Fotosintesis
Cinta jatuh di bulan ketujuh
Deras sebagai hujan, basahi jiwa bosan karena kemarau panjang
Menyemai benih cinta yang lama tertutup luka
Pelangi hadir ketika mendung sisakan sedikit waktu
Warnai hati yang lama dirundung pilu
Mentari menyingsing, mendung perlahan menyingkir
Membawa secercah cahaya penyempurna fotosintesis cinta
Disiram rindu diterpa cahaya temu
Benih cinta tumbuh dan berkembang sempurna
Berfotosintesis hadirkan buah kebahagiaan
Hancurkan eksistensi jiwa yang dirundung luka
Coretan Untuk Bunga
Bunga, apa kabar kau disana? Lama kita tak bersua
Kuharap kau selalu sehat dan bahagia
1735 hari sudah dirimu pergi meninggalkan
Menyisakan kenangan yang terawat baik oleh ingatan
Bunga, malam ini kugoreskan tinta rinduku pada selembar hati yang kosong
Terbawa angin yang kelak kau hirup dan mengalirkan segenap rindu di setiap aliran darahmu
Kulewati puluhan purnama hanya untuk mengenang perjalanan kita
Melewati malam dibawah kemesraan langit Jogja
Memesan secangkir kopi yang tak habis hingga fajar menyapa
Bunga, bayangmu selalu ada meski gelap menerpa
Saat aku berada di titik terendah, namamu hadir sebagai asa yang tak pernah punah
Menjadi bahan bakar kehidupan yang harus terus berjalan
Bunga, namamu tertulis pada setiap daun yang jatuh di halaman rumah
Memberi isyarat bahwa cintaku terus tumbuh walau pada akhirnya harus terjatuh
Pesan Singkat Via WA
WA darimu kuterima saat purnama tiba, nomor dengan gambar profil dan nama seorang wanita
Kutanya kau, “dapat nomorku dari mana?” “kemarin lusa tuhan mengirimnya secara tiba-tiba via WA”
Sejak saat itu untuk pertama kalinya aku disibukkan oleh WA
Kitapun sama bersua, pada hari selasa di sebuah kafe tanpa nama
Kopi belum sempat kusruput ketika dirimu tiba-tiba hadir
Membuat dahi sedikit mengerunyut, memuji tuhan yang namanya jarang kusebut
Tak ada basabasi, mulutku secara otomatis terkunci
Kaupun membuka perbincangan dengan nada yang begitu menggetarkan
Aku bakar rokok sebatang, menghisapnya dalam-dalam alirkan nikotin penghantar ketenangan
2 3 batang habis kusulut, jantung tetap saja keras berdenyut
Dirimu bukanlah wanita, yang selama ini aku anggap barang biasa. Engkau istimewa sudah sejak dalam WA
Kopi dalam cangkir sudah tinggal setengah, obrolan kesana kemari tak tentu arah
Dalam penghabisan kopiku malam ini, kau menjelma kopi yang enggan kutinggali
Hadir sebagai bayang-bayang, dirimu sajikan sebuah kudapan
Hilang tanpa pernah aku makan, menjelma mendung sendu temaram.
0 Comments