Belakangan ini jagat maya tersusupi orang yang menyatakan diri sebagai seorang SJW feminis. Kelompok ini sering menyerang pengguna media sosial yang membuat postingan berbau seksis. Oleh karena itu warganet sering menyebut gerakan ini dengan SJW (Social Justice Warrior)* Feminis.
Kehadiran SJW Feminis ini tentu membuat risi dan geram para netizen sehingga tak jarang kelompok ini menjadi bulan-bulanan di media sosial. Cacian keras tak jarang mengarah ke para SJW tersebut. Kondisi ini secara tidak langsung memperburuk citra fenimis. Mengingat tidak semua orang paham secara mendalam tentang feminis.
Orang awan akan sulit membedakan antara para feminis yang benar-benar mengerti tentang gerakannya. Dengan para SJW Feminis yang terkadang tidak mengetahui gagasan feminis secara mendalam. Terlebih kelompok ini terkadang terlalu sensitif dan merasa berhak mewakili ketersinggungan orang. Kelompok ini juga menjadi seakan memiliki hak untuk menghakimi tindakan seseorang.
SWJ Feminis Harus Bijak
Tanpa bermaksud menyudutkan gerakan SJW Feminis. Namun di era keterbukaan informasi yang semakin masif ini seharusnya kita dapat berlaku lebih arif dalam menyikapi informasi yang berseliweran.
Contohnya ketika menegur konten yang kurang mendidik dengan membuat narasi tanding. Yaitu berupa edukasi yang menyajikan perspektif akademik untuk memahamkan khalayak. Gaya kritik ini akan lebih bijak ketimbang dengan penghukuman sepihak sehingga terkesan hanya tersinggung dan sensitif.
Baca Juga: Menakar Gender dan Feminisme |
Ini terlihat dari SJW Feminis yang cenderung menarasikan “membela perempuan saja”. Padahal jika melihat narasi kaum feminis “Sungguhan”, mereka cenderung bersuara lantang untuk menghajar adanya superioritas. Baik yang menimpa perempuan maupun laki-laki.
Tugas Bagi SWJ Feminis
Terdapat beberapa saran tugas bagi SJW Feminis.
SJW Feminis perlu mendemokratisasi Ide dalam Internet
Internet telah memberikan kemudahan mengunggah beragam informasi yang dulunya terbatas bagi kalangan tertentu. Kini, semua kalangan baik “siap” maupun “tidak siap” dapat melihat beragam informasi. Karena setiap orang berhak mempertukarkan informasi yang ia punya.
Ini membuat organisasi sosial yang memiliki fokus di bidangnya masing-masing bertanggungjawab memberikan pengetahuan yang tepat sesuai bidangnya. dengan harapan secara perlahan konten yang “negatif” dan kurang tepat, akan dengan sendirinya tergeser.
Hal tersebut adalah langkah seharusnya menjadi pilihan akademisi untuk mengimbangi serta mengkurasi informasi yang terbaur. Selain itu perlu juga dukungan peraturan yang tepat. Tidak terlalu membatasi kreativitas namun tetap tegas terhadap ujaran kebencian dan berita bohong.
Bermain dengan Algoritma
Pertarungan bebas yang terjadi di sosial media membuat semua orang yang ingin menyampaikan konten positif harus memiliki strategi yang tepat. Baik dengan gimik seperti memasang thumbnail yang menarik, judul klik bait, serta memperhatikan SEO (Search Engine Opmitizatio). Ini penting setidaknya untuk menarik minat para warganet berkunjung ke konten yang positif.
Baca Juga: Seni Memahami Ala Ibnu Abbas dalam Konteks Bijak Bersosial Media |
Kesadaran ini–seperti penjelasan di atas–penting bagi semua orang yang ingin bertarung dalam rung sosial media. apalagi jika menawarkan gagasan baru. kalau tidak berhati-hati dalam menyampaikan, bukannya solusi, malahan akan menimbulkan kontroversi.
Membumikan Ide
Semakin mudahnya persebaran informasi, juga mengajarkan tentang pentingnya bahasa komunikasi yang ringan sehingga semua orang dapat menyerap gagasan dengan renyah. Karena masih kita jumpai beberapa gerakan sosial, yang salah satunya termasuk kelompok feminis memiliki bahasa komunikasi yang eksklusif. Belum lagi penyebaran informasi yang kurang masif, sehingga gagasan feminis renyah hanya bagi kalangan internal sendiri.
Penggunaan bahasa yang tepat akan membuat banyak orang mampu menyerap wacana kita dengan baik. Selain bahasa, tahapan berpikir yang lebih sederhana dan sistematis juga perlu, agar penyebaran pengetahuan bisa runut dan tidak ambigu.
SJW Feminis Perlu Mengedukasi Seksualitas Masyarakat
Melihat narasi kaum pembela jenis jender keperempuanan ini, topik yang terlebih dahulu penting dibangun adalah pendidikan seksual. Mengingat, masyarakat Indonesia pada umumnya kurang memahami hal ihwal tentang seksualitas.
Bahkan bagi sebagian kalangan, pendidikan seksualitas masih terstigma sebagai hal tabu. Atau malah menjadi bahan gurauan yang berlebihan.
Pandangan seperti ini perlu mendapat koreksi, karena semakin masifnya angka pengguna internet juga harus berimbang pada percepatan pendewasaan manusia. Tidak ayal ketersediaan konten dewasa di internet perlu diimbangi dengan wawasan seksualitas yang baik. Termasuk pemahaman tentang pentingnya menjaga kesehatan alat reproduksi.
Mengingat manusia tercipta dengan seperangkat anggota tubuh yang di dalamnya termasuk alat vital untuk berkembang biak. Sebagai kelengkapan menjaga kelangsungan kehidupan umat manusia.
Untuk itu, penting adanya edukasi tentang cara menjaga serta pemanfaatan alat vital dengan baik dan benar. Agar potensi yang bagian dari kodrat ini dapat bermanfaat secara bijak.
Media Digital sebagai Sarana Edukasi SJW Feminis
Media digital yang di dalamnya termasuk internet, adalah alat yang dapat berguna untuk mengampanyekan pendidikan seksual. Karena media ini memiliki jangkauan yang luas dan mudah dalam segi mengaksesnya. Setelah masyarakat memahami tentang seluk beluk seksualitas maka akan tumbuh kesadaran tentang pentingnya pendidikan seksualitas serta kesehatan seksual.
Jika pengetahuan serta kesadaran masyarakat sudah sampai tahap ini. Maka wacana tentang jender, penghapusan kekerasan seksualitas, dan sejenisnya akan mudah dicerna dan dipahami, Bahkan menjadi kebutuhan bersama. Tidak hanya dianggap sebagai sebuah kecemasan berlebihan dan sebuah ketersinggungan belaka.
*) SJW Di sini dimaknai sebagai orang yang selalu merasa benar secara berlebihan dan menganggap orang yang berlawanan dengan ideologinya selalu salah.
Editor: Hadi Wiryawan
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
Membaca tulisan di atas mengingatkan saya pada teori ordinary leanguge Ludwig Wittgenstein. Disadari atau tidak, penggunaan bahasa yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mampu dicerna oleh semua kalangan. Bukankah orang yang mampu menyederhanakan persoalan yang sukar dan pelik ke dalam bahasa yang sederhana adalah lebih utama? begitu juga sebaliknya. Mungkin cara penyampaian ide pokok itu akan lebih menarik lagi tatkala dibenturkan dengan pandangan Ludwig atau mungkin dengan hermeneutika ala Paul Ricoeur. Selain itu, penyentilan atas kampaye pendidikan seksual mungkin akan lebih menarik lagi tatkala dikaitkan dengan peran dan fungsi BKKBN. Mohon maaf dan terimakasih.
Siap, makasih masukannya…