Tradisi “Nyono’e Selangkangan Ebhu” dalam Masyarakat Madura

Setiap tradisi tentu memiliki motif atau tujuannya masing-masing. Begitu juga dengan tradisi nyono’e selangkangan ebhu ini.2 min


Madura merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki masyarakat dengan keislaman yang relatif kuat. Salah satunya ditandai dengan menjamurnya lembaga pendidikan Islam bahkan hingga ke pelosok desa. Mulai dari lembaga formal, langgar-langgar tempat belajar membaca Al-Qur’an hingga pesantren. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan tradisi keislaman yang tetap terjaga dengan baik hingga sekarang.

Keislaman yang kuat menjadi sebab utama lahirnya beragam tradisi Islam dalam masyarakat Madura. Salah satu tradisi yang berkembang dalam masyarakat Madura adalah tradisi nyono’e selangkangan ebhu. ‘Masyarakat Madura’ yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya terbatas pada yang tinggal di pulau Madura. Namun juga mereka yang telah merantau dan menetap di laur pulau Madura, seperti Surabaya, Jakarta bahkan Kalimantan.

Secara literlek, tradisi ini dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan “merangkak di bawah selangkangan Ibu’. Dalam hal ini yang merangkak adalah anak. Teknis tradisi ini adalah ibu berdiri dengan mengangkang di pintu depan rumah atau kamar. Kemudian anak merangkak melewati bawah selangkangan ibu dimulai dari dalam kamar kemudian ke luar. Setelah itu merangkak masuk lagi ke dalam, kemudian ke luar lagi.

Setiap tradisi tentu memiliki motif atau tujuannya masing-masing. Begitu juga dengan tradisi nyono’e selangkangan ebhu ini. Tradisi ini dilakukan ketika anak akan pergi meninggalkan rumah, seperti mondok, berangkat kerja ke luar negeri atau merantau ke luar daerah. Dengan melakukan nyono’e slangkangan ebhu ini maka Ibu sudah merestui keberangkatan anak. Selain karena anak akan pergi meninggalkan rumah, tradisi nyono’ ini juga dilakukan ketika anak akan melakukan hajat yang penting, seperti menikah. Sehingga, singkatnya tradisi ini dilakukan sebagai tanda restu dari Ibu.

Sebagaimana tradisi Islam lainnya, tradisi ini juga memiliki landasannya dalam ajaran Islam. Para orang tua di Madura secara umum mengungkapkan bahwa tradisi ini dilakukan karena Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa ridha Allah fi ridha al-walidain wa sukht Allah fi sukht al-walidain (ridha Allah karena ridha orang tua dan murka Allah karena murka orang tua).

Kemudian bagaimana memperoleh ridha orang tua? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan berbakti kepada keduanya. Untuk itulah, si anak harus mau ‘merendah’ di hadapan orang tua, khususnys ibu, dengan merangkak di bawah selangkangannya. Atas dasar inilah tardisi nyono’e slangkangan ebhu ini dilakukan sebagian tanda keridhaan orang tua untuk mendapat ridha Allah serta memantapkan hati anak untuk melaksanakan hajatnya.

Kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orang tua juga disebutkan secara jelas di dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah QS. Al-Isra’ [17]: 23-24. Bentuk bakti yang disebut dalam ayat ini adalah menjaga atau merawat keduanya terlebih jika sudah lansia dan menjaga lisan agar tidak menyakiti perasaan orang tua.

Kewajiban untuk berbakti kepada orang tua dalam ayat ini disebut beriringan dengan larangan berbuat kemusyrikan. Hal ini mennjadi tanda bahwa bakti kepada orang tua merupakan perkara agung, sebagaimana agungnya tauhid di dalam dada.

Ayat ini ditutup dengan perintah untuk mendoakan kedua orang tua. Perintah ini sebenarnya memiliki maksud bahwa berbakti dan berbuat baik kepada orang tua tidak hanya ketika tinggal bersama. Akan tetapi juga ketika anak tinggal di tempat yang jauh dari orang tua. Jika saat tinggal bersama bentuk baktinya adalah menjaga kesopanan di hadapan orang tua, maka ketika tidak bersama orang tua adalah mendoakannya.

Kemudian muncul pertanyaan, mengapa ekspresinya harus dengan merangkak di bawah selangkangan? Sebenarnya, merangkak di bawah selangkangan merupakan ekspresi reseptif atas hadis Nabi yang menerangkan bahwa surga terletak di bawah telapak kaki ibu.

Selain itu, ia menjadi peringatan bahwa semula anak berasal dari rahim Ibu dan dilahirkan dengan susah payah, bahkan mengorbankan nyawa. Hal ini kemudian menjadi peringatan bagi anak untuk tetap menjadi pribadi yang baik, selalu menaati nasihat orang tua meskipun berpisah jarak, serta tetap menjaga nama baik orang tua.


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
1
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
1
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Fahrudin

Warrior

Alumni Prodi IAT IAIN Jember. Sekarang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals