Manusia dilahirkan ke dunia dengan beragam macam keindahan dan kelebihan masing-masing. Dimulai dengan beragam suku, bangsa, dan negara dengan memiliki ciri khas khusus yang ada pada mereka. Seperti berkulit hitam, berkulit putih, bermata biru, atau rambut berwarna kemerahan. Inilah beragam ciptaan Tuhan yang sangat indah.
Sayangnya, tidak semua orang bisa menangkap dengan baik keindahan yang ada pada setiap manusia tersebut. Bahkan tidak sedikit yang masih tidak menerima keberagaman itu sendiri. Baik perbedaan golongan, suku maupun ras. Banyak yang masih saling mencela, mengolok, tanpa mereka sadari mereka telah melakukan perbuatan rasisme terhadap sesama manusia.
Rasisme sendiri bisa diartikan sebagai paham, cara berfikir dan pandangan dari seseorang/sekelompok yang merasa dirinya lebih hebat, lebih terhormat, dan lebih mulia dari orang/kelompok lainnya hingga membuatnya bersifat arogan, melecehkan, dan merendahkan orang-orang dari suku, etnis maupun ras yang berbeda dengan dirinya.
Menurut Oliver C.Cox, rasisme merupakan peristiwa, situasi yang menilai berbagai tindakan, dan nilai dalam suatu kelompok berdasarkan perspektif kulturalnya yang memandang semua nilai sosial masyarakat lainnya di luar diri mereka itu salah dan tidak dapat diterima.
Belakangan isu rasisme kembali mencuat pasca kejadian rasisme yang menimpa seorang warga Afro-Amerika bernama George Floyd yang menyebabkan dirinya meninggal dunia. Dilansir dari Tribunnews.com, Sabtu, (6/6/2020), nama Floyd diberitakan mengalami rasisme dari polisi di Minneapolis, Amerika Serikat. Ia meninggal dunia diakibatkan kehabisan napas setelah disekap dengan menggunakan lutut Derek Chauvin.
Kematian Floyd di tangan polisi berkulit putih di Minneapolis ini pun telah memantik kemarahan dan unjuk rasa dari sejumlah wilayah di Amerika Serikat (AS). Para pengunjuk rasa menilai adanya tindakan rasisme dalam penanganan polisi terhadap warga kulit hitam di negara tersebut.
***
Lantas, bagaimanakah Islam menyikapi persoalan rasisme?
Pada dasarnya, dalam ajaran Islam tidak ada tempat untuk perbuatan rasisme. Islam sendiri sangat menentang sikap membeda-bedakan manusia khususnya hanya karena perbedaan ras. Semua manusia setara kedudukannya, yang membedakan hanyalah keimanan dan ketakwaan. Itu juga telah disampaikan oleh Rasulullah saw dalam hadisnya.
“Semua manusia adalah dari Adam dan Hawa, seorang Arab tidak memiliki keunggulan atas non-Arab maupun non-Arab memiliki keunggulan apapun lebih dari Arab, juga putih memiliki keunggulan dari kulit hitam, juga tidak hitam memiliki keunggulan apapun lebih putih kecuali dengan ketakwaan dan tindakan yang baik” (HR. Ahmad).
Kita bisa juga melihat kisah-kisah para sahabat Nabi yang berkulit hitam yang justru dijamin sebagai penghuni surga. Karena kulit seseorang tidak menjamin kesuksesan dan ketaatan seseorang.
Baca juga: Landasan Islam Tentang Masyarakat Tanpa-Kekerasan |
Salah satunya adalah Bilal bin Rabah yang merupakan seorang berkulit hitam, badannya kurus tinggi, dan sedikit bungkuk serta rambut yang lebat. Ia merupakan budah dari seorang pemuka kaum Quraisy yang bernama Umayah bin Khalaf, yang kemudian dimerdekakan oleh Abu Bakar.
Namun Nabi Muhammad tidak mempersoalkan status Bilal sebagai bekas budak maupun karena perbedaan kulitnya, ia justru dipercayakan untuk menjadi muadzin Rasulullah. Bahkan hingga sekarang nama Bilal selalu identik dengan seorang juru azan. Kisahnya yang fenomenal dengan akidah yang kuat tidak akan lekang oleh masa. Bilal telah menjadi manusia yang mulia yang mana suara sandalnya sudah terdengar di surga.
Sahabat Nabi lainnya yang berkulit hitam yang bercahaya adalah Ummu Aiman. Ia merupakan pelayan Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah dari Nabi. Beliau termasuk dalam daftar sahabat-sahabat yang pertama memeluk agama Islam ketika Nabi Muhammad saw di Mekkah.
Sahabat Nabi yang juga salah satu orang yang pertama masuk Islam ketika Rasulullah di Mekkah adalah Mihja’ bin Salih. Ia merupakan budak kulit hitam yang dibebaskan oleh Umar bin Khattab dan memiliki keistimewaan di antara para sahabat Rasulullah saw. karena merupakan orang yang pertama syahid dalam perang badar tahun 2 Hijriyah.
Adapun sahabat yang berkulit hitam berasal dari Anshar, salah satunya, adalah Sa’ad al-Aswad as-Sulami. Ia pernah bertanya kepada Nabi apakah ia bisa masuk surga walau posisinya rendah di kalangan umat Islam. As-Sulami meninggal dalam pertempuran dalam keadaan syahid. Nabi saw menangisinya sambil memegangnya di pangkuan beliau.
Demikianlah empat sahabat Rasulullah yang berkulit hitam, namun memiliki derajat yang mulia. Kisah-kisah mereka dan beberapa sahabat lainnya yang tidak sempat kami sebutkan semuanya merupakan bukti nyata betapa Nabi Muhammad membawa ajaran yang menentang tindakan rasisme.
Isyarat larangan rasisme juga terdapat dalam QS. Al-Hujurat ayat 13. “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Pada surat di atas, tidak menggunakan panggilan yang dikhususkan kepada orang-orang beriman, namun ditujukan kepada seluruh manusia. Ayat ini memang diperuntukkan untuk dasar hubungan seluruh manusia di dunia. Tujuan dari ayat ini ialah agar manusia saling mengenal, semakin kuat sulaturrahmi yang berdampak pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagian akhirat hidup penuh kasih sayang.
Baca juga: Cara Bertoleransi yang Benar |
Sedangkan dari kata terkahir dalam ayat ini, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Tuhan memberikan peringatan bagi kita semua yang terlalu mebanggakan dengan urusan kebangsaan dan kesukuan sehingga membuat saling membenci satu sama lainnya. Kita hidup di dunia bukanlah bermusuhan, melainkan untuk perkenalan. Banyaknya yang masih menimbulkan “ashabiyah jahiliyah”, sombong dan bangga karena mementingkan bangsa sendiri.
Dalam tafsir An-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy, dijelaskan bahwa ayat di atas merupakan larangan menghina golongan yang lain dengan kita, sebab baranagkali golongan yang dihina itu lebih baik di sisi Allah swt. Para mufassir sepakat bahwa satu kesatuan manusia tidak ada yang lebih unggul satu dengan yang lainnya. Dilihat dari fisik maupun biologisnya mereka mempunyai hak yang sama. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai pencegahan bagi mereka yang membanggakan nasab, menguggulkan golongan dan meghina kepada orang-orang kafir.
Artinya, dalam ajaran Islam, apapun ras, suku, dan golongan kita tetaplah harus memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap sesama dan ingatlah bahwa Allah tidak melihat rupa, ras, suku dan golongan kita melainkan dari keimanan dan ketakwaan kita. Begitulah seharusnya kita menyikapi perbedaan ras, suku dan golongan. Sungguh romantis bukan? Wallahualam. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannyadi sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments