Penyebaran virus Covid-19 sejak akhir tahun 2019 nampak sangat begitu cepat di berbagai belahan dunia sampai saat ini. Hal tersebut meniscayakan Indonesia sebagai salah satu negara besar harus menghadapi musibah pandemi Covid-19 sebagai suatu tantangan bersama yang sangat kompleks.
Berbagai kebijakan pun telah pemerintah Indonesia ambil dan terapkan dalam kehidupan masyarakat guna menanggulangi dampak negatif yang muncul di berbagai sektor.
Mulai dari seruan WFH (Work From Home), berupa anjuran pemerintah agar masyarakat melakukan aktivitas kerja ataupun belajar dari rumah masing-masing dan sekecil mungkin melakukan aktivitas outdoor dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari.
Selain itu, program PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan beragam nama dan levelnya menjadi kebijakan yang berpengaruh besar dalam mengurangi tingginya angka kasus positif di Indonesia di samping diselenggarakannya program vaksinasi massal beberapa bulan belakang.
Alih-alih menyudahi deretan panjang kasus Covid-19 yang diidentifikasi terjadi penyebarannya pertama kali di Indonesia sejak Maret 2020 tahun lalu oleh Kementerian Kesehatan RI, munculnya berbagai varian baru virus Covid-19, mulai dari Alfa, Delta, sampai Omicron, menunjukkan suatu realitas bahwa dinamika model kehidupan baru yang muncul harus dihadapi oleh Indonesia dengan berani dan bijaksana kedepannya.
Baca juga: Demensia Pejabat Publik di Masa Pandemi |
Oleh karena itu, tidak heran apabila muncul pertanyaan skeptis mengenai apakah varian virus terbaru ini akan menyebabkan dampak layaknya ketika Covid-19 pertama kali menyebar di Indonesia?
Dan inovasi apa yang akan diberikan oleh mahasiswa sebagai bentuk kontribusi mereka dari golongan intelektual dan generasi penerus bangsa Indonesia kedepannya untuk menjawab tantangan yang akan datang tersebut?
Lalu, sebelum berbicara mengenai peran dan inovasi apa yang akan mahasiswa berikan, harus diketahui bahwa pandemi Covid-19 ini melahirkan iklim situasi kepanikan dan kebimbangan di ruang publik.
Seolah-olah menurut hemat penulis, masyarakat hanya diberikan dua pilihan fundamental yang secara cepat harus diambil sebagai usaha preventif; pertama, usaha untuk menyelamatkan diri sendiri. Kedua, usaha untuk menyelamatkan masyarakat luas yang tentu saja menjadikan keselamatan dirinya sendiri sebagai nomor dua.
Untuk menyikapi dualisme yang muncul seperti yang telah disebutkan di atas, di sini penulis berusaha menawarkan konsep double consciousness movement yang baiknya diaktualisasikan oleh mahasiswa secepat dan sebaik mungkin.
Terlebih pandemi Covid-19 ini terjadi di tengah era disrupsi yang pertama kali diperkenalkan oleh Christensen, yakni sebagai era perubahan teknologi dan industri ke arah yang lebih efisien secara masif dan komprehensif di segala aspek kehidupan manusia.
Oleh karena itu, dalam aktualisasi konsep double consciousness movement nanti banyak pilihan teknologi yang dapat digunakan untuk memperlancar dan mempermudah prosesnya.
Double Consciousness Movement
Double consciousness movement sendiri adalah gerak ganda kesadaran dengan mahasiswa sebagai subjek aktif di dalamnya. Awal gerakan ini tentu berorientasi pada kesadaran dari diri pribadi untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam.
Kemudian kesadaran ini semakin kuat dan meluas sehingga yang mulanya dari diri pribadi akan tumbuh dan berkembang menjadi kesadaran untuk menjaga orang lain juga dan tentu akan berdampak baik juga pada diri sendiri ke depannya.
Sehingga dapat dipahami bahwa kesadaran untuk melindungi diri itu tidak akan berhenti pada diri pribadinya saja melainkan berkembang terus yang kemudian ditandai dengan kesadaran untuk melindungi masayarakat luas juga.
Oleh Karena poin inti dalam gerakan ini ialah gerak ganda kesadaran, maka kesadaran tinggi mahasiswa sebagai kaum intelektual untuk menaati protokol kesehatan merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh dan diaktualisasikan di situasi pandemi seperti saat ini.
Usaha yang dapat dilakukan di antaranya: pertama, memakai masker; kedua, rajin mencuci tangan; ketiga, menjaga jarak satu sama lain; dan terakhir ialah menjaga pola makan dengan mengkonsumsi makanan sehat dan vitamin.
Akan tetapi, dalam kacamata konsep double consciousness movement hal utama yang menurut penulis harus diketahui ialah bahwa gerakan pertama itu berupa kesadaran untuk melindungi diri sendiri dengan sebaik mungkin dalam menaati protokol kesahatan.
Gerakan utama ini bisa dikatakan sebagai gerakan preventif (protecting), yaitu untuk mencegah dan melindungi diri sendiri agar selamat terlebih dahulu.
Kemudian jika secara pasti diri sendiri telah selamat, maka gerakan kedua selanjutnya ialah bagaimana caranya memperluas dan menyebarkan kemaslahatan yang telah diperoleh kepada orang sekitar dengan mengembangkan (developing) segala potensi yang dimiliki dan memanfaatkan teknologi yang telah berkembang sebagai bukti perubahan teknologi ke arah yang lebih efisien.
Sehingga, mahasiswa tidak lagi harus memilih salah satu dari dualisme yang telah penulis sebutkan di atas, melainkan sebaiknya mahasiswa mengintegrasikan benang merah yang terdapat di antara keduanya agar dapat menjadi satu kesatuan yang solid.
Mematuhi prokes bukan lagi menjadi usaha untuk melindungi diri pribadi atau sebatas mempertahankan (protecting) apa yang telah ada, melainkan harus menjadi bentuk usaha untuk mengembangkan (developing) apa yang telah dijaga dan dimiliki untuk menjawab tantangan kompleks yang akan datang.
Baca juga: Re-thinking Islamic Philanthropy |
Kemudian jika diperhatikan secara seksama, aktualisasi konsep double consciousness movement yang dikoneksikan dengan pemanfaatan teknologi sejalan dengan hierarki yang ada di dalam Maqashid Syariah yang telah dicetuskan oleh As-Syatibi beberapa abad silam.
Maqashid Syariah
Maqasid syari’ah berarti tujuan kemaslahatan dalam menetapkan hukum, baik yang berkaitan dengan perintah maupun larangan. Secara etimologi, maslahah sama dengan manfaat. Kemudian secara terminologi, mengutip pendapat dari Imam Al-Ghazali, maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.
Dilihat dari segi kualitas kemaslahatan, As-Syatibi menjelaskan bahwa kemaslahatan yang dapat diwujudkan itu terbagi kepada tiga hirarki, yaitu:
1.Al-Maslahah al-Dharuriyyah (المصلحة الضرورية), yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan primer manusia. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan terancam keselamatan umat manusia. Kemaslahatan seperti ini dibagi menjadi lima, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan dan memelihara harta benda.
2.Al-Maslahah al-Hajiyah (المصلحة الحاجية), yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) atau biasa disebut sebagai kebutuhan sekunder. Yang mana apabila kebutuhan ini tidak terwujud tidak sampai mengancam keselamatan manusia, namun akan memberikan kesulitan.
3.Al-Maslahah al-Tahsiniyyah (المصلحة التحسنية), kemaslahatan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Kebutuhan al Tahsiniyyah ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Melainkan sebatas segi keindahan dan estetika yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.
Sebagaimana yang telah penulis sebutkan sebelumnya, aktualisasi konsep double consciousness movement oleh mahasiswa yang dikoneksikan dengan pemanfaatan teknologi sejalan dengan hirarki Maqashid Syariah yang pertama berupa hifdz an nafs atau memelihara jiwa dari segala macam keburukan. Apabila jiwa sudah terjaga maka usaha berikutnya ialah melakukan syukur progresif.
Syukur progresif ini merupakan syukur berkelanjutan dengan memanfaatkan segala macam apa yang ada dengan sebaik mungkin tanpa meninggalkan semangat dan kesadaran yang tinggi dalam menaati dan menerapkan protokol kesehatan. Hal itu dapat dibuktikan dengan keinginan besar pada diri mahasiswa untuk terus berproeses dan berkarya walaupun sebagian besar masih dalam situasi daring yang berbasis pada pemanfaatn keajuan teknologi.
Sehingga situasi pandemi Covid-19 bukanlah alasan satu-satunya yang manjadikan kemajuan terasa seperti sedang berlali pelan pada saat ini. Maka, melalui konsep Double Consciousness Movement di atas berbasis Maqashid Syariah, penulis berusaha mengajak masayarakat luas khususnya dari mahasiswa untuk menaati protokol kesehatan dengan kesadaran dan tanggung jawab yang besar.
Protokol kesehatan dapat menjadi solusi efektif yang lahir dari rasa tanggung jawab dan gotong royong untuk bersama-sama mengatasi situasi pandemi ini secara berani.
Semoga wabah Covid-19 ini tidak hanya membawa kepanikan di ruang publik saja, tetapi ini menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya mahasiswa untuk berkonsentrasi penuh mengerahkan seluruh daya upaya dan kemampuan dalam menaati protokol kesehatan yang nantinya dapat menjadi jalan dalam menyebarluaskan dan memberikan maslahah kepada masyarakat yang lebih luas lagi.
Editor: Sukma Wahyuni
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments