Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya. Dalam kitab ihya’ ulumuddin, al-Ghazali mengatakan bahwa kata taubat merupakan istilah yang terbangun dari tagi variabel, yakni ilmu, keadaan/perasaan, dan amal. Ilmu akan menghasilkan keadaan, dan keadaan akan menghasilkan amal. Kesemuanya merupakan sunnatullah yang tidak dapat dirubah.
Ilmu akan mengetahui besarnya bahaya dari perbuatan dosa yang dilakukan dan akan menjadi dinding pemisah antara seorang hamba dan segala hal yang dicintainya. Jika seseorang mengetahui suatu hal it baik, benar, dan yakin, sehingga mengalahkan dorongan hatinya, pengetahuan itu akan menimbulkan kekecewaan di dalam hati. Ketika hati merasa kehilangan sesuatu yang dicintai, ia akan merasa sakit. Lalu, jika hilangnya sesuatu yang dicintainya itu adalah karena perbuatannya, ia akan merasa sedih atas perbuatan yang telah dilakukan. Perasaan ini dinamakan (nidm) penyesalan. Sebagaimana Nabi besabda, menyesal itu adalah taubat. (HR. Ibnu Majah)
Unsur ilmu dalam taubat
Dari unsur pertama ini, akan terlihat dari pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap langkah dan kesalahanya saat ia berbuat maksiat kepada Allah. Ia akan tertutupi oleh petunjuk Allah dan hatinya akan gelisah. Namun dalam waktu yang lain, ketika ia sadar dan kembali kepada fitrahnya, ia akan menyadari keagungan dan kemulyaan Allah dan ia akan sadar bahwa ia jauh dengan sang Pencipta. Dari sinilah seorang hamba membutuhkan konsentrasi pikirannya, menggerakkan akalnya dan melakukan perenungan yang mendalam tentang dirinya. ilmu yang dimilikilah akan mengantarkannya pada jalan yang benar sesuai dengan syariat. Selanjutnya ia akan berfikir bahwa kenikmatan dan kebaikan Allah selalu diberikan kepada hamba-Nya dan murka Allah akan selalu terhindar darinya.
Semua hal tersebut terjadi karena cinta Allah kepada hamba-Nya. Ia sadar bahwa Allah akan marah dengan maksiat yang telah dilakukan. Namun dengan kasih sayang-Nya Allah tidak pernah menutup pintu taubat bagi hamba-hamba-Nya. Meski mereka berbuat zalim dan berlebihan terhadap dirinya sendiri. Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. az-Zumar:53).
Jiwa manusia seharusnya selalu terbangun dan menjahui skap putus asa. Karena sikap tidak berputus asa merupakan pondasi utama dalam bingkai taubat, yang nantinya akan menggerakkan hati untuk penyesalan, memotivasi untuk membulatkan tekad, membasahi lisan untuk selalu membaca istigfar, dan mendorong anggota tubuh untuk mencegah dan menahan diri dari berbuat dosa. Inilah yang diperingatkan Allah dalam ayat-Nya. “Dan agar orang-orang yang Telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.(QSal-Hajj:54).
Unsur perasaan dalam emosi
Dalam unsur yang kedua, adakalanya yang berkaitan dengan masa lalu dan adakalanya yang berkaitan dengan masa depan. Adapun unsur yang berkaitan dengan masa lalu adalah rasa penyesalan. Karena ia adalah rukun utama yang harus ada dalam taubat.
Al-Qusyairi berkata: oleh karena rasa penyesalan itu diikuti oleh dua rukun yang lain. Yakni tekad yang bulat dan sikap untuk meninggalkan. Dikatakan mustahil jika seseorang itu menyesal tapi masih mengulangi perbuatannya atau berniat untuk melakukannya lagi.
Unsur amal dalam taubat
Dalam taubat terdapat unsur amal yang harus diwujudkan. Hal ini tidak lain agar hakikat taubat dapat tercapai, dan menebarkan hasil dalam jiwa dan kehidupan. Unsur taubat ini mencakup beberapa unsur penting.
- Menjauhkan diri dari maksiat
Unsur ini merupakan hal yang paling utama karena taubat akan menjadi omong kosong, selama seseorang tersebu masih melakukan maksiat,tidak berusaha menjauhi dan melepaskannya. Sebab, jika demikian, untuk apa bertaubat?
Sikap meninggalkan maksiat adalah dikategorikan sebagai amal, karena ia berusaha menahan diri dari perbuatan tercela yang menggiurkan, untuk kemudian melaksanakan ketaatan kepada Allah yang diwajibkan kepada dirinya. ia juga merupakan proses riyadhah dan jihad dijalan Allah.
- Istighfar
Setiap orang yang bertaubat membutuhkan istigfar karena istighfar menghapus dosa dan menghapus pengaruh perbuatan buruk. Ibnul Qoyyim berkata:hakikat magfirah adalah menjaga diri dari kejelekan dosa, sebagaimana kita ingin menghindari getah pohon yang akan mengenai kepala.
- Mengubah lingkungan dan mencari teman baru
Lingkungan yang baik akan mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap pelaku taubat. Artinya, ia mencari tempat atau lingkungan yang kondusif, yang selalu mengajak kepada kebajikan dan amar ma’ruf nahi mungkar. Selain itu seorang teman yang baik juga dapat memberikan energi positif dalam kehidupan termasuk bagi pelaku taubat.
- Menyertakan kesalahan dengan perbuatan baik
Menyertakan kesalahan dengan perbuatan baik juga akan memberikan pengaruh dengan terhapusnya dosa. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi: Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada. Ikutilah kesalahan itu dengan perbuatan baik, niscaya (perbuatan baik) akan menghapusnya. Bersikaplah kepada orang-orang dengan akhlak yang baik (HR. Ahmad)
Akhirnya, semoga kita semua menjadi orang-orang yang ahli taubat dan menjadi ahli syurga. Amin…
3 Comments