Pertalian Islam Kejawen dan Ajaran Tasawuf

Ajaran tasawuf, sebagaimana pula Kejawen memberikan pola-pola ibadah yang tujuannya adalah ketenteraman rohani dengan zuhud. 2 min


4
Sumber foto: kibaguswijaya.com

Islam masuk ke tanah Jawa melalui berbagai jalur penyebaran yang masih mengundang perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah. Meskipun demikian, di kalangan masyarakat Jawa hidup suatu kepercayaan tentang peranan utama para wali (wali sanga) dalam penyebarannya di tanah Jawa.

Perkembangan kemudian yang dapat ditemui bahwa corak Islam yang berkembang di Jawa adalah Islam yang berwujud ajaran-ajaran tasawuf. Hal ini diduga erat berkaitan dengan kemiripan yang dipunyai ajaran tasawuf dengan unsur-unsur mistik yang kuat di masyarakat peninggalan dari tradisi animisme hingga era Hindu-Budha. Muncullah kemudian satu bentuk sinkretisme antara tasawuf Islam dengan mistik kejawen.

Dukungan politik keraton menjadi salah satu faktor pendorong menguatnya ajaran Kejawen di kalangan masyarakat Jawa. Setelah kekuasaan beralih dari Pajang ke Mataram, ajaran kebatinan adalah satu ajaran yang dipakai oleh penguasa Mataram. Dengan demikian maka penyebaran ajaran Islam telah gagal melakukan penetrasi ke wilayah pedalaman Jawa.

Di luar kelompok ajaran Kejawen, banyak kelompok yang berseberangan. Penulis menyebut kelompok ini dengan Islam Syariah, yakni kelompok Islam yang berpandangan bahwa Islam mewajibkan ritual ibadah harus sesuai dengan fikih Islam yang sudah termaktub dalam Al-Quran, hadis dan kitab-kitab ulama.

Penganut Islam syariah, menganggap bahwa di dalam ber-Islam fikih (hukum Islam) harus dilaksanakan sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan Rasulullah sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Quran dan Hadis. Orang yang melaksanakannya adalah orang yang salih dan benar dalam menjalankan ajaran Islam tanpa peduli kualitas spiritual dan efek ibadah normatif terhadap perilaku keseharian.

Jika Islam Kejawen dipertemukan dengan Islam Syariah, maka yang terjadi adalah perdebatan yang tak kunjung selesai. Sebab antara keduanya terdapat perbedaan. Perseteruan antara Islam Kejawen dengan kelompok yang berseberangan, menimbulkan stigma bahwa laku spritual Islam Kejawen dianggap musyrik, sesat dan bid’ah sehingga harus dihindari.

Hal ini tidak lain karena syariah yang diajarkan dalam Islam Kejawen tidak mewajibkan hal-hal yang bersifat fiqhiyyah. Sebab dalam ranah tauhid dan akhlak, tidak ada masalah sama sekali. Sebab yang disembah adalah Allah dan dalam akhlak, keduanya mengajarkan kebaikan kepada sesama manusia dan makhluk lainnya.

Bagi penganut Kejawen bukanlah hal yang wajib sebab dalam laku spiritual orang tidak harus menjalankan seperangkat aturan fikih. Sebab kenyataannya tidak semua pelaksana fikih menjadi oang yang memiliki kualitas spiritual yang baik. Sebaliknya penganut Islam Kejawen yang tidak memakai fikih, memiliki kualitas spiritual yang baik khususnya dalam kedekatan bersama Tuhan.

Konfrontasi antara Islam Kejawen dan Islam Syariah sudah dimulai sejak masa pemerintahan Kerajaan Mataram yang berpusat di pedalaman Jawa. Kerajaan Mataram berada pada pusat tanah Jawa menjadi tempat tarik ulur antara Islam gaya pesisiran yang memegang teguh fikih. Islamisasi Jawa semakin kuat dan sebaliknya Jawanisasi Islam juga sangat kuat. Terlebih setelah Mataram menaklukkan pusat-pusat pengajaran Islam di pesisir utara Jawa seperti Pasuruan (1617), Tuban (1619), Surabaya (1625), Pati (1627) dan Giri (1636).

Setelah mengalami kekalahan dari Batavia (1628-1629), karisma Sultan Agung mulai memudar. Kekalahan ini diiringi dengan banyaknya pemberontakan, mulai dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertentangan antara Islam Puritan dengan Kejawen tak dapat dihindarkan. Banyak ulama yang dibunuh oleh Sultan Mataram.

Berbeda jika Islam Kejawen disandingkan dengan Penganut Tasawuf. Sebab Islam Kejawen sendiri lebih dekat dengan ajaran Tasawuf. Ajaran tasawuf, sebagaimana pula Kejawen memberikan pola-pola ibadah yang tujuannya adalah ketenteraman rohani dengan zuhud.

Kesamaan tujuan antara tasawuf dan Kejawen dapat dipahami dengan jelas berdasarkan ritualnya yakni segala ritual dilakukan sebagai upaya untuk pendekatan diri kepada Tuhan. Jika tasawuf mengedepankan pemusatan batin melalui meditasi, mistik kejawen juga mengajarkan hal yang sama.

Di kalangan umat Islam, sesuai dengan ajaran Al-Quran mula-mula yang muncul adalah tipe transendental mistik dengan pendekatan gnostik, yakni upaya untuk memantapkan dan menghidupkan keyakinan dan pengamalan agama dengan perantaraaan penghayatan agama dengan perantaraan penghayatan makrifat kepada Allah.

Kemunculan gerakan mistik atau tasawuf karena adanya segolongan umat Islam yang tidak puas dengan perkembangan teologi Islam yang amat rasionalis dan legalis (fiqh-oriented). Keduanya dianggap sebagai hal yang mendangkalkan dan mengeringkan jiwa agama.

Imam Ghazali salah satu pemikir tasawuf Islam membuat rumusan yang komprehensif, yang memuat ajaran Islam yang rasionalis, legalis dan mistis. Menurutnya penyucian hati merupakan salah satu bagian terpenting dalam ajaran tasawuf. Salah satu langkah penyucian hati adalah dengan uzlah. Dalam ajaran kejawen disebut dengan semedi atau meditasi.

[zombify_post]


Like it? Share with your friends!

4
Rizal Mubit

Rizal Mubit, S.HI., M.Ag. adalah Peneliti Farabi Institute dan dosen di Institut Keislaman Abdullah Faqih Gresik. Ia telah menulis sejumlah buku bertema keislaman.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.