, atau fakta tentang bagaimana dunia bekerja. Salah satu contohnya adalah memahami sebab akibat, definisi benda beserta sifat-sifatnya dan lain sebagainya.
Konteks peta realitas dalam pengambilan keputusan adalah untuk memahami kenapa keputusan harus diambil, apa dampaknya, tujuan pengambilan keputusan, dampak dari masing-masing opsi, dan hal lain yang berhubungan. Dengan data dan fakta yang lengkap keputusan dapat diambil secara akurat (Citta, 2023).
Inovasi di Indonesia
Pada aspek lain ilmuwan juga bertanggung jawab untuk melakukan inovasi. Inovasi tersebut diperlukan utamanya untuk memecahkan masalah, meningkatkan perekonomian dan kualitas masyarakat Indonesia. Inovasi ini juga penting sebagai aspek pendorong kemajuan negara. Mengingat inovasi dapat menelurkan berbagai produk, termasuk teknologi yang bernilai dan berdaya saing tinggi. Inovasi juga menjadi bara semangat di kalangan ilmuwan untuk menemukan kebaruan dan menjadikan ilmu pengetahuan semakin aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Melihat pentingnya inovasi tersebut mari mencari tahu bagaimana kondisi inovasi di Indonesia secara objektif dengan mengutip data dari World Intellectual Property Organization.
Menurut hasil penelitian dari lembaga tersebut Indonesia berada pada peringkat ke 54 secara global, 1 tingkat di bawah Filipina dan Nomor 6 di ASEAN. Singapura menjadi satu-satunya negara ASEAN yang masuk 10 besar Global Innovation Index yaitu pada peringkat 4 (Dutta dkk., 2024b). Berdasar data GII ini, terlihat bahwa inovasi Indonesia terbilang biasa-biasa saja atau bahkan buruk. Walaupun dalam laporan ini Indonesia dipuji (Dutta dkk., 2024a, hlm. 23). Tetapi jika mengingat Indonesia masuk kelompok ekonomi G20 dan sedang mengalami surplus demografi produktif. Artinya keuntungan itu belum dapat dimaksimalkan untuk mendorong inovasi.
Indonesia Emas
Pada laporan GII, tentu tidak langsung ujug-ujug menyimpulkan dengan skor rendah. Laporan ini menjelaskan beberapa aspek yang mendapat penilaian rendah. Antara lain jumlah artikel ilmiah dan teknis yang dipublikasikan per satu miliar dolar PDB (Produk Domestik Bruto) yang telah disesuaikan dengan PPP (Paritas Daya Beli). Hal lain yang juga masih butuh perbaikan adalah kerja sama publikasi ilmiah antara ilmuan dengan pelaku usaha/industri (Dutta dkk., 2024b).
kondisi ini semakin diperparah dengan skor PISA yang terbilang rendah. yakni Matematika 366, Membaca 359, dan Sains 383 yang jika dirata-rata Indonesia berada pada rangking ke 68 dari 80 negara (Schleicher, 2023, hlm. 3–5).
Data lain dari BPS menunjukkan masyarakat yang tamat jenjang pendidikan tinggi masih terbilang rendah. Data tersebut berkisar pada angka 10.20 persen (Badan Pusat Statistik, 2024, hlm. 143). Inilah beberapa sisi lain yang mungkin dapat menjawab kenapa peringkat inovasi kita rendah.
Inovasi yang lesu sebagaimana dijelaskan di atas akan sejalan kondisi ekonomi kita. Dari segi performa ekonomi dilihat dari indikator PNB (Pendapatan Nasional Bruto) per Individu di Indonesia tahun 2023 berada pada angka $4.810 (data terbaru) (World Bank, 2023). Sedikit melampaui standar minimal PNB per Individu negara berpenghasilan menengah atas tahun 2025, $4.516 (data terbaru). Artinya masih jauh dari standar minimal negara berpenghasilan tinggi tahun 2025, $14.005 sebagaimana yang dicita-citakan (World Bank, 2025).
Melihat data di atas rasa-rasanya jomplang dengan narasi Indonesia emas yang dikampanyekan pemerintah. Narasi itu sering dikaitkan dengan momentum surplus demografi produktif serta stabilitas ekonomi. Tapi sepertinya realitas berkata lain.
Relevansi Ilmuwan Indonesia
Dengan berbagai penjelasan di atas, tentu semakin gamblang kenapa ilmuan diperlukan di Indonesia. Tentu untuk meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia agar bersiap menjadi individu unggul dalam berbagai bidang guna mengantarkan Indonesia menuju negara maju.
Sayangnya, berbagai peranan penting itu terabaikan karena ilmuwan biasanya tidak memiliki relasi yang kuat dengan masyarakat khususnya akar rumput. Ilmuan memiliki kecenderungan untuk hidup dalam bubble yang sempit dan saling mengafirmasi.
Di lain sisi, ilmuwan memiliki relasi yang tidak stabil dengan pemerintah. Karena bergantung pada bagaimana pemerintah memandang ilmu pengetahuan. Sedangkan realitasnya pemerintah berubah-ubah; ada yang memandang pengetahuan sebagai alat pembenar belaka. Sebaliknya, ada kutub yang menggunakan ilmu sebagai kompas penunjuk arah.
Selain itu terkadang pemerintah menjalin hubungan mesra kepada ilmuan hanya ketika dibutuhkan. Ketika tidak dibutuhkan, suara kritis mereka akan dianggap sebagai deru pengganggu. Khususnya bagi pemerintah yang menyeleweng.
Begitulah penjabaran tentang signifikansi ilmuwan, selanjutnya akan diuraikan tentang Ulama.
Ulama
Dalam artikel jurnalnya, Geerzt melihat Kiai punya peranan yang cukup signifikan karena menjadi penghubung elite dengan masyarakat kebanyakan (Geertz, 1960, hlm. 228). Dalam konteks pilar Indonesia kiai dapat mempromosikan berbagai hal yang baik untuk memastikan umat (pengikut kiai) dapat terpapar dengan banyak pengetahuan. Di lain sisi, kiai sebagai kekuatan kultural mampu menjadi penyeimbang bagi pemerintah. Dengan begitu, berbagai perangai pemerintah yang dirasa kurang pas dapat dikritisi oleh kiai. Itulah garis besar ide kenapa kiai/ulama memiliki peranan yang signifikan dalam masyarakat. Untuk memahami lebih lanjut baca tulisan saya di Artikula.id yang berjudul “Cultural Broker are Ledby Kiai, WhatNow?”
Argumentasi lain yang menguatkan signifikansi peranan agama di Indonesia adalah perdebatan tentang dasar negara di sidang konstituante.Yakni perdebatan antara kelompok yang menginginkan dasar Islam dan dasar sekuler(Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, t.t.). Pada saat itu, Natsir beda paham dengan Soekarno yang mengusung Demokrasi Terpimpin, Ia mengajukan alternatif, yaitu Demokrasi Islam (Kersten, 2015, hlm. 324).
Perdebatan yang sengit dalam sidang konstituante itu akhirnya berakhir dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan awal dari Demokrasi Terpimpin (Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, t.t.). Hal lain yang turut menguatkan adalah survei yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara paling beragama di dunia (Evans, 2024). Survei lain juga menangkap bahwa ulama adalah tokoh yang dipercaya dapat membawa pengaruh positif bagi negara (Bishop & Wike, 2017). Dalam aspek mikro seperti isu iklim, ulama menjadi rujukan utama bagi masyarakat (Zuhdi, 2024).
Signifikansi Agama di Indonesia
Beberapa hal di atas, adalah dasar argumentasi yang memperlihatkan posisi agama yang penting. Realitas tersebut sejalan dengan munculnya forum keagamaan dan berbagai pemuka agama di Indonesia. Hal itu sekaligus menjadi penguat bahwa peranan pemuka agama signifikan, karena dalam ajaran Islam dipercaya bahwa belajar terutama ilmu agama itu perlu ada gurunya (Fauzi, 2022). Hal ini membuat pemuka agama menjadi menonjol hingga penting untuk dianggap sebagai pilar Indonesia.
Berdasarkan pengaruh yang dimilikinya, ulama seharusnya menjadi agen yang mempromosikan nilai-nilai baik kepada masyarakat. Terlepas sumbernya dari teks agama maupun sumber lain.
Dalam kaitan mempromosikan pengetahuan yang di luar paham keagamaan, ulama menyampaikan sepanjang mengutip sumber yang akurat atau punya latar belakang sesuai keilmuan. Jika tidak, ulama dapat mengundang ilmuwan untuk membantu menjelaskan secara akurat. Hal ini berkesesuaian dengan peranan ulama sebagai perantara budaya. Efek praktisnya, ilmuan yang tidak mengakar dapat dijembatani untuk dapat terhubung dengan masyarakat (Mubarok, 2024).
Hal ini berangkat dari asumsi penulis bahwa individu yang telah lulus dari jejang terakhir pendidikannya akan lepas diri dari pengembangan pengetahuan. Kecuali individu tersebut berkecimpung dalam dunia edukasi. Sementara semua orang akan datang ke forum agama setidaknya sekali dalam setahun saat perayaan hari besar. Momentum ini akan dapat dimanfaatkan dengan maksimal jika forum keagamaan tidak hanya menyampaikan topik keagamaan tetapi berbagai nilai-nilai konstruktif untuk meningkatkan kualitas masyarakat.
Lantas kenapa ulama, bukan pemuka agama secara umum?
Karena yang sudah jelas ada hasil penelitiannya adalah kiai atau ulama, dari Geertz. Selain itu kedekatan dengan pemerintah sekaligus rakyat kebanyakan adalah keunikan ulama. Selain itu jumlah umat yang dapat “dimobilisasi” untuk meningkat kualitasnya lebih banyak. Dengan begitu signifikansinya akan lebih terasa.
Dua dari tiga pilar yang disebutkan telah dijabarkan perannya. Sekarang mari berlanjut pada pilar ketiga yakni pemerintah.
Pemerintah
Pemerintah ini memiliki peranan penting dalam sistem negara, tidak peduli geografi maupun sistem yang dianut. Hanya saja terkadang terdapat beberapa perbedaan seperti sistem pemilihan, sistem kepemimpinan, jumlah orang dan arsitektur organisasinya. Perbedaan yang disebut ini hanya variasi yang tidak berbenturan dengan sifat mutlak pentingnya pemerintah.
Pentingnya peranan pemerintah ini dalam konteks Indonesia disebutkan secara eksplisit dalam pembukaan undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Terkhusus disebut dalam alinea ke-4 yang berbunyi, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Penjelasan di atas adalah strong message bahwa keberadaan pemerintah adalah penting, sekaligus menjadi pengingat bahwa pemerintah punya tanggung jawab utama sebagaimana dijelaskan dalam teks di atas.
Hal lain yang nyata dan sering kita rasakan adalah kewenangan pemerintah dalam membentuk regulasi. Kewenangan ini membuat semua individu yang tinggal di Indonesia harus tunduk dan terdampak dengan berbagai regulasi yang ada. Oleh karenanya pemerintahan yang baik akan terasa dampaknya bagi masyarakat berupa kemudahan hidup. Dan sebaliknya pemerintahan buruk akan membuat masyarakat merasa susah.
Indonesia Masa Depan
Berdasarkan penjelasan tentang peran penting ketiga pilar Indonesia di atas, perlu dijelaskan bagaimana strategi yang tepat untuk memajukan Indonesia. Strategi membutuhkan kerja sama yang sehat di antara ketiganya. Kerja sama itu mencakup pembagian peran sekaligus kebutuhan saling koreksi satu sama lain.
Kenapa hal ini penting, karena pemerintahan yang baik membutuhkan legitimasi dari ilmu pengetahuan yang diproduksi oleh ilmuwan. selain itu, ilmuwan dengan pengetahuannya harus berani melakukan kritik terhadap pemerintah. Namun di antara keduanya tidak saling mengooptasi satu sama lain.
Di sisi yang berbeda ulama memainkan peran untuk memberikan batasan moral pada ilmuwan dan pemerintah agar pengebangan ilmu dan tata kelola pemerintahan dapat sejalan dengan prinsip maqashid al-syariah. Selain itu, ulama memainkan peran untuk mengajak masyarakat mendukung upaya perintah dan mempromosikan pengetahuan yang baik bagi masyarakat.
Sebaliknya, ilmuwan juga dapat melakukan kritik kepada ulama yang tidak membina umat. Justru memanfaatkan privilese sebagai ulama untuk berlaku feodal dan menyimpang. Kemudian ketiganya bersama-sama mengupayakan terwujudnya masyarakat yang unggul.
Inilah pandangan ideal untuk memperbaiki Indonesia melalui ketiga figur yang menjadi agen sentral di Indonesia. Hal ini telah bersesuaian dengan kondisi sosiokultural kita yang religius. Namun ketika ketiganya tidak mampu menjalankan agensinya dengan baik dan bijak. Maka masyarakat akan rusak dan terhambat untuk bergerak lebih baik dari keadaan #Indonesiagelap. Tentu tanpa menegasikan peranan masyarakat kebanyakan, tetapi pergerakan menuju terwujudnya Indonesia maju akan sangat mudah jika ketiga pilar ini baik. Dan perjuangan perubahan yang digagas oleh masyarakat akan mudah dibelokkan jika ketiganya terkooptasi.
wallahualam bissawab
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Pendidikan 2024. Badan Pusat Statistik, 13, 217. https://www.bps.go.id/id/publication/2024/11/22/c20eb87371b77ee79ea1fa86/statistik-pendidikan-2024.html
Bishop, C., & Wike, R. (2017, Oktober 3). Public Attitudes Toward Human Rights Organizations: The Case of India, Indonesia, Kenya and Mexico. www.pewresearch.org. https://www.pewresearch.org/global/2017/10/03/attitudes-toward-human-rights-organizations-india-indonesia-kenya-mexico/
Mubarok, A. M. El. (2024, Mei 7). Cultural Broker are Led by Kiai, What Now. Artikula.id. https://artikula.id/ahmad/cultural-broker-are-led-by-kiai-what-now/
Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan. (t.t.). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – Ensiklopedia. Diambil 21 Februari 2025, dari https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Dekrit_Presiden_5_Juli_1959
Dutta, S., Lanvin, B., León, L. R., & Wunsch-Vincent, S. (Ed.). (2024a). Global Innovation Index 2024: Unlocking the Promise of Social Entrepreneurship. (17 ed.). World Intellectual Property Organization. https://doi.org/10.34667/tind.50062
Dutta, S., Lanvin, B., León, L. R., & Wunsch-Vincent, S. (2024b). Indonesia Ranking in the Global Innovation Index 2024. https://www.wipo.int/gii-ranking/en/indonesia
Evans, J. (2024, Agustus 9). Where is the most religious place in the world? | Pew Research Center. https://www.pewresearch.org/short-reads/2024/08/09/where-is-the-most-religious-place-in-the-world/
Fauzi, M. R. (Ed. ). (2022, Februari 8). Habib Husein Ja’far: Tanpa Sanad, Orang Akan Berbicara Agama Sesuai Nafsu dan Kepentingannya. jabar.nu.or.id. https://jabar.nu.or.id/nasional/habib-husein-ja-far-tanpa-sanad-orang-akan-berbicara-agama-sesuai-nafsu-dan-kepentingannya-clkuh
Geertz, C. (1960). The javanese kijaji: The changing role of a cultural broker. Comparative Studies in Society and History, 2(2), 228–249. https://doi.org/10.1017/S0010417500000670
Kersten, C. (2015). Indonesia. Islam, nationalism and democracy: A political biography of Mohammad Natsir By Audrey R. Kahin Singapore: NUS Press, 2012. Pp. 235. Maps, Plates, Notes, Bibliography, Index. Journal of Southeast Asian Studies, 46(2), 322–324. https://doi.org/10.1017/S0022463415000168
Citta, C. (2023, November 19). Cania Citta: Cara Berpikir Madilog [Video recording]. MALAKA [YouTube]. https://www.youtube.com/watch?v=nIrQ1EtCv_g&list=PLqgBVZi17aG51-VTd4ootajaEZ-ISnL2U
Schleicher, A. (2023). Programme for International Student Assessment Insights and Interpretations PISA 2022.
World Bank. (2023). GNI per capita, Atlas method (current US$) – Indonesia | Data. https://data.worldbank.org/indicator/NY.GNP.PCAP.CD?locations=ID
World Bank. (2025). World Bank Country and Lending Groups – World Bank Data Help Desk. https://datahelpdesk.worldbank.org/knowledgebase/articles/906519#High_income
Zuhdi, N. (2024, November 9). Ulama Jadi Tokoh yang Paling Dipercaya dalam Isu Iklim. mediaindonesia.com. https://mediaindonesia.com/humaniora/716358/ulama-jadi-tokoh-yang-paling-dipercaya-dalam-isu-iklim
Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments