Al-Quran adalah permulaan Islam dan manifestasinya yang terpenting. Allah swt menjadikan Al-Quran sebagai reformasi besar kemanusiaan. Dengan Al-Quran Rasulullah Muhammad saw menjadi orang paling berpengaruh sepanjang sejarah umat manusia. Generasi awal Islam hebat dan mencapai puncak peradaban karena berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Nabi saw.
Kepustakaan tentang Al-Quran sudah begitu banyak diterbitkan, sehingga tak seorang pun yang akan dapat membaca semuanya secara keseluruhan dengan saksama. Di dunia ini tak ada kitab yang penanganannya begitu banyak menuntut keahlian, meminta tenaga, waktu, dan biaya, seperti dilakukan orang terhadap Al-Quran.
Allah swt mewahyukan Al-Quran dalam 23 tahun, setara masa belajar formal di Indonesia sejak TK sampai dengan Strata Tiga. Al-Quran adalah lautan tak bertepi, sumur tanpa dasar. Tak seorang pun mampu mencapai ilmu dan makna Al-Quran yang terdalam sampai akhir hayatnya.
Rasulullah saw bersabda, “Khairukum man ta’allama al-qur`an wa ‘allamahu – Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR Bukhari).
Pada kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, “Al-Quran adalah jamuan Tuhan. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya.”
Allah swt menegaskan dengan mengulang firman-Nya hingga empat kali, Walaqad yassarna al-qur`ana lidz-dzikri fahal min muddakir – Sungguh, telah Kami mudahkan Al-Quran untuk menjadi pelajaran, dipahami, dan diingat; adakah yang mau bersungguh-sungguh mengindahkan peringatan? (QS Al-Qamar/53: 17, 22, 32, 40).
Membaca Al-Quran dan memahami isinya menjadi kewajiban setiap Muslim dan Muslimah, termasuk anak-anak, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Siapa saja yang berhasil mencapai pengetahuan dan pemahaman mengenai Al-Quran dengan jalan studi, merenungkan, dan pengalaman hidup bersama Al-Quran, maka ia berkewajiban mengajak orang lain sama-sama menikmati dan merasakan kedamaian karena sentuhananya dengan dunia rohani.
Al-Quran tidak saja dibaca dengan lisan, suara, dan mata, tetapi juga dengan cahaya yang dapat mengisi intelek kita, bahkan dengan cahaya yang paling dalam dan murni yang dapat diberikan oleh hati nurani dan oleh kesadaran batin kita. Dengan semangat itulah pembaca memasuki dunia Al-Quran.
Ibarat menempuh perjalanan, memahami Al-Quran memerlukan bekal wawasan, pengetahuan, rambu-rambu, dan ketulusan hati, serta kebersihan jiwa. Berikut persepsi dan pandangan ulama serta cendekiawan tentang Al-Quran.
“Al-Quran adalah pengantin wanita yang menyembunyikan wajahnya. Bila engkau membuka cadarnya dan tidak mendapatkan kebahagiaan, itu karena caramu membuka cadar telah menipu dirimu sendiri. Apabila engkau mencari kebaikan darinya, ia akan menunjukkan wajahnya, tanpa perlu kaubuka cadarnya.” (Jalaluddin Rumi).
“Ayat-ayat Al-Quran bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dari apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Tidak mustahil, jika Anda mempersilakan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang telah Anda lihat.” (Abdullah Darraz).
“Ayat Al-Quran itu seperti buah kurma. Setiap kali kamu mengunyahnya, rasa manisnya akan terasa.” (Basyar bin as-Sura).
“Tiada seorang pun dalam 1500 tahun ini telah memainkan ‘alat’ bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad: Al-Quran.” (H.A.R. Gibb).
“Rasakanlah keagungan Al-Quran sebelum engkau menyentuhnya dengan nalarmu.” (Muhammad Abduh).
”Al-Quran adalah jaring untuk menangkap jiwa manusia. Seperti ikan, manusia berenang dari satu tempat ke tempat lain, dan Tuhan memasang jaring ke dalam mana manusia terjerat, demi kebahagiaannya sendiri.” (Fritjof Schuon).
“Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas. Ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru dan tidak tertutup dalam interpretasi tunggal.” (Mohammed Arkoun).
“Tak seorang pun dalam Islam yang berhak mengklaim sebagai otoritas atas dan penjaga pemahaman yang tepat atas Al-Quran. Seluruh umat Islam bertanggung jawab terhadap pengabadian dan implementasi ideal-ideal Al-Quran.” (Muhammad ‘Ata al-Sid).
“Al-Quran memiliki keampuhan bahasa yang tak tertandingi karena bentuk atau gayanya dan isi pesan yang dikandungnya. Kekuatan penggerak bahasa Al-Quran terletak pada kemampuan menghadirkan ide-ide ketuhanan, kemanusiaan, dan wawasan kosmik yang tak dapat diingkari.” (Komaruddin Hidayat).
“Persilakanlah Al-Quran berbicara – istanthiq al-Quran.” (Ali bin Abi Thalib).
“Bacalah Al-Quran seakan-akan ia diturunkan kepadamu. Tak seorang pun tahu rahasia. Hingga seorang mukmin. Ia tampak sebagai pembaca. Namun Kitab itu ialah dirinya sendiri. (Mohammad Iqbal).
“Untuk mengantarkanmu mengetahui rahasia ayat-ayat Al-Quran, tidak cukup engkau membacanya empat kali sehari.” (Abul A’la Maududi).
“Al-Quran mengandung prinsip-prinsip umum sains; orang dapat menurunkan pengetahuan tentang perkembangan fisik dan spiritual manusia dengan prinsip-prinsip tersebut.” (Musthafa al-Maraghi).
“Orang tak dapat memahami Al-Quran dan hadis kalau tak berpengetahuan umum. Bagaimana orang bisa mengerti bahwa segala sesuatu itu diciptakan oleh-Nya ‘berjodoh-jodohan’ [QS 51:49] kalau tak mengetahui biologi, positif dan negatif, serta aksi dan reaksi.” (Bung Karno).
“Al-Quran memberikan pencerahan sepanjang zaman. Membaca Al-Quran mempunyai kenikmatan tersendiri. Al-Quran memberikan syafaat kepada mereka yang menjadikannya sebagai teman hidup.” (Ahsin Sakho Muhammad).
Cintailah Al-Quran, niscaya Allah swt mencintaimu.
Rengkuhlah Al-Quran, niscaya Pemilik Al-Quran merengkuhmu.
Jadikan Al-Quran sebagai GPS hidupmu.
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
0 Comments