Beberapa waktu ini, jagad medsos lagi-lagi diramaikan dengan update status dan meme-meme yang menarasikan bahwa gempa yang terjadi di daerah Lombok adalah teguran/ adzab Tuhan kepada Gubenrnur TGB karena pilihan politik yang ditempuhnya. Berbagai komentar nyinyir juga sempat bermunculan yang menunjukkan sikap tidak simpati dan bahkan sinis terhadap korban bencana alam yang merupakan sunnatullah itu.
Berita-berita ini cepat menyebar hanya dalam hidungan detik dan menjadi konsumsi publik. Sebagian bahkan terbawa arus dan ikut menyebarkan berita yang menurut hemat penulis sudah mengurangi nalar kritis dan rasa kemanusiaan. Berita-berita semacam ini harus dilawan jika masyarakat kita tidak ingin terjerumus ke dalam apa yang disebut oleh William Ryan, blaming the victim, selalu mempesalahkan korban.
Bagaimana mungkin, seseorang yang bearakal sehat melihat saudara-saudaranya yang sedang tertimpa musibah nun-jauh di sana dengan pandangan yang sinis dengan menyatakan bahwa itu adalah adzab dari Tuhan? Seoalah-olah orang yang tertimpa musibah adalah orang paling buruk dan tak pantas diampuni sehingga diadzab oleh Tuhan. Apakah benar seperti ini sikap yang diajarkan oleh agama kita? Jawabannya tentu saja tidak!
Dalam kaitannya tentang bencana, sangat tidak bijak rasanya jika ada seseorang serta merta melabeli bencana tersebut dengan adzab. Memangnya siapa dia? Siapa yang memberitahunya bahwa itu adzab dari Tuhan? Jika membaca tentang ayat-ayat adzab Allah (di dunia) dalam al-Quran maka akan tampak bahwa adzab-adzab tersebut diperuntukkan bagi orang-orang terdahulu yang terang-terangan menentang keras ajaran Nabi-nabi terdahulu. Mereka langsung diazab oleh Allah seperti kaum Nabi Luth, kaum Nabi Nuh dll.
Dalam konteks bencana alam yang sedang terjadi, ada baiknya kita menilik al-Quran surat al-An’am: 12 di mana Allah menegaskan bahwa Dia mewajibkan diri-Nya welas asih (kataba ala nafsihirrahmah). Imam Nawawi al-Bantani ketika menafsirkan ayat ini menyatakan bahwa Allah mewajibkan dirinya dengan sifat rahmah dengan menangguhkan adzab karena ingin menerima taubat dari umat Muhammad.
Dalam hadis Nabi juga disebutkan, innallaha idza ahabba qauman ibtalahum, jika Allah senang dengan sebuah kaum, maka Allah akan menguji mereka. (HR al-Tirmidzi)
Dari sini semakin jelas bahwa sikap seperti inilah yang sebetulnya dicontohkan oleh Rasulullah Saw, bahwa kita harus berbelaskasih kepada saudara kita, apalagi bagi saudara yang sedang terkena musibah. Bukan justeru menyelah-menyalahkan mereka, apalagi hanya karena perbedaan pilihan politik. Sungguh pikiran semacam ini merupakan jalan pikir yang sesat dan jauh dari rasa kemanusiaan dan nalar.
Alangkah lebih baiknya, jika kita menolong dan mendoakan mereka dengan menganggap bahwa mereka adalah orang-orang terkasih Allah yang sedang diuji kesabarannya. Dalam kondisi yang bersamaan, kita juga sedang diuji rasa kemanusiaannya apakah kita memiliki empati terhadap mereka atau tidak.
Dengan penjelasan singkat ini, masih adakah yang menganggap bahwa musibah yang menimpa saudara-saudara kita adalah adzab hanya karena perbedaan pilihan politik? Masihkan kita mau menyalahkan mereka yang kesusahan tanpa sedikitpun membantu dan berempati kepada mereka? jika ada, maka nalar dan rasa kemanusiaannya perlu dipertanyakan!
One Comment