Manusia-Manusia Dunia

"..ada panggilan kepada kita untuk selalu membangun potensi untuk kita tidak berdiam dengan segala identitas kesuksesan yang ada.."2 min


3
8 shares, 3 points
http://tasidola.com

Setelah dahiku dibikin agak ngernyit dengan sejumlah candaan imaginatif upaya penokohan ngawur pada diriku, oleh sekelompok teman-teman jailku dan beberapa orang yang kukenal singkléng memang, aku melihat manusia kok semakin mengalami proses “distorsi identitas” terhadap siapa mereka sesungguhnya.

Manusia pikir jati diri itu semacam wilayah “apa profesiku” atau ranah “strata gelar akademikku”. Padahal jauh lebih besar daya tampung jati diri daripada hanya sekadar “profesi” dan “gelar”, dengan tanpa apa yang disebut “profesi” dan “gelar” itu sebagai kesalahan jati diri.

Manusia terjebak dunianya. Terpenjara alamat-alamatnya. Mereka dikerangkeng obsesi-obsesi dan cita-citanya. Mereka mulai memegang kendali dan navigasi penuh dalam mengontrol dirinya sepenuhnya bahkan meremehkan, menafikan dan tidak menganggap kontrol dari Tuhannya. Jarang Istikharah. Males doa. Tuhan tercecer karena ego-ego ilusi masa depannya.

Manusia semakin meng-aku. Ketika sekarang masih berbentuk embrio, dan 20 tahun lagi suaranya terdengar jutaan manusia, ia berteriak, “Horeeeee, setelah jerih payahku, ikut bimbel nyanyi, berlatih vokal, pagi sore malam, akhirnya aku bisa bernyayi dengan merdu sekali, diidolakan segala manusia, tak sia-sia kerja kerasku selama ini….”

Penyanyi mungkin produk dari cita-cita. Profesor mungkin juga produk dari cita-cita. Sedangkan bagiku cita-cita yang masih dibatasi dan dipagari dunia ini, kuanggap bukan cita-cita. Sebab dunia ini hanyalah satu di antara sejumlah dunia yang masih berlanjut. Cita-cita kok temporer. Kita terjebak seakan-akan dunia adalah ini saja.

Maka Einstein bilang, dan aku tenggelam dalam kehidmatan mencerna kata-katanya, “Jangan menjadi manusia sukses, jadilah manusia yang bermanfaat”. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya”.

Itu artinya ada panggilan kepada kita untuk selalu membangun potensi untuk kita tidak berdiam dengan segala identitas kesuksesan yang ada, dan tidak bergantung dan mematungkan diri padanya. Melainkan lebih luas lagi bahwa apapun engkau menjadi, di manapun engkau berada, apa engkau di sawah, atau di kantor, di laut atau di laboratorium, di perusahaan atau di pasar tradisional, tujuan dari perwujudan jati dirimu adalah semata-mata untuk menebar manfaat bagi semuanya.

Jati diri bukan sebuah perangkap. Sehingga ketika tikus lewat, yang ia ketahui bahwa ia benar-benar adalah seekor tikus adalah saat dimana badannya terjepret jebakan tikus. Kesakitan sebagai tikus. Diperhinakan sebagai seekor tikus. Dipersalahkan sebagai seekor tikus. Dibunuh-bunuh sebagai tikus. Padahal ia hanya ingin menjadi tikus.

Melainkan adalah momentum di mana ia menjadi sebagaimana tikus yang seutuhnya dirinya. Dia tahu dia tikus saat dirinya berperilaku tikus, berseliweran ke sana kemari sebagai tikus, tidur di gentang-genteng rumah orang sebagai tikus, mengerat segala apapun yang di depan matanya sebagai tikus, atau dalam konteks tikus yang lain, berseliweran di rumah-rumah rakyat sebagai tikus, mengerat segala apapun yang memuat nominal uang sebagai tikuuuus. Dasar weduusss, eh tikuusss.

Jangan jadi tikus yang terjebak dunia kerat-kerat uang rakyat. Jadilah tikus sebagaimana tikus seadanya. Makan kertas, ban, kayu, tak apa-apa. Tikus yang tahu dunia dan letak dirinya, yang tahu maksud upaya untuk mencari Dunia-Dunia Manusia adalah sebatas penggalian jati diri, kamu ini siapa, aku siapa, kita-kalian-mereka siapa, sehingga jelas pagar-pagar identitas setiap individu dalam mengetahui potret dirinya dan tidak salah jalan dalam menyelami dunianya.

Jadi Dunia-Dunia Manusia adalah sebatas hubungan konektivitas terhadap ruang jati dirinya yang sesungguhnya, man’ arafa nafsahu faqadd ‘arafa Rabbahu, bukan malah nggragas dunia, gado-gado uang lewat jabatan, sehingga ia terjebak dunianya dan semakin memenjara dirinya menjadi Manusia-Manusia Dunia selamanya.

Arsyad Ibad
Sekargandha,
11 Juli 2018 02:57


Like it? Share with your friends!

3
8 shares, 3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
4
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
3
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
1
Terkejut
A. Irsyadul Ibad
A. Irsyadul Ibad atau Arsyad Ibad melakukan restorasi humanisme, arketipe ketauhidan dan cara pandang interpretasi.

2 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals