Pada 12 Rabi’ul Awwal bertepatan pada bulan April 571 M seorang bayi dilahirkan di sebuah negeri semenanjung terbesar dalam peta dunia yang wilayahnya seluas 1.745.900 KM. Terdapat kota suci bernama Makkah dengan landmark sebuah bangunan kubus yang terbuat dari batu. Bangunan itu disucikan oleh Bangsa Arab dan setiap bulan Zulhijjah mereka berbondong-bondong untuk berziarah.
Melihat kekuatan tersendiri kota suci Makkah dan Ka’bah sebagai penandanya, salah satu Raja bernama Abrahah memutuskan untuk melenyapkan saingannya tersebut. Dengan mengendarai gajah ia memimpin pasukan untuk meruntuhkan Ka’bah. Ababil “turun tangan” atas kehendak Tuhan. Rombongan Ababil menerobos neraka untuk mengambil batu yang masing-masing dicengkeram dengan cakar mereka. Dihampirinya rombongan tantara Abrahah dan dihujankan batu membara itu dari atas kepala pasukan Abrahah. Musnahlah balatentara Abrahah.
Terserah anda memaknai bagaimana kisah di atas. Historis atau hanya simbolis. Tiap orang punya penafsirannya masing-masing. Sebut saja Muhammad Abduh yang mencoba menafsiri Ababil dengan mikroba atau virus. Yang pasti meski para ulama berbeda dalam menafsirkannya, dalam kisah Kelahiran Rasulullah pada 12 Rabi’ul Awwal, semua Muslim akan sepakat untuk lebih mengenal tahun peristiwa bersejarah tersebut dengan istilah tahun Gajah.
Lalu, apa fenomena di balik tragedi Tahun Gajah?
Bangsa Arab terpecah dalam kelompok-kelompok. Dua kelompok besar adalah Arab Ba’idah dan Baqiyyah, kaum yang pertama merupakan bangsa Arab klasik yang sudah punah ketika Islam disyiarkan, seperti kaum ‘Ad dan samud sedangkan kaum yang kedua terbagi menjadi dua yakni Arab ‘Aribah atau Qahtaniyyah Yamaniyyah dan Musta’ribah yang artinya bangsa yang di-arab-kan. Selain itu Bangsa Arab juga terkotak-kotak ke dalam banu-banu seperti banu Abdu Dar dan Abdu Manaf. Struktur masyarakat Arab juga terurai dalam kelompok kecil hingga besar. Kelompok terkecil adalah kelompok-kelompok tenda (hayy). Kumpulan hayy membentuk komunitas klan (qaum), dan dari klan membentuk suku (qabilah).
Dengan banyaknya keterkotakan-keterkotakan Bangsa Arab, sulit membayangkan bahwa persatuan hadir di tengah mereka. Di luar dugaan, peristiwa penyerangan Makkah secara positif telah mampu membuat Bangsa Arab yang fanatik tersebut secara spontan memutuskan untuk membangun ikatan persaudaraan. Persatuan sebagai solusi terbangun dari kesadaran mengenai kesamaan nasib. Dari persatuan inilah alam ikut merespon dan gagallah serbuan dari pasukan Abrahah. Hal ini menandai berkah tahun di mana Nabi dilahirkan.
Peristiwa pertolongan Allah kepada Bangsa Makkah merepresentasikan universalitas cinta kasih. Allah SWT. Semua orang ikut merasakan cinta kasih tersebut. Tidak hanya melindungi Makkah, Ka’bah, dan keluarga Bayi yang kelak dikenal dengan Nabi Muhammad SAW, namun kasih sayang tersebut juga ikut dirasakan semua struktur masyarakat. Tidak hanya orang-orang dari pemeluk agama Hanif bahkan seluruh masyarakat Arab pemeluk paganisme, animisme, dan dinamisme juga turut menjadi bagian masyarakat yang merasakan bagaimana Tuhan melindungi daerah dan generasi yang nantinya akan melahirkan seorang Nabi Agung. Kelahiran Nabi Muhammad adalah kemenangan semua golongan dan membawa pesan kedamaian.
Peristiwa Ababil dapat dimaknai bahwa Allah tidak serta merta menghancurkan kaum tertentu karena kerusakan mereka, karena di kemudian hari barangkali mereka akan bertobat dan kembali di jalannya. Selagi nafas masih ditanggung badan maka pintu hidayah bisa sewaktu-waktu terbuka. Peristiwa Ababil tidak tidak bisa serta-merta dimaknai bahwa Allah bermaksud melindungi berhala-berhala di muka ka’bah yang berjumlah lebih dari 360 buah, namun Allah hanya mencurahkan kasih sayang barangkali masyarakat jahiliyyah kemudian kembali sesaat setelah Nabi Muhammad lahir dan tumbuh besar kelak menyongsong kerasulan.
0 Comments