Bulan Dzulhijjah termasuk salah satu bulan yang mulia, alasannya karena bulan tersebut sebagai puncak pelaksanaan haji, yaitu wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah, di Arafah. Nabi saw bersabda “alhajju ‘arafah. Artinya, haji itu inti rukunnya adalah wukuf di Arafah. (HR Bukhari.) Al-Quran juga menyebut bulan Dzulhijjah sebagai salah satu asyhurunma’lumat, yakni bulan-bulan yang diketahui sebagai bulan pelaksanaan ibadah haji sebagaimana Q.S. Al-Baqarah: 197.
Oleh sebab itu, sebagai muslim/muslimah, kita perlu memperhatikan dan mengamalkan amalan-amalan yang utama di bulan tersebut. Nah, di antara amalan utama di bulan Dzulhijjah adalah:
1. Berangkat Haji. Haji adalah merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi yang sudah mampu. Allah Swt berfirman,
Dan wajib karena Allah Swt bagi yang sudah mampu jalannya untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah...”(Q.S. Ali Imran: 97). Orang Jawa menyebutnya dengan istilah munggah kaji (naik haji). Ini artinya bahwa orang yang dengan tulus berangkat haji karena Allah, pasti akan dinaikkan derajatnya. Bukankah orang yang berhaji adalah dluyuf al-rahman (tamu-tamu Allah yang Maha Pengasih). Jika saja para tamu tersebut berlaku sopan dan beradab ketika bertamu, niscaya tuan rumahnya akan memuliakannya. Di antara cara menuliskannya adalah dengan diampuni dosa-dosanya, dikabulkan doa-doanya, serta dimasukkan ke dalam surga.
“Haji yang mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga.” Demikian hadis Nabi saw riwayat Bukhari dan Muslim. Untuk itu, jika kita sudah nawaitu berniat untuk berangkat haji, jangan lagi ditunda- tunda, sebab kita tidak tahu sampai kapan umur kita. Kita juga tidak tahu apakah dengan menunda- nunda haji, kesehatan dan kesempatan masih diberikan kepada kita? Sebaliknya, dengan tekad dan niat yang kuat. Allah akan memampukan orang-orang yang dipanggil. Allah belum tentu memanggil orang-orang yang mampu,tapi memampukan orang orang yang dipanggil-Nya.
2. Puasa Arafah. Amalan utama kedua adalah berpuasa sunnah tanggal 9 Dzulhijjah bagi kita yang sedang tidak berhaji. Hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Lalu apa fadhilahnya? Dari Aisyah, Rasulullah saw pernah ditanya tentang keutamaan puasa Arafah. Beliau menjawab, “Bahwa dengan puasa Arafah, Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa kecil seseorang, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. (HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi).
Hadis tersebut menunjukkan betapa rahmat Allah Swt akan terbuka bagi orang-orang yang meluangkan waktunya untuk berpuasa sunah Arafah. Namun, ini tidak berarti lalu seseorang boleh bermaksiat semaunya, mentang-mentang sudah mendapat ampunan Allah Swt. Tidak, sekali-kali tidak demikian. Semakin seseorang mendapat ampunan, tentunya ia akan semakin bisa menjaga maksiat dan dosa. Sebab dalam teori sufi dikatakan bahwa kebaikan yang kita kerjakan, akan memunculkan nilai kebaikan yang baru. Itulah efek domino yang positif dari amal salih. Demikian pula sebaliknya, kemaksiatan yang dikerjakan seseorang juga cenderung akan melahirkan kemaksiatan baru. Walhasil, puasa akan mampu menghapus dosa, atas rahmat Allah Swt.
3. Menyembelih Kurban. Amalan utama di bulan Dzulahijjah ini, terutama di hari nahr yakni tanggal 10 Dzulhijjah setelah sholat Idul Adha adalah berqurban. Nabi saw bersabada, “Tidak ada amalan seorang Bani Adam di hari nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) yang lebih Allah cintai ketimbang mengalirkan darah (menyembelih kurban). Kelak di hari kiamat, hewan kurban tersebut akan didatangkan lengkap dengan tanduk, bulu, dan kukunya (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah). Sebagian ulama menjelaskan bahwa kelak binatang tersebut akan menjadi tunggangan kendaraan yang akan melancarkan proses perjalanan panjang di hari kiamat nanti. Oleh sebab itu, jangan pelit untuk berkurban, jika kita mampu. Hal itu sebagai ungkapan syukur kita kepada Allah Swt, sekaligus sebagai bentuk kepedulian sosial, yakni berbagi daging kurban untuk fakir miskin dan orang orang sekitar kita.
Nabi saw pernah memberikan warning peringatan keras kepada kita dengan mengatakan: “Barang siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, namun dia tidak mau berkurban, maka jangan sekali–kali mendekati tempat sholatku. (HR. Imam Ahmad dan Al-Hakim).
Imam Abu Hanifah berpendapat berdasar hadis tersebut hukum berkurban wajib. Sementara, menurut sebagian pensyarah hadis, merupakan kritik tajam, bahwa seolah-olah shalat kita dengan sujud dan rujuk saja tidak cukup, bahkan menjadi kurang bermakna, jika kita mampu berkurban, tetapi enggan berkurban. Itu sebabnya, al-Quran menyertakan perintah shalat dengan perintah menyembelih hewan kurban. Fashalli li rabbika wanhar. Artinya, maka dirikanlah shalat karena rabbmu dan berkurbanlah. (Q.S. Al-Kautsar: 2-3).
One Comment