Agama secara perennial merupakan faktor pemersatu umat manusia dan secara laten menjadi faktor pemisah. Setiap golongan cenderung untuk bangga dan membanggakan golongannya. Perbedaan tak ayal dapat menimbulkan kedengkian satu sama lain.
Pluralitas merupakan kaidah abadi dalam penciptaan makhluk. Hal itu niscaya mendorong setiap kelompok untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan memberikan tuntunan bagi perjalanan generasi pemilik peradaban. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Manusia dahulunya adalah umat yang satu. Lalu Allah mengutus nabi-nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Dia menurunkan bersama mereka Kitab suci dengan hak, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab itu, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki di antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman pada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Allah selalu memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya pada jalan yang lurus. (QS Al-Baqarah/2:213)
Persaudaraan seluruh umat manusia ditunjukkan oleh sebutan Bani Adam. Interaksi manusia dengan sesama didasari pemahaman bahwa semua manusia adalah saudara, apa pun suku, bangsa, agama, golongan dan bahasanya. Penopang persaudaraan adalah persamaan. Semakin banyak persamaan, semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan dalam cita, rasa dan dorongan kebutuhan bersama menjadi faktor penunjang persaudaraan itu.
Pengakuan keberadaan golongan lain merupakan ikrar hak setiap golongan untuk ada di dalam suatu hubungan sosial yang saling menghargai, saling membantu dan menghormati serta setuju dalam perbedaan. Bersaudara dalam keragaman.
Persaudaraan berorientasi pada maslahat bersama melalui tolong-menolong, saling mengingatkan, musyawarah, sikap proaktif, keteladanan, lemah lebut dan menghindari buruk sangka, memperolok, dan memata-matai satu sama lain.
Manusia beriman mempunyai dua dimensi hubungan yang mesti dipelihara dan dilaksanakan, yakni hubungan vertikal dengan Tuhan melalui ibadah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Umat Islam mengenal lima dimensi persaudaraan: (1) persaudaraan sesama manusia; (2) persaudaraan nasab dan perkawinan; (3) persaudaraan suku dan bangsa; (4) persaudaraan sesama pemeluk agama; (5) persaudaraan seiman.
Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang satu dengan mukmin yang lain ibarat satu tubuh. Jika salah satu organ/anggota badan sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya.” Berkat rahmat Allah swt dan belas kasih-Nya Nabi Muhammad saw berlaku lemah lembut, akrab terhadap kaum mukminin dan memaafkan kesalahan serta menutupi kekurangan mereka.
Silaturahim, menjalin dan memelihara hubungan persaudaraan merupakan suatu tuntunan akhlakul karimah. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menghubungkan silaturahim.” (HR Bukhari).
Pada kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melepaskan seorang Muslim dari kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskannya dari kesusahan pada hari kiamat; barang siapa memudahkan seseorang yang mengalami kesusahan, niscaya Allah memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR Muslim).
Rasulullah saw menyampaikan khutbah persaudaraan dalam ibadah haji perpisahan sebagai berikut. “Wahai sekalian manusia! Camkanlah kata-kataku, karena aku tidak tahu apakah tahun depan aku masih diberi lagi kesempatan untuk berdiri di depan kalian di tempat ini.”
“Jiwa dan harta benda kalian adalah suci, dan haram di antara kalian, sebagaimana hari dan bulan ini adalah suci bagi kalian semua, hingga kalian menghadap Allah swt. Ingatlah, kalian akan menghadap Allah, yang akan menuntut kalian atas perbuatan-perbuatan yang kalian lakukan.”
“Kebangsawanan di masa lalu diletakkan di bawah kakiku. Orang Arab tidak lebih unggul dari bangsa non-Arab, dan bangsa non-Arab tidak lebih unggul atas bangsa Arab. Semua adalah anak Adam, dan Adam tercipta dari tanah.”
“Wahai manusia! Dengar dan pahami kata-kataku! Ketahuilah, bahwa sesama muslim adalah saudara. Kalian semua diikat dalam satu persaudaraan. Harta seseorang tidak boleh menjadi milik orang lain, kecuali diberikan dengan rela hati. Lindungilah diri kalian dari berbuat aniaya.”
“Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara; selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat: Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Hendaklah yang hadir di sini menyampaikan kepada yang tidak hadir. Siapa tahu, orang yang diberi tahu lebih memahami daripada yang mendengarnya.”
Perbedaan pemahaman atas ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi saw di kalangan umat Islam tidak selayaknya dipandang sebagai penyimpangan dari ajaran agama dan tidak pada tempatnya mengundang cemooh dan ejekan satu sama lain. Boleh jadi pihak yang diejek itu lebih baik daripada yang mengejek. (QS 49:11).
Perbedaan madzhab dalam Islam ibarat pelangi yang memancarkan keindahan. Muslim niscaya mengutamakan persaudaraan dengan menjunjung tinggi prinsip setuju dalam perbedaan, karena semua orang beriman itu bersaudara.
0 Comments