Indonesia sudah merdeka sejak 74 tahun yang lalu. Ideologi pancasila juga sudah mengakar rumput dalam kepala seluruh rakyat Indonesia. Selama berpuluh-puluh tahun, banyak golongan yang ingin mengubah ideologi pancasila tersebut. Mulai dari pemberontakan PKI, Gerakan Aceh Merdeka, dan yang baru-baru ini sedang naik daun adalah HTI, yang mengsung khilafah.
Hal tersebut memang tantangan bagi bangsa Indonesia dalam mempertahankan ideologi pancasila sebagai dasar negara.
Era milenial seperti ini, ideologi pancasila sedang gencar-gencarnya diserang dari segala arah. Golongan Islam radikal terus mencari celah untuk mengubah pikiran rakyat Indonesia agar sepaham dengan mereka dan mengganti pancasila menjadi khilafah.
Banyak dari generasi muda yang mapan intelektual tetapi dangkal teras spiritual, telah hanyut dalam kubangan radikalisme. Mengapa orang-orang tua yang kokoh spiritualnya banyak yang tak mempan oleh hasutan kaum radikalis? Menurut saya, kebanyakan dari pemeluk agama Islam yang sudah berusia lanjut sudah mendalami betul perihal keislaman yang sudah berakulturasi dengan budaya Nusantara.
Selain itu, kebanyakan mereka menganut suatu tarekat sebagai media pendekatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pengaruh tarekat memang sangat kuat di Indonesia. Tarekat sendiri merupakan pengalaman keagamaan yang bersifat penghayatan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun dalam perkembangannya, tarekat menjadi sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang syekh/mursyid (guru spiritual) dan sebagai anggotanya adalah para murid mursyid tersebut.
Aktivitas rutinitas dari organisasi tarekat ini berupa pengamalan zikir dan wirid dengan metode tertentu dari sang mursyid. Sehingga uraian ini mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan tarekat peran sang mursyid sangat urgen, karena aktivitas murid harus sesuai dengan bimbingan dan ketentuan dari mursyid.
Tarekat juga suatu metode dalam hal melakukan ibadah yang sesuai dengan ajaran yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dan dikerjakan oleh para Sahabat Nabi, Tabiin dan Tabi’i al-tabiin, dan diteruskan hingga sekarang oleh para ulama, sehingga ulama disebut juga pewaris para Nabi. Dengan ini, silsilah (mata rantai hubungan) keilmuan akan terus berlanjut.
Di Indonesia sendiri, tarekat mengalami banyak proses pengukuhan eksistensi, sehingga menjadi landasan spiritual bagi masyarakat Indonesia. Sebenarnya membicarakan tarekat tidak bisa lepas dari ajaran tasawuf baik sebagai identitas keislaman maupun disiplin ilmu.
Ajaran tasawuf yang terdiri dari muatan nilai, moral dan etika, kebajikan, kearifan, keikhlasan serta olah jiwa. Awal mula perkembangan tarekat diinisiasi oleh Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah, laiknya percikan api yang menyulut berkembangnya tarekat lain di Indonesia. Tarekat-tarekat yang berkembang di Indonesia memiliki suatu wadah organisasi yang menaungi.
Organisasi tersebut dinamakan JATMAN (Jam’iyah Ahlut Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah). Habib Luthfi bin Yahya adalah pemimpin dari organisasi tersebut.
Keberadaan tarekat di tanah air ini sangatlah banyak, jika diandaikan sebuah rumah, maka tarekat adalah fondasi paling bawah yang mendasari dasar bangunan besar.
Jadi, ajaran tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan. Intisari tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi rohaniah antara manusia dengan Tuhan lewat jalan kontemplasi. Jalan kontemplasi tersebut dalam dunia tasawuf dikenal dengan istilah tarekat.
Kita lihat dari tokoh-tokoh tarekat, mayoritas dari mereka tak ada yang menentang pancasila. Justru memperkuat penanaman pancasila pada hati masyarakat. Jaringan tarekat juga memperkuat kesaktian pancasila dalam melawan radikalisme. Pasalnya, golongan radikalisme tak akan mampu mempengaruhi pola pemikiran seseorang penganut tarekat. Sebab para penganut tarekat beragama Islam serta memandang Tuhan melalui keyakinan batin, bukan dari segi rasionalitas.
Salah satu tokoh terpandang dan berpengaruh dalam dunia tarekat adalah Habib Luthfi bin Yahya. Nama dan kiprah beliau sangat masyhur hingga ke aras internasional karena kealiman dalam dunia tarekat.
Selain itu, rasa nasionalisme beliau juga sangat kuat. Dalam setiap mauizhah hasanah, beliau selalu menguatkan rasa nasionalisme pada umat. Bahkan, jarang sekali beliau menggembar-gemborkan dalil dari al-Qur’an yang biasanya sering dijadikan metode penyampaian dakwah golongan radikalis.
Di situlah peran tarekat dalam memperkuat rasa nasionalisme dan mempertahankan ideologi pancasila, sebab Pancasila sudah paripurna. Bahkan, KH. Ahmad Shiddiq pernah berkata, barangsiapa yang mengamalkan pancasila sila pertama dan kedua dengan sungguh-sungguh maka bisa mencapai derajat wali. Mencapai maqam wali dalam Islam itu tidak sembarangan. Dalam perjalanan untuk mencapai pangkat tersebut, seseorang harus memiliki tarekat atau jalan kesanadan ilmu, kejernihan hati, dan keseimbangan hubungan vertikal dengan Allah serta hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Relevansi ajaran tarekat dengan pancasila tercerminkan pada penerapan pancasila seperti penanaman etika, moral serta menjaga kelakuan dari menyakiti sesama. Misalnya saja sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, pasti akan terealisasi jikalau penempuh jalan tarekat memiliki penghayatan yang tinggi dalam berpancasila.
One Comment