Pada era globalisasi seperti saat sekarang ini, tentunya kita semua sudah tidak asing dengan apa yang dimaksud dengan hoax. Terlebih dengan para pengguna sosial media seperti whatsapp, instagram, facebook, dan twitter. Tidak sulit lagi untuk menemukan kabar-kabar atau berita hoax.
Karena hoax kini sudah mendunia, dimana dan kapan saja bisa saja kita menemukannya. Lantas bagaimana hoax menjadi mungkin? Dan timbul lagi satu pertanyaan lain yakni apa akar hoax?
Hoax dalam KBBI artinya tidak benar atau bohong. Lazimnya, ia diperlawankan dengan berita benar. Secara epistimologis, kebenaran bermakna persesuaian antara suatu putusan / informasi yang beredar dengan yang ada. Ini jika dilihat dari konteks informasi. Jadi, hoax adalah kondisi tiadanya persesuaian antara diktum dengan fakta.
Bagaimana kabar palsu (hoax) itu mungkin? Jika sejatinya intuisi manusia berorientasi pada kebenaran. Maka penyebabnya adalah budi pekerti (akhlak). Berasal dari budi pekerti yang buruk menjadi suatu kehendak.
Dari kehendak tersebut dapat dibagi menjadi dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, kehendak yang tidak tahu apa yang teraktualisasikan. Kemungkinan yang kedua, kehendak yang diketahui apa yang akan teraktualisasikan.
Kepalsuan diakibatkan oleh kehendak untuk menentukan putusan dalam keresahan. Seseorang menyatakan sesuatu tanpa adanya suatu evidensi. Namun, kepalsuan dapat dihindari jika informasi atau putusan yang diperoleh seseorang disertai bukti.
Jadi secara epistimologis, penyebar hoax hanyalah beropini berdasarkan “kemungkinan-kemungkinan” semata. Hate speech atau ujaran kebencian merupakan panggung hoax dan menjadi ruang publik. Idealnya ruang publik adalah wilayah bebas yang menjadi tempat masyarakat plural berinteraksi dengan syarat taat kepada hukum positif dan etika publik.
Dan yang diperjuangkan dalam wilayah ini adalah kepentingan publik. Tajamnya hoax dan hate speech rupanya telah merobek dan mencabik ideal seperti itu. Dan ketika masyarakat saling menyerang dengan umpatan kasar dan saling menyesatkan di media sosial khususnya, etika public seolah tak terbawa.
Jika dalam kaca Islam berita bohong atau palsu sudah ada sejak jaman dahulu, bahkan Allah memperingatkan hal tersebut melalui hadist Nabi Muhammad.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً رواه مسلم .
Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah bersabda “Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim).
Jika kita amati bersama hadis ini mengandung makna secara umum yaitu isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa berdusta maka itu akan menjadi karakternya.
Titik pentingnya adalah betapa pentingnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur kepada jannahNya dan yang dusta ke neraka.
Disini penulis ingin lebih menekankan tentang sikap jujur pada era milenial seperti sekarang ini. Diangkatnya hadis ini dikarenakan maraknya penyebaran informasi yang tidak bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya atau dalam bahasa zaman sekarang adalah hoax.
Kabar hoax kini menjadi makanan sehari hari bagi masyarakat khususnya pengguna media sosial. Mengapa seperti ini? Karena dengan adanya media sosial kabar hoax akan sangat mudah sekali tersebar luaskan di jejaring sosial dan menjadi konsumsi publik itu sendiri.
Jika kita telaah bersama, bahwasanya pelopor penyebaran kabar hoax tersebut adalah dia yang tidak ada titik kejujuran dalam hatinya. Jauhnya dia dari apa yang telah Rasulullah contohkan. Dan mirisnya lagi, selain pelopor masyarakat juga mengkonsumsi hal tersebut secara mentah tanpa disaring atau dibuktikan kebenarannya. Dan berujung pada penyebaran kabar tersebut.
Jika melihat masalah seperti ini maka sangat penting pembelajaran dan penerapan hadis di atas mengenai kejujuran. Semakin memudarnya akhlak manusia khususnya dalam hal kejujuran membuat manusia harus di suntikkan lagi siraman-siraman rohani agar kembali terisi cahaya lampu keislaman dalam hati mereka. Kembali pada jalan kebenaran dan menjauhi kemunkaran.
“Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur.” Penggalan kalimat senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur ini dapat diartikan secara luas dan dipahami bersama. Bahwa adanya keinginan untuk berlaku jujur itu harus tertanam dalam diri setiap manusia.
Dengan dibarengi usaha untuk selalu berbuat jujur, meski pada akhirnya tak jarang kita berbuat ingkar. Namun daripada itu, eksistensi kejujuran dalam sehari hari tidak boleh memudar atau mengikis seiring berkembangnya zaman. Dengan ini penulis mengajak pembaca sekalian untuk memegang satu prinsip kuat untuk selalu berusaha berlaku jujur dalam setiap perilaku dunia.
Selain daripada itu, perlu adanya pengetahuan yang luas untuk menjadi benteng agar terhindar dari beredarnya kabar hoax, atau bahkan menghindarkan kita menjadi pelaku penyebaran kabar palsu (hoax) tersebut. Maka singkat kata, bentengi diri kita dengan akhlakul karimah dan juga senantiasa berbuat perbuatan yang mulia. Amal ma’ruf nahyi munkar.
0 Comments