Perbincangan dalam negeri yang seakan-akan tidak ada habisnya bila ditarik benang merahnya dan acap kali menimbul perdebatan merupakan lagu lama dari pembahasan rokok. Pun mereka sekaliber ulama juga tengah dibingungkan dengan batang tembakau ini. Sebagian dari mereka ada yang berpendapat rokok adalah haram dan makruh.
Dari sudut pandang filsafat kiranya dapat dijadikan pembenaran atas hukum haram, ataupun makruhnya rokok. Dan mode pengetahuan inilah yang nantinya juga digunakan dalam penetapan hukum dalam majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Ada tiga mode pengetahuan (Epistemologi) yang menjadi fokus kajian ini, yaitu: bayani, irfani, dan burhani. Dalam buku Takwin al-aql al-Araby karangan Mohammed Abed Al-Jabiri, epistemologi adalah usaha untuk mencari kejelasan dan kebenaran.
Bayani bersumber pada teks quran maupun hadis, irfani bersumber pengalaman, dan burhani bersumber pada rasio dan akal. (Arini Izzati Khairina, 107:2016)
Menurut KBBI, rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus kertas. Sedangkan yang merokok dinamai perokok. Banyak yang tidak menyadari dalam gulungan sebesar kelingking ini terdiri dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Dilansir dari laman hellosehat.com, bahan-bahan itu di antaranya:
- Aseton: bahan yang ditenukan dalam pembersih cat kuku
- Amonia: bahan yang biasanya digunakan untuk pembersih rumah
- Asam asetat: bahan cat rambut
- Arsenik: bahan yang digunakan pembuatan racun tikus
- Benzene: bahan yang terdapat pada semen karet
- Butane: campuran cairan korek
- Kadmium: asam baterai yang merupakan komponen aktif
- Karbon monoksida: dihasilkan oleh knalpot motor/mobil
- Formaldehida: caira pengawet
- Hexamine: dijumpai dalam korek barbekyu
- Lead: bahan pembuatan baterai
- Naftalena: bahan dalam kapur barus
- Methanol: komponen utama bahan bakar roket
- Nikotin: biasanya digunakan untuk membasmi serangga (Insektisida)
- Tar: material pengaspal jalan
- Toluene: bahan pembuatan cat
Dalam Alquran dalil pelarangan rokok tidak dijelaskan secara khusus seperti apa yang telah disinggung di muka. Mengaca pada naskah Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid nomor 6/SM/MTT/II/2010, kiranya dapat dipahami sebagai mode pengetahuan (Epistemologi) bayani. Sebagaimana isi dari naskah itu mengambil sikap yang bersumber pada teks quran (Poin 1, 2, dan 5).
Pada poin pertama dijelaskan bahwa merokok merupakan pekerjaan yang khabaa’its—najis/kotor—dengan mengambil dasar pada ayat 157 surah Al-A’raf. Poin kedua menerangkan perbuatan merokok memiliki unsur menjatuhkan diri pada lingkaran kebinasaan dan sama saja dengan bunuh diri secara perlahan, yang tentunya bertolak belakang dengan larangan quran pada surah Al-Baqarah ayat 2 dan An-Nisa’ ayat 29.
Begitupun poin kelima yang mengambil dasar quran surah Al-Isra ayat 26—27, kaitanya dengan perbuatan merokok yang merupakan perbuatan mubazir (Pemborosan).
Dilansir dari TRIBUNSUMSEL.COM, pernah viral kasus seorang pria dengan nama Adriz Adil Putra, dalam akun facebook-nya ia menceritakan pengalaman yang dihadapi saat operasi hidung gegera menghisap rokok selama 5 tahun. Ia mengunggah postingannya pada Kamis (6/4/2017) lalu. Dalam postingannya ia memberi peringatan kepada khalayak yang masih gemar merokok.
Setelah beberapa tahun Adriz mulai merokok, ia mulai diserang penyakit asma sehingga ia memutuskan untuk berhenti merokok. Meskipun ia telah berhenti merokok beberapa tahun, jangka panjang yang diakibat oleh rokok ini mengakibatkan ia terserang radang hidung internal. Di mana ia menjadi susah bernapas dan diharuskan menjalani operasi dengan memotong jaringan internal hidung. Tulis Adriz
Pengalaman yang diceritakan oleh saudara Adriz bukanlah perkara yang sepele, ini terkait kesehatan dan kesehatan merupakan mahkota bagi siapa saja yang sadar akan pentingnya sehat. Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan, sehat itu mahal. Mode pengetahuan (Epistemologi) inilah yang dinamakan irfani.
Dilansir dari detikhealth, pada tahun 2004 menurut data Depkes, pengeluaran biaya untuk tembakau dikisaran Rp. 127,4 triliun. Biaya tersebut sudah meliputi biaya kesehatan, pengobatan dan kematian akibat bahaya tembakau. Sedangkan pendapatan negara dari cukai tembakau hanya dikisaran Rp. 16,5 triliun.
“Artinya biaya pengeluaran untuk menangani masalah kesehatan kesehatan akibat rokok lebih besar 7,5 kali lipat daripada penerimaan cukai rokok itu sendiri. Jadi sebenarnya kita sudah dibodohi, sudah tahu rugi tapi tetap dipertahankan dan dikerjakan. Inilah cara berpikir orang-orang tertentu yang bodoh,” ujar Prof. Farid A Moelok—Rabu (17/2/2010)—selaku ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau saat acara Peningkatan Cukai Rokok: Antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan di Hotel Sahid Jakarta.
Dilansir dari CNN Indonesia, pendapatan negara dari cukai rokok pada tahun 2015 dikisaran Rp. 150 triliun merupakan pendapatan terbesar di Indonesia. Namun, tahukah pembaca kalau pengeluaran negara akibat permasalahan yang ditimbulkan oleh tembakau ini? Paling sedikit Rp. 50 triliun. Ironis memang melihat kenyataannya seperti demikian. Inilah yang kurang dimengerti oleh masyarakat, masyarakat hanya mengetahui jumlah pendapatan negara dari cukai rokok tanpa mengetahui pengeluaran biaya akibat permaslahan yang ditimbulkan oleh tembakau.
Bila melihat artikel dari laman www.depkes.go.id, di situ dijelaskan 4 akibat yang disebabkan rokok bagi kesehatan tubuh. Di antaranya: penyakit paru-paru, penyakit impotensi dan organ reproduksi, penyakit lambung, dan resiko stroke. Lebih kurang sama dengan penjelasan di muka.
Penjelasan-penjelasan di atas mulai dari biaya pendapatan dan pengeluaran negara akibat rokok dan juga akibat buruk dari merokok bagi kesehatan merupakan mode pengetahuan burhani.
Pendekatan-pendekatan dengan mode pengetahuan (Epistemologi) di atas dapat membuka pikiran yang berwawasan luas dengan data-data yang obyektif. Dari sini dapat dipahami bersama dan harus berlapang dada untuk meninggalkan rokok setelah mengetahui akibatnya.
Secara singkat menanggapi judul tulisan ini, penulis menjawab iya, rokok haram dan bukan lagi makruh. Penulis sangat sepakat kepada ulama yang mengharamkan rokok, karena dampaknya yang sangat buruk dan tidak mendatangkan kemanfaatan, baik itu untuk diri sendiri maupun negara.
0 Comments