Perjalanan ini untuk mencari sebuah pencarian. Karena dia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya pantas untuk dicari.
Kau langkahkan kakimu mencari danau Dzi Salam hingga ke ujung Barat. Untaian syair itu membuat hatimu tertegun penasaran tentang kisah dan hikmah yang ada di baliknya.
Saat di mana sebagian orang berbisik kepadamu bahwa danau Dzi Salam adalah mitos dan tempat simbolik, namun hatimu tak bergeming untuk mencarinya.
Kau percaya bahwa Seorang Maroko bernama Al Busyiri telah benar-benar menemukan danau itu. Yang menginspirasinya menulis sastra burdah.
Lalu kau cari dan terus mencari hingga ke seberang. Berbagai jalan besar dan jalan kecil kau tapaki. Tak luput gang-gang perumahan kau lewati. Di tengah ucapan orang bahwa danau Dzi Salam adalah fiksi kau tetap mencari.
Orang lain yang memicingkan mata hanyalah bisa memicingkan mata. Tanpa usaha mencari, banyak orang terburu-buru dalam menyimpulkan.
Hari itu pun tiba.
Saat kaki itu berpijak di sebuah tempat yang lapang. Langkah terhenti dan mata ingin terpejam. Di sebuah lembah kering kau terduduk dan tertidur. Di sanalah kau bermimpi Rasulullah menyambutmu. Sosok yang sama yang bersua dengan Al Busyiri.
Sosok yang mengusap kaki pria lumpuh itu dan diberinya selimut. Yang dengannya ia menyuruh kaki-kaki lumpuh itu tuk melompat dan melompatlah ia dari kelumpuhan.
Tanah lapang itulah yang kau cari. Tak sia-sia peluh keringat dan debu di bahumu bercucuran selama ini.
Ya, kau telah temukan Danau Dzi Salam itu. Yang kini telah kering air dhohirnya, tapi tak pernah kering air cerita dan kenangan dalam pena sejarahnya.
*Suluk Nur Abyadl ini merupakan kisah nyata: kisah seorang ulama Jawa.
0 Comments