Karel Steenbrink memberikan ulasan khusus tentang kisah penyaliban Isa a.s. yang dinarasikan Al-Qur’an pada bagian keempat dalam karyanya The Jesus Verses of The Quran.
Secara umum, pada bagian tersebut, Karel memberikan perhatian khusus terhadap Q.S. An-Nisa ayat 153 sampai dengan ayat 162 dan ayat 171 sampai dengan 172. Kisah penyaliban Isa a.s. sendiri menjadi bagian dari rentetan penafsirannya atas Q.S. An-Nisa ayat 153 sampai dengan ayat 159.
Menurut Karel, Q.S. An-Nisa yang mula-mula menampilkan pesan-pesan sosial Al-Qur’an, penolakan terhadap orang-orang yang selalu berpura-pura atau munafik, pada ayat 153 sampai dengan 175 narasi Al-Qur’an kini menentang keras para ahlu kitab.
Selain itu, mereka juga dicela karena berbagai tindakan, mulai dari kisah tentang Lembu Emas hingga pembunuhan para Nabi. Mereka dicela karena mereka menyangka bahwa Isa a.s. telah terbunuh, padahal Tuhan telah “mengangkatnya ke langit”. Telaah Karel atas penyaliban Isa a.s. sendiri tertuang tertuang ketika ia secara khusus menyajikan Q.S. An-Nisa ayat 157.
Menurut Karel, banyak penafsir yang mendeduksi dari ayat ini, bahwa penyaliban Isa a.s. yang direncanakan oleh orang-orang Yahudi tidak terlaksana, sebab yang dipasung dalam salib adalah tubuh orang lain.
Tubuh orang yang disalib ini diserupakan sedemikian rupa seperti tubuh Isa a.s. Ada yang berpendapat bahwa orang ini adalah Yudas, Pilatus atau Simon dari Cirene.
Judas Iscariot merupakan nama yang tidak asing dalam agama Kristian dan ia tercatat di dalam kitab-kitab Bible. Dia dianggap sebagai pengkhianat oleh orang-orang Kristian kerana telah menyerahkan Nabi Isa a.s (Jesus Christ) kepada orang Yahudi untuk dibunuh dan disalib.
Peristiwa pembunuhan dan penyaliban Nabi Isa a.s sebagaimana dakwaan Kristian juga diceritakan oleh Allah s.w.t di dalam al-Quran. Namun, Islam menganggap orang yang dibunuh dan disalib itu bukannya Nabi Isa a.s, tetapi orang lain yang diserupakan wajahnya oleh Allah s.w.t dengan wajah Nabi Isa a.s.
Al-Tabari berpendapat bahwa rupa Nabi Isa a.s. disamarkan kepada Yahuda Iskariot, sehingga Yahuda yang kemudian ditangkap dan disalib. Dalam riwayat lain, dari Said bin Jubair dari Ibn Abbas mengatakan terdapat murid Nabi Isa a.s. yang bersedia mengorbankan diri menggantikan tempat Nabi Isa a.s. ketika serdadu Romawi datang berserta pemuka-pemuka Yahudi datang setelah hari senja sehingga muka manusia sudah tidak jelas. Pemuda itulah yang kemudian menggantikan Nabi Isa a.s.
Hal senada juga disampaika oleh Rasydi Ridha. Penulis Tafsir Al-Manar tersebut dengan tegas menentang Nabi Isa a.s. dibunuh di tiang salib. Persoalan yang timbul adalah siapa sebenarnya yang disalib menggantikan al-Masih.
Menurutnya Yudas Iskariot adalah orang yang disalib. Yudas diliputi rasa bersalah dan pergi ke tiang salib tanpa adanya perlawanan untuk menebus dosa besarnya. Murid yang lain tidak mengetahui Yudas disalib dan mereka beranggapan bahwa ia telah bunuh diri.
Sebenarnya Yudas memang berencana untuk bunuh diri akibat rasa bersalah dan imannya sedemikian besar sehingga ia dengan suka rela menggantikan Nabi Isa as. di tiang salib sebagai ganti dari dosanya. Rasyid Rida mengemukakan bahwa sesudah penyaliban, Al-Masih pergi ke India ditemani Rasul Thomas.
Kisah penggantian Isa a.s. cukup senada sebagaimana disebutkan dalam sumber-sumber lain bahwa bukan Nabi Isa a.s. yang ditangkap tetapi orang lain, pasalnya para tentara Romawi tersebut bukan saja tidak mengetahui tempat persembunyian Nabi Isa a.s, tetapi mereka juga tidak mengetahui ciri-ciri dan tanda-tanda Nabi Isa as. Akan tetapi, yang mereka tangkap ialah Yudas Iskariot (murid Nabi Isa as yang menghianati gurunya yaitu Nabi Isa as).
Menurut Karel, orang-orang tidak memiliki kepastian tentang apa sesungguhnya yang terjadi dengan Isa a.s.
Sebagian besar penafsir sendiri, sebagaimana dikemukakan Karel, menganggap Isa a.s. telah diangkat ke langit oleh Tuhan dan ia tetap menyaksikan di sana sekarang ini sampai pada masanya ia akan kembali sebelum hari kiamat untuk berperang melawan Dajjal Anticrist, untuk membawa para pengikutnya kepada agama yang benar, Islam, untuk mewujudkan kedamaian dan kemakmuran dunia, dan akhirnya setelah itu ia akan mati sebagaimana matinya orang-orang pada umumnya dan dibangkitkan kembali nanti di akhirat.
Masa tinggal Isa a.s. di bumi setelah turun dari langit menurut riwayat adalah selama tujuh tahun, dan menurut sebagian riwayat yang lain lagi selama empat puluh tahun.
Setelah itu wafat pula Imam Mahdi dan Al Qahthani yang melanjutkan kepemimpinannya. Tidak lama setelah itu, terbitlah matahari dari barat dan binatang melata yang keluar dari perut bumi yang memberikan tanda kufur dan iman atas setiap manusia.
Ketika itu setiap mukmin segera mengetahui bahwa itulah detik detik kemunculan angin lembut dari yaman yang akan mencabut nyawa setiap mukmin.
Setelah itu, tidak seorangpun manusia yang masih memiliki keimanan kecuali akan menemui ajalnya. Ketika seluruh penduduk manusia tidak lagi menyebut Allah, itulah kondisi seburuk-buruk manusia, dan kepada merekalah kiamat akan terjadi.
Menurut Karel, tidak ada teks Al-Qur’an yang menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan Isa a.s. setelah diangkat oleh Tuhan dari kayu salib ke langit, hanya terdapat beberapa hadis Nabi Saw. akan tetapi hadis tersebut saling kontradiktif.
Karel menambahkan bahwa kaum Ahmadiyah mengklaim memiliki bukti konklusif bahwa Isa a.s. dibawa ke Kashmir, dan ia bekerja hingga meninggal dunia di sana serta dikaruniai umur hingga 120 tahun.
Selain itu, Karel juga menambahkan bahwa orang Mukmin akan menemukan hal yang mirip dengan cerita pengangkatan Isa a.s. ini, yaitu dalam keyakinan kaum Kristiani tentang ‘meninggalnya’ Maryam.
Sejak abad pertengahan, telah ada lukisan tentang Maryam yang diangkat ke langit. Terkait dengan ayat-ayat tentang penyaliban Isa a.s., menurut Karel, sepertinya perlu mengadopsi sikap jalan tengah kaum Muslim.
Bagi mereka, Isa a.s. tidak mati dibunuh di tiang salib oleh orang-orang Yahudi. Ada hal lain terjadi, yakni bahwa ia diselamatkan, dimuliakan, hanya saja apa yang terjadi setelah itu, atau apa yang akan terjadi setelah itu hingga nanti hari kiamat, agaknya tidak jelas.
Menurut Karel, ayat-ayat tentang penyaliban Isa a.s. ini tidak harus diinterpretasikan sebagai serangan langsung terhada penyaliban dan nilai penyelamatan yang terkandung di dalamnya, yang akan menjatuhan seluruh perspektif di luar keyakinan Islam.
Karena tidak ada dosa asal, maka tidak perlu peristiwa tertentu yang dijadikan sebagai sarana untuk menghilangkan dosa asal tersebut. Umat muslim mengenal nilai-nilai persembahan untuk penebusan dosa dan ungkapan syukur.
Salah satu dari dua perayaan hari besar Islam adalah Idul Adha, yang memperingati persembahan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s., akan tetapi itu signifikansinya tidak bersifat umum atau kosmik.
Secara garis besar, menurut Karel, dalam tiga ayat lainnya yang menjelaskan tentang kematian Isa a.s., yaitu Q.S. 3:55, Q.S. 5:117, dan Q.S. 19:33, yang menunjukkan bahwa apa yang dialami oleh Isa adalah ‘kematian yang lazim’.
Dengan begitu, ini menuntut pertimbangan kembali atas penolakan yang dinyatakan dalam Q.S. 4:157. Apakah kita harus menganggap bahwa ayat ini sebenarnya sama? Artinya apakah kita harus menganggap bahwa Q.S. 4: 157 tersebut bukan sebagai penolakan secara absolut terhadap kematian Isa a.s. di tiang salib, melainkan hanya sebagai penolakan atas pemahaman spesifik mengenai kematian tersebut?.
Seorang sarjana dari Belanda Anton Wessels, sebagaimana dikutip Karel, menulis bahwa Q.S. 4:153-159 tersebut pada intinya ditujukan kepada kaum Yahudi Madinah.
Mereka membanggakan diri bahwa kaum mereka yang telah membunuh Isa a.s. Anggapan mereka tersebut ditolak oleh Al-Qur’an, dan dengan cara yang sama pula, pada Q.S. 8:17, ada sekelompok umat muslim yang juga di koreksi oleh Al-Qur’an.
Saat mereka membanggakan diri setelah kemenangan mereka di Perang Badar bahwa mereka telah bias membunuh banyak musuh mereka. Q.S. 8:17 secara ekspilisit mengatakan: ‘Bukan kamu yang membunuh mereka tetapi Allah-lah yang membunuh mereka’.
Dengan begitu, menurut Karel, kita juga meski bisa memahami ayat 157 sebagai penolakan atas apa yang diklaim oleh orang-orang Yahudi, bahwa mereka telah mampu menyebabkan telah mininggalnya Isa a.s. Melainkan Tuhan sendiri yang menghendaki kematian tersebut dan mengizinkanya terjadi.
Karel menambahkan bahwa kita tidak (belum) mendapatkan penafsiran ini dari kalangan muslim. Tapi kita juga harus menyadari bahwa penafsiran ini tentunya belum akan membantu kita menghapus permasalahan.
Sebab tradisi penolak terhadap penyaliban Isa a.s. sudah sangat panjang, yang berkembang di beberapa kelompok Umat Kristiani sendiri sebelum datangnya Islam di daerah tersebut, atau bahkan juga dikalangan kelompok ‘outsider’ seperti kelompok Manichaen, dan masih diperkuat lagi melalui tradisi Islam yang panjang.
Interpretasi terakhir tersebut menurut Karel masih mungkin, apabila teks tersebut dibaca secara seksama; akan tetapi juga tidak akan dipaksakan. Sudut pandang yang lain (misalnya pandangan yang menerima kebenaran fakta penyaliban Isa a.s., seperti oleh para kelompok sekuler, para ahli sejarah non-Kristiani seperti Flavus Josephus, dan murid-murid Isa di awal-awal yang mengalami kekalahan dan keputusasaan) terkait penafsiran kembali atas ayat ini juga muncul dalam diskusi-diskusi antara umat Muslim dan umat Kristiani.
0 Comments