Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau biasa disebut Maulid Nabi dapat dijadikan momentum untuk kembali mengingat apakah kita sudah dalam konteks berislam yang ramah atau belum. Momen ini menjadi perlu agar kita mengingat kembali tujuan Nabi Muhammad mengajarkan kepada umat manusia dengan pendekatan penuh kasih sayang.
Dalam konteks keislaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad tersebut, banyak melahirkan karakter-karakter pemimpin yang mencintai akan perbedaan. Serta pikiran-pikiran yang jauh dari perilaku intoleransi. Akhir-akhir ini, banyak kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia seperti kasus terakhir yang kita alami di negeri kita tercinta ini, yaitu penyerangan rumah ibadah di beberapa wilayah di Indonesia.
Hal ini tentu saja sangat berbeda jauh dari makna Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW bahwasannya Islam itu bersifat rahmat untuk seluruh alam semesta. Pasalnya beberapa kasus penyerangan rumah ibadah yang terjadi ini dilakukan oleh beberapa oknum umat muslim yang tidak bertanggung jawab. Sebab, Indonesia sejatinya bukanlah negara yang dihuni oleh umat Islam saja. Akan tetapi, Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keberagaman.
Dalam kilas balik perjalanannya, Islam Indonesia banyak sekali mengalami akulturasi dengan budaya yang ada di tanah nusantara pada saat itu. Di masa para Walisongo menyebarkan dan mengembangkannya di Indonesia, mereka memilih mengabungkan ajaran-ajaran Islam dengan ajaran yang telah ada sebelumnya di nusantara. Bahkan tidak dengan cara penyatuan budaya saja, tapi dengan penyatuan secara kekeluargaan, banyak para Wali yang sengaja menikahi putri-putri raja nusantara agar mereka juga dapat lebih mudah untuk berinteraksi dengan keluarga kerajaan dan juga masyarakat setempat.
Perjalanan Islam di Indonesia tidak berhenti sampai situ saja, bahkan pada masa sebelum kemerdekaan banyak kerajaan Islam yang turut berperang melawan penjajah, tanpa harus melihat dari mana sisi agama rakyat yang dibelanya. Berlanjut pada masa para Founding Fathers kita yang berani dengan ikhlas menghapuskan kata pada sila pertama yang dirasa terlalu mengedepankan sisi keislaman mereka menjadi butir Pancasila yang lebih universal dan mampu diterima oleh segala lapisan masyarakat Indonesia.
Kerukunan dan toleransi yang selama ini dibangun oleh pendahulu kita, mulai diganggu dengan kegiatan intoleransi dan ujaran kebencian yang mengakibatkan banyak lapisan umat muslim yang terprovokasi melakukan aksi persekusi dan perusakan terhadap tempat ibadah dan tatanan kepercayaan agama lain. Hanya karena persoalan yang belum tentu kebenarannya.
Sudah saatnya umat muslim di Indonesia kembali menggunakan Islam sebagai “alat baca” bagi manusia terhadap alam dan kehidupan secara keseluruhan agar terbentuknya alur cerita kehidupan, yang berkiblat kepada masa Nabi Muhammad SAW di mana beliau tidak pernah memarahi orang lain apalagi sampai mencaci dan melukai.
Bahkan sebuah riwayat menyebutkan, seorang Perempuan Yahudi buta yang selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, pembohong dan tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya maka akan terpengaruhi”. Namun, Nabi tetap mendatanginya setiap pagi dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap apapun beliau menyuapkan makanan tersebut kepada sang pengemis itu.
Bagaimana dengan kita? Tersenggol sedikit dengan berita hoax dan ujaran kebencian, masih banyak umat muslim yang belum bisa mengendalikan ego dan hawa nafsunya. Menanggapi segala hal yang belum tentu kepastiannya sebagian dari kita umat muslim langsung menunjukkan amarahnya, langsung meunjukkan kebenciannya.
Kebanyakan Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, juga tidak pernah untuk mengajarkan perilaku intoleransi serta kebencian. Lalu, kenapa masih banyak di antara kita masih saling membenci? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan selalu muncul dalam benak kita, tentu saja hal ini menjadi renungan sekaligus refleksi dalam diri kita. Wallahua’lam bisshowab
One Comment