Judul tulisan ini salah satunya tergambar dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهَا جَعَلَ الْفَرَاشُ وَهَذِهِ الدَّوَابُّ الَّتِي فِي النَّارِ يَقَعْنَ فِيهَا وَجَعَلَ يَحْجُزُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَتَقَحَّمْنَ فِيهَا قَالَ فَذَلِكُمْ مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ أَنَا آخِذٌ بِحُجَزِكُمْ عَنْ النَّارِ هَلُمَّ عَنْ النَّارِ هَلُمَّ عَنْ النَّارِ فَتَغْلِبُونِي تَقَحَّمُونَ فِيهَا
“Perumpamaanku adalah bagaikan seorang yang menyalakan api. Maka tatkala api itu menerangi sekitarnya, tiba-tiba serangga-serangga beterbangan menjatuhkan diri ke dalam api itu. Dan orang tersebut telah berusaha menghalaunya. Namun serang-serangga tersebut tetap mendesak masuk ke dalam api tersebut. Kata beliau: ‘Maka itulah perumpamaanku dengan kalian, aku telah berusaha melindungimu dengan api neraka, jauhi api neraka, jauhi api neraka, namun kalian tetap nekad & masuk ke dalamnya.” [HR. Muslim No.4235].
Hadis di atas adalah salah satu bentuk kecintaan Rasulullah SAW kepada umatnya. Hadis ini adalah riwayat Muslim yang mayoritas hadisnya memang shahih dari segi sanad maupun matan, sebelumnya walaupun tidak ada hadis ini kehidupan Rasulullah terkenal dengan selalu memberi kasih sayang dan perhatian kepada umatnya dan dikuatkan dengan adanya hadis tersebut yang menggambarkan atau mengumpamakan kasih sayang Rasulullah kepada umatnya.
Rasulullah tidak memilih-milih dalam memberi kasih sayang, semuanya sama di mata beliau. Karena begitu lembut hatinya, Rasulullah dikenal akan kemuliaannya sebagai manusia.
Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Muhammad SAW? Semua orang Muslim pasti tau bahkan beliau masuk ke dalam buku karangan keturunan Yahudi yaitu Michael H. Hart yang berjudul The 100, buku tersebut berisi 100 tokoh paling berpengaruh di dunia dan Nabi Muhammad ditempatkan diurutan pertama.
Nabi Muhammad adalah sosok yang kita sanjung-sanjungkan, dan kita jadikan panutan karena beliau adalah utusan Allah untuk memberi petunjuk dan hidayah kepada manusia. Untuk itu Nabi Muhammad adalah contoh bagi kita semua karena memiliki kepribadian yang tinggi dan sifat yang terpuji.
Memanglah Nabi Muhammad SAW telah dibersihkan hatinya oleh Allah melalui perantara malaikat Jibril agar terjaga dan mampu menghadapi penyimpangan sosial pada saat beliau hidup atau zaman jahiliyah, namun alangkah lebih baik jika kita mengikuti kepribadian beliau dizaman globalisasi ini. Kepribadian Nabi Muhammad adalah kepribadian manusai yang paling sempurna karena berhasil mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.
Kecintaan beliau terhadap umatnya sangat jelas pada saat beliau hidup bahkan saat ajal menjemputnya. Dari Nabi kita belajar agar mencintai, menyanyangi dan menghormati orang lain tidak hanya sesama muslim namun juga sesama makhluk ciptaannya.
Sewaktu beliau sedang berdakwah, ada seseorang yang sangat benci dengan Nabi bahkan waktu Nabi menempuh perjalan di depan rumahnya ia meludah kepada Nabi, namun bukannya dibalas dengan cacian atau makian Nabi kemudian tersenyum, dan pada saat orang yang membenci Nabi ini sakit, Nabi menjenguknya dan mendoakan agar ia sembuh.
Betapa mulianya hati Nabi sehingga bisa memaafkan dan mendoakan yang terbaik dengan lapang dada. Semoga kita bisa meniru perilaku Nabi walaupun hanya sedikit, yang terpenting adalah istiqomah.
Saya akan mengkaitkan kebiasaan dan perilaku Rasulullah SAW dengan kebiasaan dan perilaku kita di zaman yang serba modern ini dan sudah mulai tergerus oleh zaman. Kita diharuskan untuk teguh pada iman serta pendirian dan mengolah emosi agar tidak terbawa oleh arus yang cepat berganti. Kita dituntut untuk sabar dalam segala hal termasuk menghadapi arus kehidupan saat ini terutama di media sosial.
Kita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dengan segala anugerah yang diberi oleh Tuhan. Salah satu anugrah tersebut adalah kemampuan untuk saling memahami sesama dengan melakukan komunikasi.
Nah sekarang, di zaman yang semakin canggih dan serba bisa ini, manusia bisa melakukan apa saja yang mereka mau seperti berinteraksi dengan manusia lain karena memang manusia adalah makhluk sosial. Seiring dengan perkembangan zaman, proses komunikasi ini tidak hanya terbatas pada interaksi langsung namun juga memanfaatkan perkembangan teknologi seperti media sosial.
Di media sosial, terdapat dua sisi yang berbeda, di samping media sosial sebagai alat komunikasi untuk memperluas pergaulan, namun di sisi lain juga dimanfaatkan oleh sebagian pihak sebagai alat untuk memanfaatkannya sebagai tempat pelampiasan kebencian terhadap orang lain atau hate speech.
Hate speech berkembang dengan sangat cepat karena adanya pengaruh globalisasi, karena efek globalisasi membuat semua orang bisa saling bertukar informasi dan informasi tersebut tidak ada yang pasti benar, seperti sudah dimanipulasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan sudah pasti ada percampuran dengan budaya lain yang membuat kemajemukan. Hal ini menunjukan bahwa ujaran kebencian bisa sangat mungkin terjadi karena adanya kemajemukan yang terjadi di media sosial.
Kemajemukan inilah yang membuat kita harus saling menghargai seperti sosok yang kita sanjung-sanjungkan yaitu Rasulullah SAW. Beliau dalam menyebarkan agama Islam tidak memandang kaya atau miskin, di mata beliau semuanya sama saja dan tidak ada bedanya, berbeda dengan kita sekarang, mungkin ada orang yang hanya berteman dengan yang kaya saja, yang fisiknya sempurna, hal ini dibentuk karena kurangnya belajar agama. Harusnya di zaman sekarang menjadikan Rasulullah sebagai contoh dan kiblat kita untuk bermoral dan bertingkah laku yang baik.
Kemajemukan disini adalah perbedaan cara berfikir antar manusia dengan manusia lain, karena manusia mempunyai karakterisitiknya masing-masing dan karakteristik itu dibentuk oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal, hal itu membuat adanya perbedaan tidak hanya di kehidupan nyata tapi di media sosial juga. Faktor eksternalnya, bisa dilihat dari kemajemukan masyarakat Indonesia yang terbentuk dari berbagai macam suku, ras, dan agama. Suku, ras dan agama itu mempunyai peran penting untuk membentuk karakteristik seseorang.
Selain faktor eksternal itu ada juga faktor internal yang berasal dari dalam diri manusia seperti perbedaan selera yang dibumbui dengan sikap egoisme. Rasa persatuan bangsa kita sebenarnya sedang tergerus karena adanya perbedaan ini, jadi harus ada sikap untuk saling memahami perbedaan itu.
Bermedia sosial membuat penggunanya sadar akan kemungkinan untuk memakai platform secara anonim. Artinya, manusia memiliki kesempatan untuk bersembunyi di balik identitas misterius, memuaskan dan memprovokasi sifat pengecut manusia.
Standar berbicara sopan sudah tidak ada dan bergeser karena anonim tersebut, karena hal inilah yang membuat manusia bisa berbuat sesuka hati bermedia sosial tanpa memikirkan akibatnya. Manusia sangat mudah untuk berkomentar kotor atau tidak sopan diplatform tersebut, mereka berkomentar seperti tidak akan ada masalah yang akan datang setelah berujar kebencian tersebut.
Kita diberi akal oleh Tuhan untuk beripikir. Berpikir di sini tidak hanya berpikir bagaimana membuat hati kita pribadi senang. Namun kembali lagi pada basic manusia yang merupakan makhluk sosial. Berpikir tersebut tidak hanya ditujukan untuk kesenangan pribadi semata, namun bagaimana manusia itu memposisikan dirinya sebagai makhluk sosial juga berusaha bagaimana menciptakan interaksi yang harmonis yang dapat mempererat hubungan antara sesama makhluk sosial.
Namun sekarang, manusia sudah banyak mengabaikan norma-norma yang menjadi rambu-rambu dalam proses interaksi tersebut. Karena faktor inilah yang melahirkan berbagai bentuk penyimpanngan sosail salah satunya yaitu kemunculan hate speech yang ada di media sosial.
Sayangnya, di negara Indonesia, masalah hate speech sama sekali bukan prioritas untuk dibicarakan. Contohnya, sebagaimana negara kita melihat masalah komentar provokasi untuk bersama mem-bully korban di media sosial, biasanya hal seperti ini dibiarkan saja oleh pemilik akun dan pengguna lainnya, bahkan provokasi tersebut bisa menimbulkan finah oleh pengguna lain karena terprovokasi oleh ujaran kebencian si anonim. Karena masalah hate speech jarang dibahas oleh orang, akhirnya beberapa orang berfikir bahwa hal itu adalah bercanda yang lumrah dan pantas-pantas saja dilakukan.
Namun sekarang ada undang-undangnya yang mengatur tentang hate speech yaitu UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, jadi untuk ruang gerak manusia dalam berkomentar tentang ujaran kebencian semakin diperketat karena sudah menimbulkan banyak korban dan karena hal tersebut bisa menimbulkan terpecah belahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Hate speech tujuannya adalah membuat orang lain jatuh, atau terpuruk, dilakukannya dengan komentar kotor yang merendahkan si korban. Direndahkan oleh orang lain adalah hal yang paling tidak enak, korban akan merasa hina dengan perkataannya. Anonim tidak tahu apa akibat yang akan terjadi jika komentar manusia itu dibaca oleh korbannya.
Padahal manusia diciptakan oleh Tuhan pasti ada manfaatnya, namun anonim dengan mudahnya berkomentar atau berkritik yang membangun yang bisa disebut constructive feedback bukannya destruktif atau komentar menjatuhkan seakan-akan si korban tidak layak untuk hidup lagi.
Padahal, tidak semua orang bisa menerima perkataan yang tidak sopan yang ditujukan untuk dirinya, banyak akibat yang akan ditimbulkan seperti korban akan merasa stress, tidak percaya diri, mengurung diri bahkan yang lebih fatal bisa kehilangan harapan atau bunuh diri.
Kita sebagai pengguna media sosial harus mempunyai iman yang kuat, jika tidak, maka empati, hati nurani dan nilai moral bisa tergerus. Manusia pengguna media sosial harus lebih paham terhadap pembawaan dirinya baik di media sosial maupun di dunia nyata dan bagaimana kita berlaku. Sebagai manusia seharusnya lebih bisa menghargai orang lain, karena jika kita mengikuti ego dan keinginan tidak akan ada habisnya karena kepuasan manusia itu tidak ada batasnya.
Manusia yang lemah akan semakin lemah karena komentar yang telah anonim lakukan dan itu bisa memprovokasi orang lain untuk ikut berkomentar yang sama atau bahkan bisa lebih kejam. Kesempurnaan itu tidak ada dalam diri manusia, jadi sesama manusia haus saling mendukung atau mensupport terhadap kekurangannya. Namun, dalam sosial kita masalah fisiklah yang selalu dinomorsatukan.
Di dunia ini banyak masalah yang lebih penting daripada membicarakan manusia atau memprovokasikan manusia lain untuk ikut menjelekkan pihak lain. Ada beberapa manusia yang tidak menghargai manusia lain, sedangkan manusia tidak tahu bagaimana ia dimata Tuhannya, mungkin yang anonim jatuhkan bisa lebih mulia daripada anonimnya sendiri.
Jadi, untuk seluruh manusia di bumi Tuhan, kalian akan bertanggung jawab atas apa yang telah kalian lakukan, baik atau buruknya akan ada pertanggungjawabannya di akhirat. Maka perlakukanlah manusia seperti apa kamu ingin diperlakukan dan muliakanlah manusia sebagaimana kamu ingin dimuliakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair yaitu D Zawawi Imron, “Gunakan tanganmu untuk merangkul bukan untuk memukul”.
Saat ini sedang banyak terjadi bencana di Indonesia, korbannya baik sesama muslim maupun agama lain, hal ini membuat kita dituntut agar lebih memberi perhatian dan memberi bantuan baik dari segi materil sampai non materil agar membantu saudara-saudara kita yang sedang terkena bencana, dan tidak memilih-milih siapa yang akan kita bantu, karena semua manusia di bumi ini adalah ciptaan Allah dan itu adalah saudara kita terlepas dari Islam atau tidaknya ia, seperti Rasulullah yang membantu tanpa memilih-milih siapa dia.
Di media sosial banyak sekali perkataan yang mendatangkan kemudaratan, seperti bencana ini karna orang-orang banyak yang musyrik, kafir, judi banyak dosa dll. Seharusnya hal itu tidak diperlihatkan kepada orang yang baru saja terkena musibah, mungkin benar adanya bencana karena azab itu datangnya dari Allah dan karena banyak orang yang berbuat sesuatu yang tidak disukai oleh Allah, namun setidaknya kita menjaga perasaan korban bencana, kita beri ketenangan dahulu, mungkin mereka juga mengerti ini adalah peringatan dari-Nya.
Manusia memang boleh melakukan segalanya yang ia mau, namun apakah hal tersebut dibolehkan dalam konteks di saat seperti ini, seharusnya kita sebagai makhluk yang mempunyai pikiran bisa berfikir baik buruknya untuk melakukan sesuatu, apakah itu akan menyakiti orang lain atau tidak. Karena yang saya katakan sebelumnya, sesuatu yang kita lakukan pasti ada balasannya dari Allah SWT.
Dari dua kasus di atas yang sedang hangat-hangatnya saat ini bisa dijadikan contoh agar kita bisa meniru walaupun sedikit perilaku Rasulullah, peka terhadap sesuatu, pehatian, sabar, toleransi, tidak memilih siapa dia, pekerjaannya apa, karena kita adalah saudara dan melakukannya secara istiqomah, bukan karena ingin ikut-ikut dengan orang lain namun keluar dari hati kita masing-masing.
Semua makhluk di mata Allah adalah sama tidak ada yang berbeda dari kita, kita pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dan itu harus kita syukuri. Wallahu A’lam Bish-shawab.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments