Ada Apa dengan Negeriku?
Bumi pertiwi yang dulu hijau nan indah sekarang telah menjadi lautan abu,
Tetesan keringat pun kini telah menjadi lautan air mata.
Lantas bagaimana?
Negeriku ini telah menjadikan manusia sebagai bahan uji coba
Mengapa harus seperti ini wahai sang penguasa? mengapa?
Adakah kegelisahan yang kini kau rasakan?
Atau justru kau berfoya-foya atas penderitaan rakyatmu?
Wahai bumi pertiwi
Bangkitlah atas kegagalanmu kali ini,
Angkatlah tanganmu, lakukanlah sesuai dengan dosa-dosa manusia di atasmu.
Hukumlah mereka layaknya kau sekarang dihukum.
Manusia di muka bumi akan tunduk layaknya rumput yang selalu merunduk
Kau akan abadi
Abadi seperti ujung tombak yang selalu menghasilkan darah
Abadi seperti tetesan air mata yang terus mengalir
Abadi seperti gelandangan yang bertebaran di seluruh pelosok negeri.
Apa maksud semua ini?
Apa yang selanjutnya akan terjadi?
Kosong, iya kosong
Seperti kertas tanpa coretan tinta.
Seperti dunia tanpa sang penghuni
Aku hanya berpesan padamu negeriku
Bangkitlah negeri, bangkitlah keadilan
Bangkitlah!
Baca Juga: Karya Cipta Untuk Cinta |
Air Mata
Aku tak menyadari
Bahwa ia yang selama ini bersembunyi di balik tirai
Akhirnya menetes seperti air yang mengalir
Mengkuti arah di mana ia akan berjalan dan selalu terarah
Air mata
Datang dalam malam yang sunyi
Hening dan senyap menyaksikan
Ia yang mendengarkan dengan seksama semua yang disabdakan
Tanpa ragu ia datang dengan darah
Meratap dalam relung jiwa
Tanpa sepatah kata yang terucap
Hening, hening dan hening
Hanya hembusan nafas yang terdengar
Bersama detak jantung yang berdebar
Menyaksikan aliran darah dan tangis yang menjadi saksi
Atas perjuangan dengan keabadian
Tentangmu
Sajak indah hanya perumpamaan bukti atas pengakuanku
Bayanganmu selalu hadir dalam malam
Bagaikan hiasan dalam dinding kamar
Cerah layaknya rembulan yang mencerahkan
Tentangmu sajakku menjadi lebih istimewa
Tumbuh seperti rumput liar
Wangi bak bunga mawar yang baru memekar
Mengalir seperti air di lautan
Harapan yang selalu kusematkan
Doa yang selalu kupanjatkan
Wajah yang selalu bersemayam
Indah dalam pelupuk malam
Suara kipas yang selalu menemani
Senyum manis yang selalu menghantui
Kenangan hadir silih berganti
Kini rinduku hanya tentangmu
Baca Juga: Menjemput Resah di Persimpangan Puisi |
Harapan di Atas Harapan
Kisah yang berujung tanpa kepastian
Kehidupan yang selalu membuatku harus belajar
Belajar untuk tetap mempercayai bahwa cinta akan abadi
Kehidupan yang belajar dari banyaknya cinta
Tapi cinta yang seperti apa? cinta yang bagaimana?
Tuhan
Jika memang kehidupanku hanya berputar soal cinta
Maka hukumlah aku
Aku bodoh, sangat bodoh
Memikirkan cinta tanpa kepastian
Berpangku tangan dalam lumbung yang kosong
Seperti berjalan di atas air
Kata demi kata mulai kuukir dengan pena
Menjadikannya kalimat yang indah untuk kau baca
Beku
Bukan hanya hati yang terenyuh
Menghukum atas kesalahan cinta adalah kebusukan seorang pecundang
Rasa benci yang kini mulai timbul
Akan lebih menyakitkan untuk sekedar kuucapkan
Selamat atas benih kebencian yang kau tumbuhkan
Dan kau harus tahu
Bahwa keagungan cintalah yang akan membawamu dalam kebahagiaan
Baca Juga: Aku dan Sia-Sianya |
Kehidupan
Kehidupan yang terlalu fana
Membuat orang lupa
Bahwa keabadian telah menunggu
Kehangatan sinar matahari
Indahnya rembulan menyelimuti malam
Menolak untuk terus mengingat
Bahwa waktu terus berputar
Hingga kehidupan yang abadi
Menyusul di kemudian hari.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang puisi di atas? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga membaca kumpulan puisi menarik lainnyadi sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.iddi sini!
0 Comments