Rekonsiliasi Akademik

Maju dan berkembangnya sebuah institusi bukan ditentukan oleh salah satu pihak saja, namun ditentukan oleh kerjasama antar berbagai pihak.3 min


0

Rekonsiliasi merupakan jalan yang baik dalam menyelesaikan masalah, baik itu masalah negara, politik, masyarakat, maupun masalah akademik. Penulis sebagai mahasiswa, mencoba memasukan upaya rekonsiliasi yang berujung pada implementasi sehari-hari ini dalam dunia akademik sebagai jalan untuk dapat menyelesaikan problem yang terjadi pada dunia kampus atau dunia akademik, antara mahasiswa dengan pihak kampus, bukan rekonsiliasi tanpa implementasi atau hanya berhenti pada seremoni saja.

Pertentangan pendapat yang terjadi dalam dunia akademik memang merupakan hal lumrah, yang dapat diuji dan dikaji secara intelektual lewat ilmu pengetahuan yang didapat. Maka dari itu dalam hal menyikapi persoalan dalam dunia akademik yang sering terjadi, dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau jalan, bukan hanya berhenti pada satu jalan saja, apalagi jalan tersebut dapat menjerumuskan ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan, yakni saling menyakiti secara hati maupun fisik.

Dalam dunia akademik tentu hal tersebut sudah seharusnya menjadi hal yang keliru dilakukan, sebab dunia akademik adalah dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga cara atau jalan dalam menyelesaikan sebuah persoalan harus dilakukan secara bijak dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik pula, bukan dengan cara-cara yang tidak semestinya sampai mencemarkan nama baik antara salah satu pihak, terutama bagi mahasiswa yang masih berstatus sebagai “si penimba ilmu pengetahuan”.

Dua unsur lembaga akademik yakni, mahasiswa dan pihak kampus sudah seharusnya menghadirkan sebuah relasi yang mana berujung pada sebuah rekonsiliasi yang dilakukan secara intensif dalam rangka menyikapi setiap persoalan yang terjadi. Rekonsiliasi inilah yang menjadi inti dari terciptanya sebuah pergerakan kemajuan dan kesetaraan atas apa yang menjadi tuntutan dan juga wewenang dari kedua belah pihak.

Mahasiswa maupun kampus pun diharuskan untuk tidak mengedepankan ego masing-masing, namun lebih mengedepankan rasa saling membuka diri dan saling memahami. Jikalau ada permasalahan yang terjadi maka terdapat berbagai macam jalur yang bisa ditempuh, bukan hanya bertumpu pada satu jalur.

Mahasiwa diharuskan untuk mengetahui dan paham betul apa yang menjadi tugasnya, dalam rangka menapaki jalan akademik yang akan dilalui di kampus, bukan hanya sekadar menerima teori yang disampaikan, namun diharuskan untuk mengimplementasi teori-teori tersebut ke dalam kehidupannya, baik pada saat masih dalam dunia kampus maupun setelah keluar dari dunia kampus, ketika berhadapan dengan lingkungan juga masyarakat.

Implementasi inilah yang menjadi tuntutan dunia luar, setelah mahasiswa tersebut telah diberikan waktu dan kesempatan dalam upaya menimbah ilmu pengetahuan dalam dunia akademik. Tujuannya ialah dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara bukan menjadi orang yang berkhianat dan menghancurkan bangsa dan juga negara yang dicinta ini.

Dalam upaya menimbah ilmu, mahasiswa diharapkan menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam menyikapi persoalan yang kemudian muncul, sebagai upaya pembeda antara insan yang berintelektual maupun tidak. Jika hal tersebut tidak menjadi bahan renungan, maka tentunya menjadi sebuah tanda tanya besar bagi mahasiswa itu sendiri.

Pihak kampus yang merupakan wadah bagi para mahasiswa, dengan landasan diberikannya kepercayaan untuk mendidik dan membimbing mahasiswa, tentu tidak boleh sewenang-wenang dalam bertindak hingga menimbulkan pertanyaan yang besar bagi kelangsungan hidup akademik sampai melewati koridor batas-batas yang telah disepakati bersama.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus adalah ultimatum khusus yang tujuannya membangun dan mengedepankan nilai-nilai akademik yang mampu dicerna dan dipahami setiap penganutnya, yakni mahasiswa itu sendiri. Maka sudah seharusnya kebijakan tersebut dapat disosialisasikan dan dipertanggungjawabkan demi merangsang kemajuan dari kampus itu sendiri juga dengan bantuan dari pihak mahasiswa sebagai penggerak dari kebijakan tersebut.

Mahasiswa dan kampus tentu mempunyai kebebasan yang digunakan sefleksibel mungkin untuk mengolah kebebasan tersebut dengan akal pikiran lewat ilmu pengetahuannya, guna menggunakan kebebasan itu secermat dan sebijak mungkin agar selalu melahirkan wawasan-wawasan intelektual yang dapat dicerna oleh sesama dunia akademik dan dunia luar. Hal ini bertujuan sebagai salah satu penggerak pembangunan dan kemajuan bagi bangsa dan negara.

Kebebasan yang diberikan, tidak sepatutnya digunakan sebagai alat untuk berbuat semena-mena yang dapat mengganggu ketertiban umum dan kemaslahatan bersama, bahkan hanya menguntungkan salah satu pihak. Tetapi kebebasan itu laksana sebuah tanggung jawab yang harus dijaga dan diolah sebaik mungkin agar melahirkan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi sesama, dalam pengertian orang banyak, bukan pada pengertian diri sendiri.

Mahasiswa dan pihak kampus tentu mempunyai cara atau definisi berbeda, dalam hal menyikapi sebuah persoalan yang terjadi, namun tidak sepatutnya untuk dibiarkan berbeda dan berjalan sendiri-sendiri, hingga menimbulkan pertanyaan besar bagi keduanya. Konteks inilah, sehingga dalam dunia akademik kita diajarkan untuk selalu melakukan upaya penyelesaian suatu masalah dengan cara rekonsiliasi atau dalam bahasa agama disebut dengan ber-tabayyun.

Upaya ini, bukanlah tentang mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan mencari sebuah jalan tengah dalam sebuah persoalan dan saling menguntungkan, lewat jiwa yang mengedepankan nila-nilai kemaslahatan sesama. Hal yang menjadi kesalahan, baik dari mahasiswa maupun pihak kampus, seharusnya diakui sebagai kesalahan, agar dapat menjadi langkah awal untuk dicari solusi, bukan sebagai bahan untuk menjatuhkan salah satu pihak.

Jiwa yang mengedepankan rasa benar secara pribadi dan rasa sudah berusaha namun tidak ada hasil, adalah sebuah jiwa yang sudah seharusnya dihilangkan, dan diganti dengan jiwa yang selalu berusaha tanpa pantang menyerah, dikarenakan jiwa inilah yang merupakan jiwa pemenang yang selalu dikenang.

Maju dan berkembangnya sebuah lembaga atau institusi dengan segala perangkatnya bukan ditentukan oleh salah satu pihak saja, namun ditentukan oleh kerjasama yang terjalin antara berbagai pihak, yakni mahasiswa dan juga pihak kampus. Mahasiswa tidak akan menemukan wadah untuk berjalan maju dan berkembang kalau tidak diberikan wadah bagi kampus, sebaliknya kampus tidak akan berkembang kalau tidak adanya kepedulian dari mahasiswa itu sendiri.

Mahasiswa sebagai orang yang memilih kampus sebagai wadah untuk menimba ilmu dan berkembang tentu tahu dan siap atas segala konsekuensi yang didapat dalam perjalanan akademiknya, dan punya banyak cara yang cermat serta bijak untuk menghadapinya, dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang didapat juga tidak menyakiti hati dan mengganggu orang lain.

Kampus juga sebagai wadah, sudah tentu tahu apa yang harus diberikan kepada mahasiswa yang sudah menjatuhkan pilihannya, untuk memasuki dunia kampus, yang diharapkan agar apa yang diberikan dapat bermanfaat bagi dirinya, orang banyak, hingga bangsa juga negara, yang mana, hal itu menjadi sebuah bukti keberhasilan kampus, sehingga mampu membuat para mahasiswa berhasil.

Mahasiwa dan kampus mempunyai kekurangannya masing-masing, di mana lewat kekurangan itu, kedua pihak harus mampu untuk melengkapi satu sama lain, agar apa yang menjadi tujuan akademik bersama dapat tercapai dan saling menguntungkan satu sama lain. Segala bentuk persoalan yang datang bukan menjadi awal kehancuran, namun jadikan sebagai pelajaran dan awal kemajuan bagi sesama.

Salam.


Like it? Share with your friends!

0
M. Sakti Garwan
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals