Indonesia adalah tanah-airyang didambakan dan diidam-idamkan. Sebagai bangsa, Indonesia tidak mendadak jadi atau ada begitu saja, melainkan terbentuk melalui perjuangan panjang dan jerih payah para pendahulu dengan mengorbankan harta, jiwa, dan raga.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri-kemanusiaan dan pri-keadilan. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Indonesia berkemajuan merupakan visi bangsa dan negara menuju pri-kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat, sebagaimana cita-cita kemerdekaan, demi terwujudnya cita-cita nasional.
Tujuan pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan Pancasila sebagai ideologi dan pemersatu bangsa.
Seluruh komponen bangsa ini niscaya menghayati makna dan cita-cita kemerdekaan itu untuk melangkah ke depan dengan idealisme yang kokoh. Mereka yang menduduki jabatan-jabatan publik melalui mandat yang dilimpahkan rakyat wajib menjalankan fungsi utama pemerintahan sebagaimana terkandung dalam jiwa, falsafah, pemikiran dan cita-cita nasional yang luhur itu.
Setiap usaha mewujudkan cita-cita nasional tersebut merupakan bukti kesungguhan untuk membawa Indonesia sebagai bangsa dan Negara yang maju, adil, makmur, bermartabat dan berdaulat di tengah dinamika perkembangan zaman. Sebaliknya, pengingkaran terhadapnya merupakan bentuk penyelewengan dan pengkhianatan atas idealisme kemerdekaan. Kekuasaan adalah amanat dan bukan kehormatan.
Rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang lebih bermakna menuju Indonesia berkemajuan meniscayakan agama menyatu dalam kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Agama berfungsi sebagai sumber nilai utama yang menginspirasi dan memotivasi untuk merealisasikan humanisasi, emansipasi, liberasi, dan transendensi dalam membangun peradaban bangsa yang melahirkan karakter utama yang berbeda dari bangsa-bangsa lain di dunia.
Bangsa Indonesia berjiwa agama dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama bukan sekadar pemikiran, perasaan, maupun perbuatan, tetapi ia adalah pengungkapan hidup sebagai suatu keseluruhan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 merupakan konsensus nasional yang mengikat seluruh komponen bangsa sekaligus sebagai kekuatan perekat, pemersatu, dan pembangun bangsa. Pandangan dan sikap kebangsaan ini merupakan wawasan kemanusiaan universal yang sesuai dengan pesan Allah swt dalam Al-Quran. (QS 49:13).
Seluruh komponen bangsa harus memiliki tekad kuat dan bersatu untuk mewujudkan idealisme dan cita-cita luhur itu guna mencapai Indonesia yang berkemajuan. Tanpa perjuangan visi besar akan tetap sebagai angan-angan. Tidak ada hasil memuaskan yang dapat dicapai tanpa cucuran keringat dan darah.
Bangsa Indonesia memiliki konstruksi kehidupan kebangsaan berkemajuan yang lahir dari kekuatan rohani dan kecerdasan diri, dengan kesadaran bahwa kehidupan kelak bukan suatu kehidupan yang akan datang; kehidupan itu telah mulai sekarang. Hal itu sesuai dengan pesan Al-Quran,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap orang melihat apa yang dilakukannya untuk hari esok (akhirat); bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr/59:18)
Kehidupan harus berorientasi pada kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama. Untuk itu pada setiap moment kehidupan bangsa ini harus selalu melakukan evaluasi, inovasi, dan transformasi menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih beradab.
Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat itu disia-siakan, maka tunggulah saatnya.” Sahabat bertanya, “Bagaimana yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanat itu?” Rasulullah saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya atau diserahkan kepada orang yang tidak berhak, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari).
Hidup ini harus dilandasi iman dan diisi dengan amal kebaikan. Untuk mewujudkan kehidupan yang utama setiap individu dan komponen nasional bangsa ini harus mau dan rela untuk saling menasihati demi menegakkan kebenaran dan saling menasihati untuk menjalani hidup dengan penuh kesabaran dan ketabahan (QS 103:1-3).
Indonesia mempunyai modal sejarah yang panjang, sumber daya alam yang melimpah, visi dan konsep kenegaraan Pancasila yang luar biasa kokoh. Mengapa setelah 70 tahun merdeka Indonesia kita masih terpuruk juga? Salah satu penyebabnya ialah karena bangsa ini telah meninggalkan Pancasila sebagi pandangan hidup yang mengarahkan perjalanan penduduk negeri ini dari Sabang sampai Merauke.
Setiap komponen bangsa harus mengambil bagian dalam upaya kolosal membangun Indonesia dengan kerelaan berkorban demi terwujudnya Indonesia berkemajuan. Janganlah ada satu pihak pun yang mencari kesempatan dalam kesempitan, atau mengalil di air keruh, sebagaimana diwanti-wanti oleh Al-Quran,
Janganlah kamu seperti perempuan yang merombak benang pintalannya lepas terurai sesudah dijalin kuat-kuat menjadi cerai-berai kembali… (QS 16:92).
Kita niscaya menimba norma Islam sebagai sumber gagasan dan pandangan baru untuk menguatkan langkah inovasi Indonesia berkemajuan. Memahami dan mengembangkan pesan normatif Al-Quran dan sunnah ke pemahaman spesifik dan empiris, untuk menumbuhkan kesadaran objektif mengenai realitas sosial dan menghadirkan Islam untuk menjawab permasalahan kontemporer.
Kontekstualisasi Al-Quran dan sunnah menjadi sebuah keniscayaan. Bahwa kehidupan yang kita hadapi dewasa ini bukan lingkungan yang dihadapi Nabi Muhammad saw. Keputusan-keputusan Nabi saw memberikan gambaran hukum yang berbeda karena alasan situasi dan kondisi tertentu, dan para sahabat Nabi saw menghayati contoh kontekstualisasinya.
Implementasi nash secara tekstual seringkali tidak sejalan dengan kemaslahatan yang menjadi alasan kehadiran Islam. Kontekstualisasi diberlakukan terhadap nash-nash di luar bidang ibadah murni dengan tetap berpegang pada moral ideal nash.
Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik umatku adalah yang hidup di masaku, kemudian yang datang sesudahnya, dan yang datang sesudahnya. Setelah itu akan datang satu kaum dari umatku, yang bersaksi tapi palsu, yang berkhianat dan tak bisa dipercaya, yang bernadzar tapi tidak memenuhi nadzarnya, yang tertipu oleh kulit luar dan mengabaikan hakikat kebenaran.” (Muttafaq ‘Alaihi).
Rasulullah saw berpesan, “Tidaklah beriman orang yang tidak dapat memegang amanat, dan tidaklah beragama orang yang tidak dapat dipegang janjinya.” (HR Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban).
Dalam politik Umat Islam Indonesia seperti penumpang perahu yang berlayar di laut lepas, tanpa bintang tanpa kompas, tidak tahu tujuan, dan tidak tahu cara berlayar. Kadang-kadang umat dibuat bingung, sebab panutannya berbuat seenaknya dan lupa bahwa di belakangnya ada banyak orang.
Kaidah politik umat harus ditentukan dengan jelas, sehingga umat terbebas dari temperamen pribadi seorang pemimpin. Bahkan, seorang pemimpin harus mengikuti kaidah, dan bukan sebaliknya, menentukan kaidah.
Manakala menyadari bahwa kita menyeleweng, adalah kewajiban kita untuk berbalik dan kembali meneruskan perjalanan yang benar. Keliru itu manusiawi, tetapi bersikeras mempertahankan pendapat yang salah itu seperti setan.
Baca tulisan-tulisan Muhammad Chirzin lainnya: Kumpulan Tulisan Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag.
2 Comments