Predikat “jahiliah” diberikan kepada masyarakat Arab pra-Islam karena akidah dan akhlak mereka sudah bobrok. Di tengah kehidupan kaumnya yang sudah dekaden, Nabi Muhammad memperlihatkan personalitasnya yang penuh kejujuran, kebenaran dan keadilan. Beliau digelari al-amin (yang terpercaya). Pada waktu Muhammad berusia 30 tahun, pecahlah perselisihan antarkabilah Quraisy tentang siapakah pemimpin mereka yang berhak mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya setelah mereka selesai memperbaiki Kakbah. Pertentangan antarkabilah semakin sengit dan nyaris menimbulkan pertumpahan darah. Akhirnya, kabilah-kabilah Quraisy sepakat menyerahkan persoalan krusial itu kepada Muhammad untuk diselesaikan.
Muhammad lantas menghamparkan kain, dan meletakkan Hajar Aswad di atasnya. Kemudian, Muhammad menyuruh wakil-wakil kabilah memegang tepi kain, dan bersama-sama mengangkat Hajar Aswad ke posisi asalnya. Setelah sampai di tempat semula, Muhammad meletakkan Hajar Aswad itu. Mereka sangat puas dengan cara penyelesaian Muhammad yang sangat demokratis itu. Pertumpahan darah pun dapat dihindari di antara mereka. Itulah potret Muhammad: integritas pribadi yang merangkum segala keadilan, keterpujian, dan kelembutan yang dimotivasi oleh kebesaran jiwa, sikap toleransi, dan demokrasi yang mengagumkan dalam menyelesaikan persoalan yang sangat darurat pada saat itu.
Ketika Muhammad menginjak umur 40 tahun, beliau pun angkat menjadi Nabi oleh Allah Swt dengan diutusnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama (surah al-‘Alaq ayat 1-5) seraya berseru, “Bacalah!” Muhammad menjawab, “Saya tidak bisa membaca. “kemudian, Malaikat Jibril menuntun Muhammad membaca ayat-ayat itu. Beberapa waktu kemudian, Malaikat Jibril datang lagi kepada Muhammad, dan menyampaikan wahyu yang kedua (surah al-Mudattsir ayat 1-7). Wahyu inilah yang berisi perintah Allah kepada Muhammad untuk menyeru manusia ke jalan Allah (Islam).
Misi suci Nabi Muhammad tidak hanya terbatas kepada masyarakat Arab, tetapi juga seluruh umat manusia. Ini sesuai dengan firman Allah, “Tidaklah kami utus engkau Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).
Hanya dalam waktu 23 tahun Nabi Muhammad telah berhasil menyiarkan agama Islam di Arabia. Beliau berhasil melenyapkan kabilahisme, sukuisme, rasisme dan berhasil membangun persatuan dan persaudaraan di bawah panji ukhuwah islamiyah. Beliau berhasil membangun masyarakat muslim, dan meletakkan dasar yang sangat kuat bagi kebangkitan kebudayaan serta peradaban Islam. Tatanan masyarakat plural, masyarakat madani, demokrasi, dan toleransi yang dibangun dan dikembangkan oleh Nabi Muhammad dibuktikan secara nyata yakni, dengan dilaksanakannya butir-butir Piagam Madinah yang secara hakiki mengakui eksistensi komunitas Yahudi dan Arab nonmuslim serta kesediaan beliau berkonsistensi damai dengan mereka.
Michael Hart, dalam bukunya, The 100: A Ranking of the Most Influential Person in History (Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dalam Sejarah), menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh teratas yang paling berpengaruh di pentas sejarah. Michael Hart memakai kriteria objektif, yaitu (1) orangnya benar-benar hidup, dan tidak ada dalam dongeng. (2) Ia mempunyai pengaruh terhadap generasi sekarang dan generasi yang akan datang. (3) Prestasinya mempunyai pengaruh terhadap generasi yang akan datang dan terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. (4) Karya, ide, dan cita-citanya merupakan hasil individual dan bukan buah pikiran kolektif.
Michael Hart menemukan empat kriteria ini secara komplit, utuh, dan sempurna pada sosok Nabi Muhammad, dan tidak pada tokoh yang lain. Karena itu, Michael Hart menempatkan Nabi Muhammad di peringkat pertama tokoh yang paling berpengaruh di pentas sejarah. Michael Hart mengomentari pribadi Nabi Muhammad, “He was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular levels (Dialah satu-satunya manusia di pentas sejarah yang berhasil secara luar biasa, baik yang menyangkut bidang keagamaan maupun bidang keduniawian).”
Mengapa Michael Hart memilih Nabi Muhammad sebagai orang pertama yang paling berpengaruh di pentas sejarah di antara 100 tokoh itu? Mengapa bukan tokoh lain, seperti Yesus Kristus, Budha Gautama, Albert Einstein, Issac Newton, Lenin, atau Karl Marx?
Michale Hart mengajukan argumen, (1) Muhammad merupakan penerjemah tunggal al-Qur’an, kalimat tuhan yang diterimanya. (2) Muhammad adalah sosok pemimpin yang tidak hanya di bidang agama, akan tetapi juga di bidang politik. Sejarah mencatat, momentum keberhasilan awal penaklukan-penaklukan besar dicapai oleh bangsa Arab digerakkan oleh Muhammad. Michael Hart mengakui, “It is the combination of secular and religius influence which I feel entitles Muhammad to be considered the most influential single figure in human history (Kombinasi pengaruhnya di bidang duniawi dan ukhrawi sekaligus menyebabkan Muhammad harus ditempatkan sebagai figur yang paling berpengaruh di dalam lintasan sejarah).”
Michael Hart jujur dan objektif dalam mengemukakan pandangan dan penilaiannya terhadap sosok pribadi Nabi Muhammad saw.
0 Comments