Menjadi Sarjana Muslim Berwawasan Kebangsaan

Munculnya gerakan radikal disebabkan karena tidak adanya pemahaman terhadap sejarah kebangsaan yang telah diperjuangkan oleh para leluhur kita.2 min


3
10 shares, 3 points

Sarjana lulusan (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) PTKI mempunyai tantangan sosial cukup berat dibanding dengan sarjana lulusan universitas lainnya. Lulusan PTKAI atau PTKAIN selain harus berperan sebagai tenaga kerja yang profesional, juga berperan sebagai Dai di masyarakat, pasalnya label sarjana muslim sudah melekat pada dirinya.

Masyarakat dihadapkan pada era revolusi industri 4.0 yang menuntut para sarjana muslim untuk bisa bersaing di dunia kerja, dan dapat menyikapi berbagai problem yang dihadapi masyarkat sebagai dampak kemajuan teknologi imformasi di abad 21, secara arif dan bijaksana.

Kita hidup dalam kondisi politik kapitalis yang setiap saat bisa memunculkan produk yang siap dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Isu SARA yang hadir di masyarakat menjadi isu yang sangat produktif saat ini. Sasaran empuk isu ini adalah kalangan masyarakat yang pemahaman agamanya awam dan wawasan kebangsaannya kurang.  Mereka akan cepat terbawa arus isu ini, yang kemudian dimanfaatkan oleh kepentingan kelompok tertentu.

Isu yang berkembang di masyarakat saat ini, menjadi ancaman terhadap keberlangsungan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu sarjana muslim yang mempunyai basik dasar agama yang kuat, harus mempunyai wawasan kebangsaan yang kuat pula!, sehingga dengan wawasan kebangsaan yang luas akan menjadi nilai serta karakter diri seorang muslim.

Lembaga Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M Jakarta), melakukan penelitian terhadap 100 Masjid yang tersebar di Kementerian, Lembaga dan BUMN. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa ada 41 Masjid di Kementerian, Lembaga dan BUMN yang terindikasi radikal. Masjid yang notabenya berada di lingkungan lembaga negara saja masih kemasukan gejala radikal, apalagi masjid-masjid yang tersebar di masyarakat yang luput dari pengawasan.

Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) pada tahun 2011yang lalu merilis data, bahwa hampir 50 persen pelajar setuju tindakan radikal. Lebih spesifik, data itu menyebutkan 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,4 persen siswa dan 76,2 persen guru setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia. Sementara jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3 persen siswa, dan 14,2 persen membenarkan serangan bom.

Munculnya gerakan radikal disebabkan karena tidak adanya pemahaman terhadap sejarah kebangsaan yang telah diperjuangkan oleh para leluhur kita. Kesadaran bahwa negara Indonesia sebagai negara yang multikultural dan demokrasi tidak melekat pada dirinya. Maka dari itu, menjadi sarjana muslim yang berwawasan kebangsaan merupakan suatu keniscayaan

Kecerdasan berkebangsaan

Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Dalam implementasinya, konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan ideologi nasional yang terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945. Konsep kebangsaan itulah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain.

Wawasan kebangsaan Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita bertujuan membangun dan mengembangkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia memberi peran berarti untuk proaktif dalam mengantisipasi perkembangan lingkungan sosial kemasyarakatan. Menyikapi permasalahan tanpa konfrontasi merupakan aset nasional yang diperlukan dalam mengembangkan nilai kemanusiaan yang beradab dan sebagai percontohan terhadap negara lain.

Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia yang berasas pada Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, bertekad untuk mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin.

Sedangkan nilai dasar wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu: Pertama, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan besatu. Ketiga, cinta tanah air dan bangsa. Keempat, demokrasi atau kedaulatan rakyat. Kelima, kesetiakawanan sosial, dan kelima, masyarakat adil-makmur.

Sarjana muslim dengan bekal wawasan ke Islaman yang kuat serta mendalamnya wawasan kebangsaan yang luas, menjadi modal utama untuk mengantisipasi  problem sosial di masyarakat. Semoga tulisan ini menjadi penguat terhadap tema yang diusung dalam Wisuda Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Surakarta ke 38 tahun 2018. Wallahua’lam.


Like it? Share with your friends!

3
10 shares, 3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
3
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
4
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Hakiman

Warrior

HAKIMAN. SPd.I, MP.d. Dosen PAI FITK IAIN Surakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals